Minggu, 25 September 2016

Mengenal Dinul-Muslimin dan Dinul-Kuffar (Pertemuan 44)


Pertanyaan: Bagaimana cara mudah memahami Islam?

Jawaban: Sesungguhnya ajaran Islam itu asal ia tidak dibikin sulit, insya Allah akan sangat mudah untuk dipahami, karena semua tuntunannya sudah lengkap dan segala informasi mengenainya pun gampang didapat, jadi tinggal saja apakah ia mau dipelajari ataukah tidak, terpulang pada pribadinya masing-masing.

DINUL-MUSLIMIN

Sederhananya ajaran Islam ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jibril yang dimuat juga oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Ahadits Al-Arba'un An-Nawawiyyah adalah tercakup dalam tiga rukun, yaitu: Rukun Islam, rukun iman dan rukun ihsan.

Rukun Islam ada lima yaitu:
1. Mengucapkan dua kalimah syahadat yakni: "Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah",
2. Mendirikan shalat,
3. Membayar zakat,
4. Melakukan shaum di bulan Ramadhan dan
5. Menunaikan haji ke baitullah bagi siapa yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.

Rukun iman ada enam yaitu:
1. Beriman kepada Allah,
2. Malaikat-malaikat-Nya,
3. Kitab-kitab-Nya,
4. Rasul rasul-Nya,
5. Hari akhirat dan
6. Beriman pada taqdir baik dan taqdir buruk.

Rukun ihsan ada dua yaitu:
1. "Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,
2. Apabila kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu".

TINJAUAN 1: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU SECARA TERPISAH

Kalau kita mengartikan kalimat Islam, iman dan ihsan secara sendiri-sendiri atau terpisah-pisah maka kita akan mendapati bahwasanya Islam itu mewakili amalan-amalan zhahir atau bersifat jasmaniah, dan iman itu mewakili amalan-amalan bathin atau bersifat rohaniah. Sedangkan upaya untuk lebih membaguskan lagi amalan-amalan yang zhahir maupun yang bathin tadi maka ini diwakili oleh ihsan.

TINJAUAN 2: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU SECARA BERSAMAAN

Tapi kalau kita mengartikan kalimat Islam, iman dan ihsan secara bersamaan maka kita akan mendapati bahwasanya antara makna Islam, iman dan ihsan itu adalah saling mencukupi. Orang yang beragama Islam disebut muslim, orang yang beriman disebut mu'min dan orang yang berbuat ihsan disebut muhsin. Muslim harus mu'min dan mu'min harus muslim, baik muslim maupun mu'min keduanya harus muhsin.

TINJAUAN 3: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU DARI TINGKATAN AD-DIN

Tingkatan Ad-Din ( agama) ada tiga:
1. Terbawah yaitu Islam & muslim
2. Pertengahan yaitu iman & mu'min
3. Tertinggi yaitu ihsan & muhsin.
Maka muslim belum tentu mu'min dan mu'min belum tentu muhsin.
Tapi muhsin sudah pasti mu'min dan mu'min sudah pasti muslim.

DINUL-KUFFAR

Allah Ta'ala menyatakan bahwa: "Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab dan kaum musyrikin.."

Dalam ayat ini Allah Ta'ala mengafirkan ahli kitab dan kaum musyrikin. Yang dimaksud dengan ahli kitab adalah Yahudi dan Nashrani yang tidak beriman dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau diutus oleh Allah Ta'ala sebagai Nabi dan Rasul. Sedangkan yang dimaksud dengan kaum musyrikin adalah dinul-kuffar (agama orang-orang kafir) selain dari Yahudi dan Nashrani, seperti agama penyembah api, penyembah malaikat, penyembah nabi, penyembah wali, penyembah sapi dan lain-lain di samping menyembah Allah Ta'ala.

Minggu, 18 September 2016

Apabila Logika Dipaksakan untuk Ikut Campur Urusan Islam (Pertemuan 43)

Logika yang dipaksakan tidaklah ia melahirkan kecuali hanya keragua-raguan, oleh karena itu kita akan menjabarkan tujuh alasan penting mengapa sesuatu yang bernama logika tidak perlu untuk ikut campur dalam urusan agama, antara lain:

1. Logika Bersifat Tidak Pasti, Plin-plan dan Cenderung Berubah-ubah.

Kemarin bicara begini, hari ini bicara begitu dan besok entah bicara apa lagi? Ini lantaran logika mudah terpengaruh oleh kondisi kejiwaan seseorang.

Saat cuaca terasa panas, sebagian orang mungkin saja merasa sulit untuk mengontrol temperament, maka pada saat itu posisi logika telah dikuasai oleh kondisi kejiwaannya, sehingga sebagian orang tidak bisa untuk berpikir baik sampai kondisi kejiwaannya tersebut kembali normal.

2. Tiap Orang Punya Cara Sendiri-sendiri dalam Berlogika.

Kena sepuluh orang yang membahas Islam dengan cara berlogika, maka bisa menjadi sepuluh aliran yang bakal tercipta. 

Faktor latar belakang, baik itu pendidikan, pergaulan, usia maupun jenis kelamin dapat menjadi alasan mengapa terjadi perbedaan manusia dalam cara menggunakan logikanya.

3. Logika itu Diatur Agama, Bukan Malah Mengatur Agama

Logika mencakup pemikiran dan keyakinan, oleh karenanya para nabi diutus untuk mengatur logika tersebut, yakni dari pemikiran dan keyakinan terhadap berhala kepada pemikiran dan keyakinan tauhid hanya kepada Allah Ta'ala.

4. Berlogika Ala Filosof dan Sufi, Bukanlah Ajaran yang Islami.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkan tashawwuf, dengan bukti bahwa tashawwuf merupakan modifikasi antara ajaran Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ajaran filsafat, sementara filsafat tersebut berasal dari Yunani, Hindia dan Romawi.

5. Mengembalikan Agama kepada Logika adalah Sumber Perpecahan Umat.

Ajaran filsafat dan tashawwuf adalah salah satu biang kerok dari perpecahan umat. Seperti munculnya sekte yang bernama Murji'ah, Jahmiyyah, Mu'tazilah, Asy'ariyyah dan Thariqah-thariqah Shufiyyah serta Jama'ah Tabligh merupakan pengaruh dari ajaran ini.

Syi'ah Imamiyyah yang konon katanya pecinta Ahlul-Bait ternyata juga menerima ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berakidah.

Sementara Khawarij seperti halnya harakah Al-Ikhwanul-Muslimin pun tidak lepas dari ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berdakwah.

6. Mengambil Zhahir Ayat dan Hadits tetapi Mengembalikan Pemahamannya kepada Logika dapat Membahayakan Islam dan Kaum Muslimin.

Ketika sebagian kaum muslimin sudah berpaling dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-Shalih, maka menjadi rusaklah prinsip manhaj, keyakinan akidah, amalan ibadah serta metode dakwah mereka. 

Ini sebagaimana sekte Khawarij yang berpegang pada zhahir ayat dan hadits namun mengembalikan pemahamannya kepada logikanya yakni meninggalkan pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum, sehingga dengan mudahnya kaum Khawarij itu mangafirkan dan membunuh kaum muslimin yang bahkan hanya gara-gara tidak sejalan dengan madzhab mereka. 

7. Filosof Generasi Awal Hanya Menjadikan Filsafat untuk Mencari Kebenaran dan Tidak Menentang Ajaran Islam.

Dulu filsafat digunakan sekedar untuk mencari kebenaran, sekedar untuk membuktikan bahwa pencipta alam semesta itu ada, sekedar untuk menjelaskan perlunya nabi diutus ke muka bumi dan sekedar untuk menetapkan agama mana yang sesuai dengan naluri manusia.

Ketika mereka telah menemukan kebenaran, telah terbukti bagi mereka bahwa pencipta alam semesta adalah Allah Ta'ala, telah jelas bagi mereka bahwa nabi terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, telah tetap bagi mereka bahwa agama yang sesuai dengan naluri manusia adalah Islam, maka langkah berikutnya adalah tinggal beriman saja terhadap segala kabar dan tinggal taat saja terhadap segala perintah dari Allah Ta'ala, dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari ajaran Islam.

Maka setelah itu filsafat sudah tidak berguna lagi, karena apabila filsafat itu dipaksakan maka dampaknya tidak lain kecuali keraguan belaka, lantaran bukannya langsung beriman dan taat malah segalanya maunya serba dipertanyakan.

Di bawah ini gambar batu mirip telapak kaki, seni alamiah yang bisa juga dikategorikan suiseki.

Bicara tentang telapak kaki, bicara juga tentang siapa yang dianggap menginjak dan siapa yang merasa diinjak, bicara juga tentang apakah seseorang memosisikan logika berada dibawah ataukah malah ia diposisikan di atas agama?

Sabtu, 17 September 2016

Memahami Makna Manhaj, Sunnah, Atsar, Syari'at, Shirath, Thariq, Sabil dan Sirah (Pertemuan 42)


Kalau kita perhatikan kalimat (kata) manhaj, sunnah, atsar, syari'at, shirath, thariq, sabil dan sirah, maka kita mendapati bahwa maknanya adalah sama yaitu "jalan". Jadi apabila salah satu kalimatnya disebut niscaya kalimat yang lainnya akan ikut.

Adapun penjabarannya akan kita uraikan secara singkat di bawah ini insya Allah:

1. Manhaj (Jalan yang terang)

Telah kita maklumi bersama bahwa agama Islam telah terpecah-belah menjadi beberapa golongan, dan setiap golongan pasti merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya, yakni masing-masing tentu membanggakan manhajnya (jalannya, caranya, metodenya, pemahamannya dan prinsipnya).

Untuk mengetahui golongan mana yang diikuti oleh seseorang biasanya dapat dilihat dari manhajnya, yaitu dari sisi bagaimana pemahaman atau prinsipnya dalam menjelaskan maupun berperilaku terhadap urusan akidah, ibadah maupun dakwah.

2. Sunnah (Cara)

Jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan hukum fiqih maka ia adalah kebalikan dari makruh, sehingga sunnah merupakan "sesuatu yang mendapat pahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan".

Namun jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan dalil atau hujjah selain dari Al-Qur'an maka kalimat yang dimaksud adalah "hadits", yakni apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik itu perkataan, perbuatan maupun persetujuan.

Akan tetapi jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan manhaj salaf maka ia bermakna "atsar" yakni mencakup sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabat radhiyallahu 'anhum.

Kita sering mendengar istilah "ahlus-sunnah", maka kalimat "sunnah" yang dimaksud dalam hal ini adalah syari'at, yakni peraturan, undang-undang maupun hukum yang ada di dalam ajaran Islam, di mana syari'at itu bersumber dari Al-Qur'an, Al-Hadits dan Al-Atsar.

3. Atsar (Jejak)

Atsar artinya adalah jejak, sebagaimana perkataan: "tidak tampak padanya atsarus-safar (bekas-bekas perjalanan jauh), dan sebagaimana perkataan: "min atsaris-sujud" (dari tanda sujud yang membekas di dahi).

Jika dikaitkan dengan manhaj salaf maka "atsar" bermakna "sirah" (peri kehidupan), yakni riwayat tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhillahu 'anhum.

Dalam perkara mengambil hukum dari suatu dalil, para imam madzhab lebih mengutamakan atsar shahabat ketimbang melakukan qiyash, meskipun qiyash merupakan salah satu sumber dari hukum Islam. Qiyash adalah membandingkan suatu perkara dengan dalil, sebagaimana mengiyash gandum dengan beras dalam urusan zakat fithrah lantaran sama-sama makanan pokok.

4. Syari'at (Peraturan, undang-undang, hukum)

Syari'at adalah qanun, yakni peraturan, undang-undang dan hukum. Jika dikatakan bahwa: "perkara itu telah disyari'atkan" maka ia berarti bahwa perkara itu telah menjadi peraturan, undang-undang dan hukum di dalam Islam.

Dengan diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul, maka otomatis syari'at nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu menjadi terhapus, seperti syari'at bertaubat dengan cara bunuh diri pada zaman Nabi Musa alaihis-salam.

Adapun ibadah haji yang awalnya disyari'atkan pada zaman Nabi Ibrahim 'alaihis-salam, ia tetap dilanjutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi syari'at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta umatnya.

Ini sebagaimana ibadah shaum (puasa) yang juga telah didisyari'atkan kepada umat-umat terdahulu.

5. Shirath (Titian)

Kita senantiasa memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia memberikan hidayah (pentunjuk) kepada kita untuk menuju ash-shirathal-mustaqim (jalan yang lurus).

Di antara kisah tentang ash-shirathal-mustaqim ini adalah tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengaris satu garis lurus kemudian membaca: "Haadza sabiilullahi mustaqiiman fat-tabi'uuhu! (Inilah jalan Allah yang lurus maka ikutilah dia!)".

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menggaris dengan banyak garisan di sisi kanan dan kirinya lalu mengatakan: "Tidaklah pada tiap-tiap garisan yang banyak ini melainkan ada syaithan yang menyeru kepadanya".

Demikianlah keadaan ash-shiratal-mustaqim yang dipenuhi dengan berbagai godaan dalam menjalaninya.

Shirath juga merupakan titian membentang yang berada di atas kobaran nar pada hari akhirat, di mana halusnya seperti rambut yang dibelah tujuh dan tajamnya melebihi mata pedang, semoga kita diselamatkan oleh Allah Ta'ala saat melaluinya.

6. Thariq (Jalan, lorong, gang)

Ketika dikatakan bahwa "Fulan fith-thariq" maka ia juga bisa dikatakan bahwa "Fulan fisy-syari'" atau "Fulan fis-sayr", yakni fulan berada di jalan, lorong atau gang.

Sementara thariqah (thariq+ah) yang memiliki makna syari'at dan sirah serta sunnah, adalah berarti kaifiyyah atau uslub, yakni cara atau metode.

Kalimat "thariqah" juga dijadikan suatu istilah untuk menunjukkan suatu madzhab (aliran).

7. Sabil (Jalan)

Kita sering mendengar perkataan "fi sabilillah (di jalan Allah)", dan perkataan "ibnus-sabil (musafir, anak jalanan atau gelandangan)".

Ketika dikatakan "Laysa laka sabil (Kamu tak punya jalan)", maka kalimat sabil tersebut bermakna hujjah, dalil atau alasan, sehingga perkataan tadi berarti "Laysa laka hujjah (Kamu tak punya hujjah)", "Laysa laka dalil (Kamu tak punya dalil)", atau "Kamu tak punya alasan".

8. Sirah (Perjalanan)

Sirah adalah qishshah aw tarikh aw suluk (kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan), sebagaimana sirah nabawiyyah, yakni kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.


Jika bongkahan batu akik terutama jenis jasper dibelah maka biasanya kita akan mendapatkan sisi kembar.

Adapun hubungannya dari apa yang kita bahas adalah bahwa kita akan menemukan sisi kembar dari makna sabil, thariq, sirah, sunnah, syari'at, shirath, atsar dan manhaj.


Kamis, 15 September 2016

Manhaj Salaf yang Jarang Diketahui namun Penting (Pertemuan 41)


Sebelum masuk ke inti pembicaraan, ada baiknya kita dahulukan tentang mengenal Allah Ta'ala, mengenal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan tiga generasi utama serta mengenal Salaf.

1. MENGENAL ALLAH TA'ALA

Allah Ta'ala adalah Dzat yang memiliki rububiyyah, uluhiyyah, dan asma' wa shifat.

a). Rububiyyah
Rububiyyah adalah sifat dari Ar-Rabb, yaitu pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta. Dengan sifat rububiyyah ini Allah Ta'ala menyiptakan segenap alam raya, menyiapkan jannah bagi kaum yang bertaqwa, menyiapkan nar bagi kaum yang durhaka, melimpahkan rezeki kepada makhluk-makhluk-Nya, mengutus para nabi untuk mengajari manusia, menurunkan kitab sebagai petunjuk dalam beragama.

b). Uluhiyyah
Uluhiyyah adalah sifat dari Al-Ilah, yaitu yang berhak disembah/ di'ibadahi. Dengan sifat uluhiyah ini, maka kita mengkhususkan ibadah hanya pada-Nya, tidak menggantungkan diri kepada selain-Nya, tidak menjadikan antara kita dengan Allah Ta'ala suatu perantara, dan tidak melakukan qurban untuk berhala-berhala.

c). Asma' wa shifat
Asma' wa shifat adalah Nama-nama dan sifat-sifat. Dengan ditetapkannya nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala ini maka kita tidak mengingkari apa-apa yang telah Dia Ta'ala akui, tidak menyerupakan antara Dia Ta'ala dengan makhluk bernyawa maupun benda mati, tidak menyerahkan maupun mena'wil makna-makna yang telah dima'lumi, dan tidak menanyakan hakikat yang tidak mampu untuk makhluk ketahui.

2. MENGENAL NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN TIGA GENERASI UTAMA

a). Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Rasulullah/ Utusan Allah Ta'ala

b). Shahabat radhiyallahu 'anhum adalah murid yang mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang hidup semasa dengan beliau di dalam keadaan tetap beriman.

c). Tabi'in rahimahullah adalah murid yang mengikuti para shahabat radhiyallahu 'anhum, generasi tabi'in rahimahumullah ini hidup semasa dengan para shahabat radhiyallahu 'anhum namun tidak sempat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

d). Tabi'it-tabi'in rahimahullah adalah murid yang mengikuti tabi'in rahimahumullah, generasi tabi'it-tabi'in rahimahullah ini hidup semasa dengan tabi'in rahimahullah namun tidak sempat melihat shahabat radhiyallahu 'anhum.

3. MENGENAL SALAF

a). Salaf adalah orang-orang terdahulu

b). As-Salafush-Shalih adalah salaf yang shalih, yaitu shahabat radhiyallahu 'anhum, tabi'in rahimahullah, dan tabi'it-tabi'in rahimahullah

c). Salafi adalah pengikut As-Salafush-Shalih

d). Salafiyyun adalah orang-orang Salafi

4. MANHAJ SALAF YANG PENTING NAMUN JARANG DIKETAHUI

a). Tidak membolehkan untuk bekerjasama dalam urusan da'wah dengan syi'ah, tidak dengan asy'ariyyah, tidak dengan khawarij, tidak dengan mu'tazilah, tidak dengan murji'ah, tidak dengan turatsiyyah, tidak pula dengan haddadiyyah.

b). Tidak mengambil ilmu dari orang-orang yang sudah ditahdzir oleh 'ulama al-jarh wat-ta'dil sebelum mereka mengumumkan taubatnya dan kembali ke jalan Salaf. Tahdzir adalah memperingatkan ummat dari penyimpangan seseorang atau kelompok, sedangkan al-jarh wat-ta'dil adalah suatu bidang ilmu yang merinci tentang dicela atau dipujinya seseorang atau kelompok.

c). Tidak dibolehkan untuk membenci seorang atau lebih 'ulama' Salaf. Tidak mencela Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu, tidak merendahkan kedudukan Mu'awiyyah radhiyallahu 'anhu, tidak menghina salah satu dari empat imam madzhab rahimahumullah, tidak menyudutkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, tidak pula menodai kehormatan Asy-Syaikh Rabi' hafizhahullah.

d). Tidak menghadiri majlis-majlis yang mengandung syubhat. Syubhat adalah kerancuan yang biasanya diberi dalil agar kerancuan itu seakan-akan sesuatu yang haqq padahal sesungguhnya ia bathil.

e). Berusaha untuk menjadi arhamun-nas atau sebaik-baik manusia, yakni berdialog dengan cara yang baik, menolak dengan sikap yang santun, patuh pada peraturan pemerintah selama tidak dalam perkara ma'shiyat, menjauhi ujub, serta menjaga harga diri.


Ini gambar batu akik madu jenis kalsedoni, di Kapuas Hulu batu ini dinamai Red Arwana, di Bengkulu dinamai Red Raflesia, di Obi dinamai Bacan Obi. Batu ini juga terdapat di Sungai Keladen dan berbagai tempat di belahan bumi ini.

Satu jenis dengan banyak nama, demikianlah perihal tentang batu permata. Seperti pula pada batu jenis corundum, namanya dibedakan berdasarkan warna, kalau merah disebut ruby, kalau kuning orang bilang yaqut, kalau oren disebut padparadcha, kalau masih daging orang bilang nilam, kalau warna lainnya tetap disebut sapphire.

Sementara di tubuh Islam kita menemukan suatu hakikat yang sama namun memiliki nama yang berbeda atau berubah-ubah.

Kelompok yang bernama Al-Ikhwanul-Muslimun atau biasa dikenal dengan Ikhwanul-Muslimin, begitupun Thaliban, Hamas, Jabhatun-Nushrah, dan Daulah Islamiyyah Iraq wa Syam, pada hakikatnya mereka semua bermanhaj atau berpemikiran khawarij.

Jaringan Islam Liberal, Jaringan Islam Nusantara, Aliran Nusantara, Islam Moderat dan Nahdhatul-'Ulama', pada hakikatnya adalah ahlur-ra'yi yang berpemikiran filsafat.

Jama'ah Tabligh hakikatnya adalah tarekat shufi, dan Ahlul-Bait Indonesia pada hakikatnya adalah Syi'ah Rafidhah.

Halabiyyun, Rodjaiyyun, Ruhailiyyun, Sururiyyun dan Turatsiyyun pada hakikatnya adalah Al-Ikhwanul-Muslimun yang berkedok Salafi

Haddadiyyun dan Hajuriyyun pada hakikatnya adalah sama dalam pemikirannya, mereka ini pun memakai embel-embel Salafi.


Selasa, 13 September 2016

Ternyata Salafi Lebih Masuk Akal (Pertemuan 40)

Catatan ini intinya adalah seruan untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-shalih, di mana prinsip-prinsipnya lebih masuk akal ketimbang filsafat dan tashawwuf.

Pada kesempatan kali ini kita akan mengangkat tiga perkara yaitu:
1. Kedudukan Para Shahabat Radhiyallahu 'Anhum,
2. Inti Agama Hanyalah Syari'at, dan
3. Menetapkan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Ta'ala Berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah.

Semoga tiga perkara ini bisa dijadikan suatu qaidah penting untuk lebih memahami prinsip-prinsip Salafi, sebagai petunjuk jalan bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran.

1. KEDUDUKAN PARA SHAHABAT RADHIYALLAHU 'ANHUM

Sangat masuk akal bahwa para shahabat radhillahu 'anhum lebih selamat pemahamannya, lantaran:

a). Allah Ta'ala ridha kepada Al-Muhajirin dan Al-Anshar, dan mereka pun ridha kepada Allah Ta'ala. Allah Ta'ala menjamin mereka masuk jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Siapakah Al-Muhajirin dan Al-Anshar itu? Kalau bukan para shahabat radhiyallahu 'anhum, lantas siapa lagi? Oleh karenanya bagi siapapun yang ingin meraih ridha dan jannah Allah Ta'ala maka hendaklah dia mengikuti jejak mereka.

b). Mereka radhiyallahu 'anhum merupakan murid langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka beriman pada kenabian dan kerasulan beliau di tengah ramai manusia mendustakannya, mereka menyintai beliau lebih dari jiwa-raga di tengah ramai manusia membencinya, mereka menemani beliau suka-duka di tengah ramai manusia menjauhinya, dan mereka berjihad bersama beliau dalam menegakkan kalimat tauhid di tengah ramai manusia memeranginya.

Untuk menilai baik-buruknya sifat seseorang dapat dilihat dari bersama siapa dia berkawan. Kalau berkawan dengan penjual minyak wangi maka efeknya akan ikut beraroma harum, tapi kalau berkawan dengan seorang tukang besi maka dampaknya akan ikut bau bakaran. Oleh karenanya para shahabat radhiyallahu 'anhum merupakan orang-orang terbaik dikarenakan mereka adalah teman dari manusia terbaik, yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kalau bukan Allah Ta'ala yang memilihkan teman untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas siapa lagi?

c). Bahasa Arab mereka radhiyallahu 'anhum merupakan bahasa yang terfashih sehingga lebih mudah dalam memahami ayat Al-Qur'an dan matan Al-Hadits. Mereka radhiyallahu 'anhum pun menjadi saksi akan asbanun nuzul (sebab-sebab turunya ayat) dan asbabul-wurud (sebab-sebab keluarnya hadits).

d). Di antara para shahabat ada Al-Khulafa'ur-Rasyidin radhilallahu 'anhum yang direkomendasikan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berpegang teguh dengan Sunnah mereka setelah Sunnah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala berada dalam kondisi perpecahan ummat.

2. INTI AGAMA HANYALAH SYARI'AT

Sangat masuk akal bahwa inti agama Islam adalah syari'at itu sendiri, lantaran:

a). Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam hanya mengajarkan syari'at, dan untuk jannah pun diraih melalui mencari ridha Allah Ta'ala dengan cara menjalankan syari'at-Nya.

b). Syari'at itu adalah apa saja yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, di mana kalau kita berpegang teguh kepada keduanya maka akan dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya.

c) Syari'at itu telah disampaikan seluruhnya oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana ia sudah mencakup perkara zhahir sekaligus bathin, sebagai santapan jasmani sekaligus rohani. Oleh karenanya tidak diperlukan lagi filsafat dan tashawwuf untuk ikut campur menambah ajaran spritual baru seperti tarikat, hakikat dan ma'rifat 'ala filosof dan shufi.

3. MENETAPKAN NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH TA'ALA HANYA BERDASARKAN AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH.

Sangat masuk akal bahwa Salafi menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala hanya berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, karena:

a) Yang lebih mengetahui tentang Allah Ta'ala hanyalah Allah Ta'ala sendiri, yang Dia khabarkan melalui kitab-Nya, yang Dia wahyukan kepada utusan-Nya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

b) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan perihal nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada mereka berikut penjelasannya, yang kita kenal dengan Al-Hadits.

c). Allah Ta'ala memberitakan di dalam kitab-Nya bahwa Dia menciptakan Adam alaihis-salam langsung dengan kedua tangan-Nya. Berita ini mengandung pengakuan bahwa Dia merupakan Dzat yang memiliki sifat dua tangan. Tidak ada hak bagi orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah untuk mengingkari sifat ini, dan tidak ada hak pula bagi mereka untuk mena'wilnya dengan makna "kekuasaan". Hanya saja sifat-sifat Allah Ta'ala itu tidak boleh diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

d). Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang sifat-sifat Allah Ta'ala kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, beliau tidak mena'wilnya dengan perkataan apapun. Demikian pula yang dilakukan oleh para shahabat radhiyallahu 'anhum beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Kalau seandainya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum serta para tabi'in maupun para tabi'it-tabi'n rahimahumullah ada mena'wil sifat-sifat Allah Ta'ala tentulah sampai kepada kita riwayat-riwayatnya.

Dikarenakan tidak ada satupun riwayat yang membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mena'wil sifat-sifat Allah Ta'ala maka tugas kita dalam perkara ini hanyalah mencukupkan diri pada apa yang telah dicukupkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.

TAMBAHAN

Di bawah ini ada gambar permata rock crystal yang dapat menempel di kaca yang lembab lantaran bagian atas dari permata tersebut diasah rata.

Demikian pula cara kerja cuci otak, kalau kepalanya sudah selesai digosok rata maka dia dapat nempel dengan orang yang bisa memengaruhinya.

Istilah "cuci otak" selaras dengan makna "cuci mata", yakni sama-sama berkonotasi negatif, sehingga musuh-musuh Sunnah suka sekali memakai istilah "cuci otak" tersebut untuk mendeskreditkan Salafi.

Tapi sebagai Salafi kita hanya menyampaikan apa adanya dan berusaha untuk lebih bersikap hikmah, hanya saja suatu kebenaran tidak akan sulit diterima bagi siapa saja yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala.

Senin, 12 September 2016

Apa itu Syubhat? (Pertemuan 39)


Ada sebagian orang memaknai kata syubhat berdasar pada kebiasaan dalam berbahasa, yakni ketika dua atau lebih orang bekerjasama dalam perkara dosa atau kejahatan, seperti perkataan: "Mereka telah atau sedang bersyubuhat".

Akan tetapi kalau ditinjau dari segi hukum maka syubhat itu adalah suatu perkara yang letaknya di antara halal dan haram, namun ia lebih cenderung/ condong ke arah yang diharamkan.

Dengan demikian maka syubhat pula dapat diartikan dengan kerancuan, keraguan, masih samar, fitnah dan sesuatu yang sepertinya menyerupai kebenaran sehingga karenanya ia memerlukan penjelasan.

1. MENGAPA SALAFI BERPEGANG KEPADA ZHAHIR AYAT ATAU HADITS?

Dari sinilah letak kesungguhan Salafi dalam mencari kebenaran bukan pembenaran. Yaitu mengambil hukum dari zhahir ayat atau hadits bukan malah menghukumi keduanya.
Kita mungkin bersepakat bahwa perkataan tanpa dalil akan tertolak, namun kalau justru mencari dalil untuk mendukung perkataan maka itu sudah lain lagi urusannya.

Artinya, bisa saja segala kerancuan yang disebarkan oleh ahlul-ahwa (orang-orang yang lebih menuruti hawa nafsu) mempunyai sederet dalil, nah maka dalam hal mendalili hawa nafsu itulah yang dikenal juga dengan istilah syubhat.

Jadi, slogan untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah mesti diklarifikasi lagi. Jangan demi membela diri atau kelompok sampai membawa-bawa dalil, kalau begitu jadinya malah mengembalikan Al-Qur'an dan As-Sunnah kepada kepentingan-kepentingan tertentu.

2. KLARIFIKASI BEBERAPA KASUS SYUBHAT

a). Bersuci dari najis menyentuh anjing dengan cara membasuhnya menggunakan tujuh kali siraman air, di mana pada salah satu siraman diselingi tanah. Secara Sunnah memang demikian harusnya, namun bukan berarti melalui alasan tinggal basuh saja dengan mengikuti cara di atas malah dijadikan dalil untuk pembolehan memelihara anjing di rumah.

b). Istighfar merupakan usaha untuk menghapus dosa, namun jangan sampai ini dijadikan dalil untuk semaunya bermaksiat.

c). Sebagian 'ulama' fiqh terutama madzhab Syafi'i menyatakan batal wudhu' kalau menyentuh lawan jenis, namun jangan sampai karena alasan tinggal wudhu' lagi sehingga membolehkan berjabatan tangan dengan lawan jenis tersebut.

d). Anjuran ziarah qubr untuk mengingatkan kepada kematian, jangan sampai dijadikan dalil untuk mengadakan macam-macam ritual di sana.

e). Nabi Sulaiman diberi kuasa oleh Allah Ta'ala untuk memerintah diantaranya kaum jin. Jangan sampai dijadikan dalil untuk membolehkan mohon pertolongan kepada mereka.

3. AHLUS-SUNNAH ADALAH AHLUL-ATSAR

Tidak ada jaminan bahwa berpegang kepada zhahir dalil dapat mengantarkan seseorang kepada kebenaran yang seutuhnya. Ini sebagaimana kerancuan/ syubhat kawarij ketika hanya berpedoman dengan apa yang tersurat namun meninggalkan riwayat ahlul-atsar (qaul/ perkataan para shahabat), sehingga karenanya mereka mengafirkan orang-orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala.

4. SIKAP YANG BENAR DALAM MENGHADAPI BERBAGAI SYUBHAT

a). Membantahnya dengan ilmiyyah.
b). Tidak hadir dimajlisnya, menutup telinga rapat-rapat dari mendengarnya.
c). Menjauh dan berhati-hati terhadap orangnya.
d). Mengalihkan ke lain pembicaraan.
e). Mengingatkan ummat dari pengaruhnya.

5. HAL-HAL YANG BISA MENIMBULKAN SYUBHAT

a). Ketidak-pahaman tentang manhaj dan 'aqidah, serta bahasa 'Arab.
b). Pengaruh dari belajar filsafat dan tashawwuf
c). Berteman akrab dengan ahlusy-syubhat
d). Kebiasaan menggunakan bahasa yang bersifat umum
e). Alergi terhadap tahdzir

Di bawah ini gambar serpihan batu obsidian, sebagian orang menyebutkan bahwa obsidian itu merupakan kaca bukan batu dan sebagian lagi menyatakan bahwa obsidian itu batu bukan kaca, maka yang benar adalah ia sesungguhnya batu kaca alami (natural glass stone).

Ini sebagaimana batu green darson, ada yang berpendapat bahwa ia batu jasper dan ada yang bilang ia jenis kalsedoni, maka yang benar adalah ia sesungguhnya batu jasper kalsedoni, kulitnya jasper isinya kasedoni.

Seringkali kekurang-pahaman dapat menimbulkan berbagai syubhat, maka obat dari penyakit itu hanyalah dengan belajar. Senantiasa menambah pengetahuan dan tidak mencukupkan diri dengan ilmu yang dimiliki saat ini.

Minggu, 11 September 2016

Takfiri itu Apa dan Siapa? (Pertemuan 38)

Kafir = non muslim
Kufur = keyakinan, ucapan atau perbuatan yang dapat membatalkan keislaman seseorang sehingga bisa menyebabkan pelakunya menjadi kafir.
Takfir = mengafirkan/ menyatakan fonis kafir
Takfiri= orang yang melakukan takfir (yakni secara berlebihan)

A. TUJUAN UTAMA MENGETAHUI BAB TAKFIR

1. Agar kita dapat menghindarkan diri dari apa-apa yang bisa menjemuskan kepada kekafiran.

2. Tidak seenaknya mengafirkan orang lain

B. SETIAP KELOMPOK MEMILIKI PRINSIP TAKFIR, LANTAS SIAPA YANG BENAR-BENAR TAKFIRI?

1. Salafi menyatakan bahwa kufur besar merupakan pembatal keislaman seseorang. Salafi menakfir keyakinan kufur, ucapan kufur dan perbuatan kufur, namun tidak semudahnya menakfir manusianya. Salafi sangat berhati-hati di dalam urusan takfir, karena apabila salah fonis maka resikonya akan berbalik kepada yang memonis.

Salafi hanya akan menakfir seseorang apabila didapati kekufurannya telah betul-betul jelas. Itupun jika tidak ada padanya penghalang seperti ia belum dinasehati atau kekufurannya dikarenakan sebab ta'wil, sebagaimana mena'wil demokrasi dengan musyawarah.

2. Syi'ah mengafirkan sebagian besar shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terutama khalifah yang pertama bersama putrinya, khalifah yang kedua bersama putrinya dan khalifah yang ketiga radhiyallahu 'anhum.

3. Khawarij mengafirkan pelaku dosa besar, yang di antaranya terhadap penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala.

4. Sebagian asy'ariyyin mengafirkan pemerintah Sau'di.

Kalau kita perhatikan justru point ke 2, 3 dan 4 lah yang berlebihan dalam perkara takfir:

Point ke 2: Mengapa syi'ah mengafirkan para shahabat radhiyallahu 'anhum, sementara Allah Ta'ala sendiri telah menjamin surga atas mereka?

Point ke 3: Mengapa khawarij mengafirkan penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala, sementara para shahabat radhiyallahu 'anhum sepakat menggolongkannya sebagai kufrun duna kufrin (yakni kufur 'amali yang tidak mengakibatkan pelakunya menjadi kafir, ini sebagaimana riya' yang tergolong syirik kecil tapi tidak menjadikan pelakunya sebagai musyrik)?

Point ke 3: Dan mengapa sebagian Asy'ari mengafirkan pemerintah 'Arab Sa'udi, padahal pemerintah 'Arab Sau'di menjalankan undang-undang syari'at Islam, kalau 'Arab Sa'udi saja bisa mereka kafirkan apalagi Indonesia ini, di mana notabebe undang-undangnya berdasarkan demokrasi?

C. KEYAKINAN, UCAPAN DAN PERBUATAN YANG LAYAK DITAKFIR

Lihat betapa masuk akalnya metode Salafi dalam menakfir suatu keyakinan, ucapan dan perbuatan, maka dari itu kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari sikap-sikap berikut ini:

1. Keyakinan yang mengandung kekufuran:
a). Meyakini ada sesembahan selain Allah Ta'ala.
b). Meyakini ada syari'at yang lebih baik daripada syari'at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
c). Meyakini bahwa Allah Ta'ala melebur ke dalam diri-diri makhluk-Nya.
d). Membenci kemenangan kaum muslimin atas orang-orang kafir dan lebih menyukai kemenangan orang-orang kafir atas kaum muslimin.

2. Ucapan yang mengandung kekufuran:
a). Mendustakan, menyatakan bohong terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
b). Menghina, mencaci maki seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
c). Mengolok-olok, menjadikan candaan terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
d). Ucapan penolakan terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.

3. Perbuatan yang mengandung kekufuran:
a). Menginjak-injak mushhaf Al-Qur'an atau menajisinya dengan sengaja.
b). Ruku' dan sujud dengan sengaja tepat di hadapan patung.
c). Melakukan ritual sihir, termasuk pelet maupun santet.
d). Berperang melawan kaum muslimin untuk membela orang-orang kafir.

Sebagai penekanan sekali lagi bahwa tujuan kita mempelajari bab takfir adalah agar kita dapat menghindarkan diri dari sikap-sikap yang mengandung kekufuran dan tidak semudahnya mengkafirkan orang lain, kecuali terhadap orang-orang yang sudah jelas dan tidak diragukan lagi kekafirannya.

Namun wajib bagi kita untuk mengafirkan orang-orang yang telah dikafirkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, seperti Iblis, Fir'aun, anak nabi Nuh 'alaihis-salam yang tenggelam di air bah, Abu Lahab beserta istrinya, Abu Jahal, dan ayah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam yang bernama Azar. Jika kita tidak berani untuk mengafirkan mereka maka berarti kita telah ragu pada pernyataan dari ayat-ayat Allah Ta'ala dan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

D. MAKNA KAFIR SECARA BAHASA

Di bawah ini ada gambar dua buah model tempat untuk menyimpan telur maupun untuk menyembunyikan batu yang berbentuk telur. Demikianlah arti kafir kalau ditinjau dari segi bahasa atau etimologi, ia sebagaimana mengubur benih ke dalam tanah, atau pula mendindingi sesuatu agar tidak kelihatan.

E. MAKNA KAFIR SECARA SYAR'I

Akan tetapi kalimat (kata) dari kafir itu sendiri sudah menjadi suatu istilah yang syar'i (bersifat syari'at), yaitu orang yang berada di luar agama Islam (non muslim). Oleh karenanya Salafi tidak mau bermain-main dalam menyebut seseorang dengan perkataan "kafir".

Selain itu Salafi juga sangat berhati-hati dalam menyebut seseorang dengan perkataan "murtadd", "thaghut", "musyrik" dan "munafik", lantaran kalimat-kalimat (kata-kata) tersebut mengarah kepada makna kafir.

F. TIDAK IFRATH DAN TIDAK TAFRITH

Kalau kita mau mempelajari kaedah-kaedah Salafi dalam hal takfir maka kita akan berkesimpulan bahwa Salafi merupakan orang-orang yang paling tidak mudah untuk melakukannya.

Oleh sebab itu apabila tiba-tiba ada yang memakai embel-embel Salafi namun sangat enteng dalam memonis kafir pada orang lain, maka dapat dipastikan bahwa dia jahil dan bukan Salafi, tapi kemungkinan samaran dari salah satu sekte berikut ini:
a). Haddadiyyah/ Hajuriyyah
b). Al-Ikhwanul-Muslimun/ Harakiyyah/ Teroris/ Khawarij
c). Syi'ah
d). Asy'ariyyah

Konsep yang benar dalam hal apapun kan tidak ifrath dan tidak tafrith, tidak berlebihan dan tidak pula meremehkan. Kalau tadi kita menyinggung soal berlebihan maka ini mengenai peremehan, yakni golongan yang bermudah-mudahan dalam perkara takfir, seperti halnya sekte murji'ah yang diteladani oleh orang-orang yang anti terhadap manhaj tahdzir yaitu turatsiyyah.

Turatsiyyah ini kadang-kadang ifrath dan kadang-kadang tafrith, kadang-kadang bersikap sebagai khawarij dan kadang-kadang bersikap sebagai murji'ah, tapi maunya mereka disebut Salafi, bagaimana bisa? Sedangkan Salafi sendiri prinsipnya jelas, tidak plin-plan seperti mereka.

Kamis, 08 September 2016

Ternyata Teroris Berakidah Asy'ariyyah (Pertemuan 37)


Ini adalah perseteruan abadi antara orang-orang Asy'ari dengan orang-orang Salafi. Asy'ariyyin bilang bahwa teroris itu beraqidah Salafiyyah, sementara Salafiyyin bilang bahwa teroris itu beraqidah Asy'ariyyah, jadi kalimat mana yang benar?

Untuk menilai kalimat mana yang benar, tentunya kita memerlukan semacam penelitian terhadap beberapa hal, yang diantaranya melalui kitab-kitab rujukan para teroris dan melihat bagaimana sepak terjang mereka selama ini.

Menurut banyak pengakuan bahwa para teroris masa kini dalam belajar ilmu agama adalah merujuk kepada tokoh kontemporer inspirator mereka yaitu yang bernama Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthub.

Kalau saja kita mau untuk sedikit jeli, membaca berbagai tulisan dan penerapan dari dua guru besar terorisme tadi, maka kita akan mendapati bahwa ternyata mereka mengambil butir-butir penyimpangan ber'aqidah dan praktek-praktek keanehan ber'ibadah serta ritual-ritual peringatan bid'ah dari kaum yang berpaham asy'ariyyah.

Paham asy'ariyyah ini cukup identik dengan sifat 20 yang berangkat melalui suatu metode yaitu ta'wil dan tafwidh terhadap makna dari sifat-sifat Allah Ta'ala. Orang-orang yang berpaham asy'ariyyah cukup terkenal dengan acara isra' wa mi'raj dan maulud Nabi serta bertawassul maupun bertabarruk dengan penghuni kuburan dari orang-orang yang diklaim sebagai wali.

Dalam karya-karya besar mereka berdua terdapat banyak ajaran yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip Salafi, terutama tentang hulul atau wihdatul-wujud, ini sebagaimana 'aqidahnya ghulat shufiyyah terutama yang bernama Ibnu 'Arabi.

Berdirinya kelompok sempalan seperti Al-Ikhwanul-Muflisun (Ikhwanul-Muslimin) bermula dari pemikiran dua tokoh utama tadi, termasuk pula munculnya kelompok Al Qaida kemudian ISIS pun tidak pernah lepas dari pengaruh mempelajari buku-buku karangan mereka.

Kelompok Ikhwanul Muslimin yang diberi gelar sebagai Al-Ikhwanul-Muflisun memiliki metode dakwah yang sangat bertentangan dengan manhaj Salaf, yakni mengusahakan agar sebisa mungkin untuk merangkul semua sekte di dalam Islam, baik itu thariqah shufiyyah, asy'ariyyah, jahmiyyah, qadariyyah, jabriyyah, mu'tazilah bahkan syi'ah. Mereka bertoleransi pada perkara yang diperselisihkan dan mereka tolong-menolong pada perkara yang disepakati.

Istilah teroris pada umumnya banyak dipahami dengan seseorang atau kelompok yang anti terhadap Amerika, sehingga hampir-hampir saja terlupakan bahwa mereka sesungguhnya merupakan suatu gerakan untuk mendirikan khilafah.

Intinya teroris itu pada hakikatnya adalah berpaham khawarij, lebih tepatnya kita bilang sebagai neo khawarij, lantaran khawarij masa kini memang jauh berbeda dengan khawarij masa lalu yakni dalam hal rasa takutnya kepada Allah Ta'ala, namun ia memiliki banyak kesamaan dalam prinsip-prinsip dasar yaitu perkara mengkafir-kafirkan penguasa muslim beserta aparatnya yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala.

Yang paling nampak dari sikap orang-orang teroris dan orang-orang yang sepaham dengan mereka yaitu membenci negara 'Arab Sa'udi, baik pemerintahnya terlebih lagi para 'ulama'nya. Jadi bagaimana mungkin teroris itu dianggap sebagai Salafi sementara mereka saja sangat membenci manhaj Salaf?


Batu ini jenis kuarsa origin Sambas, keunikannya adalah ia bisa berubah menjadi kristal setelah seharian direndam dalam minyak zaitun. Maka perubahan tersebut ternyata lebih cepat dari batu krisikola origin Bacan.

Kalau ingin mengubah tampilan batu permata dari sebelumnya yang masih berupa daging dan tawar menjadi jernih dan berwarna, maka bisa dilakukan padanya suatu proses treatment dalam waktu yang jauh lebih singkat ketimbang proses alam yang memerlukan ribuan bahkan jutaan tahun.

Akan tetapi kalau bicara soal khilafah, tidak bisa dengan menggunakan cara singkat sebagaimana proses treatment pada batu permata tadi.

Mereka yang terlalu fokus pada berdirinya sebuah khilafah faktanya sangat banyak melanggar Sunnah dalam metodologi dakwah,  suka main hakim sendiri dan sangat bersemangat dalam upaya menumpahkan darah kaum muslimin yang telah mereka kafirkan.

Itulah di antara alasan, mengapa kaum khawarij masa kini berusaha untuk mengumpulkan berbagai aliran yang ada dalam tubuh umat Islam, yaitu agar orang-orang yang mereka pengaruhi dapat membantu perjuangannya dalam menggulingkan seorang penguasa.

Tapi sesudah maksud dan tujuannya tercapai maka para pendukung yang pernah membelanya akan dihabisi satu-persatu.

Jadi istilah toleransi terhadap perbedaan pinsip 'aqidah dan tata cara ibadah yang mereka koar-koarkan hanyalah kamuflase belaka. Mereka hanya pura-pura, menyamar sebagai Salafi saat menemui orang Salafi, padahal isi ajaran dan sepak terjangnya tidak sedikitpun mencerminkan sebagai Salafi. 

Justru fakta yang kita temukan bahwa para teroris itu ternyata ber'aqidah dan ber'amal dengan 'aqidah dan 'amalan asy'ariyyah.


Selasa, 06 September 2016

Dituduh sebagai Mujassimah dan Musyabbihah, Ini Dia Bantahan Salafi (Pertemuan 36)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين
و الصلاة و السلام على أشرف الأنبياء والمرسلين
و على آله وصحبه أجمعين
أما بعد

Tulisan singkat ini sebagai bantahan kepada orang-orang yang menuduh Salafi sebagai Mujassimah dan Musyabbihah terhadap sifat-sifat Allah Ta'ala

Jism = jasmani atau tubuh
Tajsim = menyatakan bahwa sesuatu itu berjasmani atau mempunyai tubuh
Mujassim = orang yang melakukan tajsim
Mujassimah = suatu keyakinan dari seorang mujassim

Syibh = menyerupai atau menyamai
Tasybih = menyerupakan atau menyamakan antara sesuatu dengan yang lain
Musyabbih = orang yang melakukan tasybih
Musyabbihah = suatu keyakinan dari seorang musyabbih

Dalam perkara sifat-sifat Allah Ta'ala, Salafi menetapkan pembagiannya menjadi dua, yaitu dzatiyyah dan fi'liyyah.

Shifat dzatiyyah adalah sifat yang selalu melekat dengan Allah Ta'ala, seperti 'ilmu (pengetahuan).

Shifat fi'liyyah adalah sifat perbuatan yang menurut kehendak-Nya Dia lakukan dan menurut kehendak-Nya Dia tinggalkan, seperti nuzul (turunnya Allah Ta'ala ke langit dunia di sepertiga malam terakhir).

Salafi tidak ber'aqidah tajsim, yakni tidak menetapkan shifat jismiyyah, lantaran tidak ada dalil baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang menyebutkan perihal jism bagi Allah Ta'ala, adapun sifat wajah, dua tangan, dua mata, dua telinga, betis dan telapak kaki, Salafi memasukkannya ke dalam shifat dzatiyyah.

Salafi mengakui tafwidh (penyerahan) terhadap hakikat dari sifat-sifat Allah Ta'ala, yakni hanya Dia lah yang mengetahui kaifiyyahnya (bagaimana dan tata caranya), namun Salafi mentaqrir (menetapkan) sifat-sifat Allah Ta'ala itu secara makna saja.

Salafi tidak pula ber'aqidah tasybih, yakni tidak menyamakan sifat-sifat Allah Ta'ala dengan sifat-sifat makhluk Nya, lantaran tidak ada yang menyerupai Allah Ta'ala dalam sifat-sifat-Nya tersebut.

Sejatinya ahli ta'wil yang menuduh itulah yang ber'aqidah mujassimah dan musyabbihah.

Istilah ta'wil terhadap sifat-sifat Allah Ta'ala yang bisa diartikan dengan tafsir pada prakteknya adalah tahrif, yakni menyimpangkan suatu makna ke makna lain yang tidak bersesuaian.

Sebagai contoh, kalimat istiwa' (bersemayam) yang semestinya ditafsirkan dengan uluw, irtifa' dan fauqiyyah (atas, tinggi dan luhur), malah mereka ta'wil/ tahrif dengan istaula' (menguasai).

Mengapa mereka menta'wil? Mereka menta'wil karena mereka telah melewati suatu rentetan peristiwa sebagai berikut: Diawali dengan tamtsil/ tasybih (memisalkan, menyerupakan) kemudian ta'thil (meniadakan) kemudian ta'wil/ tahrif.

Ketika ahli ta'wil tadi melakukan tamtsil/ tasybih maka otomatis mereka melakukan tajsim, sehingga tidak berlebihan kalau kita bilang bahwa justru ahli ta'wil itulah yang sebenarnya berperan sebagai mujassimah dan musyabbihah. Ini ibarat menuduh orang lain sebagai maling padahal sebenarnya dirinyalah yang maling.

MANHAJ SALAF DALAM TAUHID ASMA' WA SHIFAT

1. Menetapkan al-asma'ul-husna (nama-nama Allah yang husna/ bagus), dan tidaklah ia disebut husna melainkan karena mengandung sifat-sifat yang maha sempurna.

2. Mensyari'atkan tawassul (berperantara) dengan menyebut nama-nama Allah Ta'ala dan sifat-sifat-Nya sewaktu berdo'a kepada-Nya.

3. Menetapkan tauhid asma' wa shifat berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka ini merupakan tauqifiyyah (kesepakatan), di mana tidak ada medan untuk berijtihad dengan melakukan qiyash (pertimbangan) di dalamnya, sehingga tidak ada peluang bagi akal untuk ikut campur urusan ini.

4. Dalam tauhid asma' wa shifat tidak boleh dilakukan terhadapnya takyif (membagaimanakan/ bertanya bagaimana), tamtsil (memisalkan, menyontohkan), tasybih (menyerupakan, menyamakan), ta'thil (meniadakan, menghilangkan), ta'wil (menafsirkan secara qiyash), tahrif (menyimpangkan, membelokkan) dan tafwidh (menyerahkan, yakni dalam ma'na).

5. Salafi hanya mentafwidh hakikat dari sifat-sifat Allah Ta'ala, tapi tidak mentafwidh maknanya, lantaran maknanya sudah maklum. Sebagai contoh, makna wajah itu maklum tapi hakikatnya hanya Allah yang maha tahu.

6. Salafi berlepas diri dari tuduhan mujassimah dan musyabbihah. Sehingga Salafi tidak pernah menyebutkan bahwa Allah Ta'ala punya jism, melainkan menetapkan bahwa Dia adalah Dzat, yakni Dzat yang tiada tandingan dan tiada bandingannya.

7. Salafi meyakini bahwa Allah Ta'ala berada di atas langit, Dia bersemayan di atas 'Arasy, mengatur segala urusan dan Maha Tinggi di atas segenap makhluk. Ini sebagai tanda bahwa Allah Ta'ala memang wujud. Sementara ahli ta'wil mengingkari sifat ini, seakan-akan mereka mentasybih terhadap Allah Ta'ala dengan sesuatu yang tidak ada.


Ini gambar cincin permata zamrud, mahalnya batu permata tersebut tidak dinilai dari mana batu itu berasal, bukan karena Rusianya dan bukan pula karena Columbianya, tapi ia dinilai mahal karena kualitas keindahan warnanya, besar caratnya, cukup kejernihannya dan hasil asahannya.

Kebenaran seseorang tidak dinilai dari apakah dia sebagai habib alias zuriyat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak karena dia seorang anak bangsawan keturunan raja, dan tidak pula karena dia anak dari seorang yang kaya raya.

Kebenaran seseorang dinilai dari kejujurannya di dalam beragama, sehingga dia tidak mengutak-atik sesuatu yang sudah jelas hujjahnya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dan dia senantiasa berada di atas prinsip as-salafush-shalih dalam pemahamannya.



Kamis, 01 September 2016

Rahasia di Balik Nilai (Pertemuan 35)


Kebiasaan untuk membuat nilai perhari adalah kunci rahasia bagi seorang wirausaha yang menginginkan penghasilan besar. Kunci rahasia ini penting untuk kita miliki agar karenanya kita akan terus berkarya kapan dan di manapun kita berada.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk menilai suatu kekayaan seringkali dilihat dari sisi keuangan, hanya saja bentuk keuangan tersebut tidak mesti dalam rupa yang tunai. Karena seorang wirausaha bisa saja memiliki banyak piutang, beberapa rumah sewa atau sejumlah barang koleksi. Di mana semua itu adalah nilai lebih yang tersimpan di balik profesinya sebagai wirausaha.

Sebagai upaya untuk pendekatan makna dari suatu nilai yang sebenarnya hendak kita angkat, ada baiknya kita menyinggung tiga hal di bawah ini:

1. "Ilmu itu didapat dengan cara belajar". Oleh karenanya seorang penuntut ilmu senantiasa belajar di setiap ada kesempatan, kalau di dunia pendidikan orang bilang: "Baik itu secara formal maupun informal", kalau di dunia network marketing orang bilang: "Baca buku, dengar kaset dan hadir di pertemuan".

Ilmu itu untuk diamalkan, kalau ilmu bukan untuk diamalkan maka hilanglah fungsi ilmu tersebut. Sementara amal juga harus berdasarkan ilmu, kalau amal tidak berdasarkan ilmu maka amalannya menjadi sesat lagi menyesatkan.

Orang yang terbaik adalah orang yang mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Ilmu yang diajarkan tidak akan pernah berkurang melainkan ia menjadi bertambah dan bertambahnya ilmu tatkala ia disampaikan seringkali dapat kita rasakan.

2. Seorang penjual yang berdedikasi akan selalu memperbanyak kegiatan presentasi kepada siapa pun yang dia temui tanpa harus memandang apakah prospek itu terlalu tua, terlalu muda, terlalu kaya atau terlalu miskin, dia juga terus memperbagus pelayanan, tetap menjaga reputasi dan senantiasa memperunik produk yang hendak dia pasarkan.

3. Seorang pengrajin yang inovatif akan tetap memaksimalkan jumlah dan mutu dari produk yang dia buat, apakah itu pesanan maupun sekedar stock.

Baik sebagai penuntut ilmu, penjual dan pengrajin atau profesi lain, nilai yang luar biasa dapat mereka raih ketika mereka sudah meletakkan suatu target yang hendak mereka capai. Meskipun yang namanya target bukanlah sebuah kepastian namun setidaknya ada semacam upaya untuk menjadi lebih baik dari keadaan semula.

Berikut ini angka-angka yang sudah diketahui rata-rata orang:
1 juta = 100 ribu x 10 lembar
3 juta perbulan = 100 ribu perhari
15 juta perbulan = 500 ribu perhari
30 juta perbulan = 1 juta perhari
1 milyar = 1000 juta

Target yang sudah ditentukan mesti setara dengan nilai dari karya yang dibuat. Taruhlah kita menginginkan penghasilan extra 15 juta perbulan, di mana ini berarti kita membuat suatu karya yang nilainya 500 ribu perhari. Penghasilan extra tersebut meskipun belum berupa uang tunai, tapi setidaknya nilainya telah kita dapatkan. Ini sebagaimana seorang tukang gosok batu, dia menargetkan membuat  5 permata extra setiap hari yaitu diluar tugasnya dalam menyelesaikan orderan. Tiap permata memiliki nilai 100 ribu perbutir, itu berarti dia telah membuat nilai 500 ribu perharinya, sehingga dalam sebulan penghasilan extranya adalah 15 juta.

Menyesuaikan antara nilai karya dan pencairan dana seringkali menjadi momok bagi sebagian orang, sehingga diperlukan kepiawaian dalam menanggulangi momok tersebut. Namun ini dapat di antisipasi dengan cara melakukannya secara tahap pertahap. Tahap yang terpenting adalah tidak menjadikan suatu target sebagai prioritas utama, karena target tersebut dibuat hanya agar penghasilan kita bisa berlebih dari biasanya, itu saja.

Semoga kita dapat memaksimalkan waktu yang kita miliki dengan menjawab sepuluh pertanyaan:

01. Nilai lebih apa yang kita buat saat duduk santai di warung kopi?
02. Nilai lebih apa yang kita buat saat mati lampu?
03. Nilai lebih apa yang kita buat saat terbaring menjelang tidur?
04. Nilai lebih apa yang kita buat saat menunggu seseorang?
05. Nilai lebih apa yang kita buat saat sedang mengantri?
06. Nilai lebih apa yang kita buat saat duduk di kursi kantor?
07. Nilai lebih apa yang kita buat saat bepergian?
08. Nilai lebih apa yang kita buat saat kedatangan tamu?
09. Nilai lebih apa yang kita buat saat memasak di dapur?
10. Nilai lebih apa yang kita buat saat ronda malam?

Jika kita membuat nilai lebih dengan menulis artikel di blogger, menyiapkan video untuk diuploud ke youtube, mendengarkan pidato melalui audio mp3, melakukan serangkaian sponsoring, membaca buku, bereksperiment, dan lain sebagainya dari kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, maka kapasitas diri akan terus meningkat dan keberhasilan pun menjadi semakin dekat.


Pak Pardi bersama bongkahan green vulkanik seberat 3 kg