Kalau kita perhatikan kalimat (kata) manhaj, sunnah, atsar, syari'at, shirath, thariq, sabil dan sirah, maka kita mendapati bahwa maknanya adalah sama yaitu "jalan". Jadi apabila salah satu kalimatnya disebut niscaya kalimat yang lainnya akan ikut.
Adapun penjabarannya akan kita uraikan secara singkat di bawah ini insya Allah:
1. Manhaj (Jalan yang terang)
Telah kita maklumi bersama bahwa agama Islam telah terpecah-belah menjadi beberapa golongan, dan setiap golongan pasti merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya, yakni masing-masing tentu membanggakan manhajnya (jalannya, caranya, metodenya, pemahamannya dan prinsipnya).
Untuk mengetahui golongan mana yang diikuti oleh seseorang biasanya dapat dilihat dari manhajnya, yaitu dari sisi bagaimana pemahaman atau prinsipnya dalam menjelaskan maupun berperilaku terhadap urusan akidah, ibadah maupun dakwah.
2. Sunnah (Cara)
Jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan hukum fiqih maka ia adalah kebalikan dari makruh, sehingga sunnah merupakan "sesuatu yang mendapat pahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan".
Namun jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan dalil atau hujjah selain dari Al-Qur'an maka kalimat yang dimaksud adalah "hadits", yakni apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik itu perkataan, perbuatan maupun persetujuan.
Akan tetapi jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan manhaj salaf maka ia bermakna "atsar" yakni mencakup sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabat radhiyallahu 'anhum.
Kita sering mendengar istilah "ahlus-sunnah", maka kalimat "sunnah" yang dimaksud dalam hal ini adalah syari'at, yakni peraturan, undang-undang maupun hukum yang ada di dalam ajaran Islam, di mana syari'at itu bersumber dari Al-Qur'an, Al-Hadits dan Al-Atsar.
3. Atsar (Jejak)
Atsar artinya adalah jejak, sebagaimana perkataan: "tidak tampak padanya atsarus-safar (bekas-bekas perjalanan jauh), dan sebagaimana perkataan: "min atsaris-sujud" (dari tanda sujud yang membekas di dahi).
Jika dikaitkan dengan manhaj salaf maka "atsar" bermakna "sirah" (peri kehidupan), yakni riwayat tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhillahu 'anhum.
Dalam perkara mengambil hukum dari suatu dalil, para imam madzhab lebih mengutamakan atsar shahabat ketimbang melakukan qiyash, meskipun qiyash merupakan salah satu sumber dari hukum Islam. Qiyash adalah membandingkan suatu perkara dengan dalil, sebagaimana mengiyash gandum dengan beras dalam urusan zakat fithrah lantaran sama-sama makanan pokok.
4. Syari'at (Peraturan, undang-undang, hukum)
Syari'at adalah qanun, yakni peraturan, undang-undang dan hukum. Jika dikatakan bahwa: "perkara itu telah disyari'atkan" maka ia berarti bahwa perkara itu telah menjadi peraturan, undang-undang dan hukum di dalam Islam.
Dengan diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul, maka otomatis syari'at nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu menjadi terhapus, seperti syari'at bertaubat dengan cara bunuh diri pada zaman Nabi Musa alaihis-salam.
Adapun ibadah haji yang awalnya disyari'atkan pada zaman Nabi Ibrahim 'alaihis-salam, ia tetap dilanjutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi syari'at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta umatnya.
Ini sebagaimana ibadah shaum (puasa) yang juga telah didisyari'atkan kepada umat-umat terdahulu.
5. Shirath (Titian)
Kita senantiasa memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia memberikan hidayah (pentunjuk) kepada kita untuk menuju ash-shirathal-mustaqim (jalan yang lurus).
Di antara kisah tentang ash-shirathal-mustaqim ini adalah tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengaris satu garis lurus kemudian membaca: "Haadza sabiilullahi mustaqiiman fat-tabi'uuhu! (Inilah jalan Allah yang lurus maka ikutilah dia!)".
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menggaris dengan banyak garisan di sisi kanan dan kirinya lalu mengatakan: "Tidaklah pada tiap-tiap garisan yang banyak ini melainkan ada syaithan yang menyeru kepadanya".
Demikianlah keadaan ash-shiratal-mustaqim yang dipenuhi dengan berbagai godaan dalam menjalaninya.
Shirath juga merupakan titian membentang yang berada di atas kobaran nar pada hari akhirat, di mana halusnya seperti rambut yang dibelah tujuh dan tajamnya melebihi mata pedang, semoga kita diselamatkan oleh Allah Ta'ala saat melaluinya.
6. Thariq (Jalan, lorong, gang)
Ketika dikatakan bahwa "Fulan fith-thariq" maka ia juga bisa dikatakan bahwa "Fulan fisy-syari'" atau "Fulan fis-sayr", yakni fulan berada di jalan, lorong atau gang.
Sementara thariqah (thariq+ah) yang memiliki makna syari'at dan sirah serta sunnah, adalah berarti kaifiyyah atau uslub, yakni cara atau metode.
Kalimat "thariqah" juga dijadikan suatu istilah untuk menunjukkan suatu madzhab (aliran).
7. Sabil (Jalan)
Kita sering mendengar perkataan "fi sabilillah (di jalan Allah)", dan perkataan "ibnus-sabil (musafir, anak jalanan atau gelandangan)".
Ketika dikatakan "Laysa laka sabil (Kamu tak punya jalan)", maka kalimat sabil tersebut bermakna hujjah, dalil atau alasan, sehingga perkataan tadi berarti "Laysa laka hujjah (Kamu tak punya hujjah)", "Laysa laka dalil (Kamu tak punya dalil)", atau "Kamu tak punya alasan".
8. Sirah (Perjalanan)
Sirah adalah qishshah aw tarikh aw suluk (kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan), sebagaimana sirah nabawiyyah, yakni kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar