Minggu, 18 September 2016

Apabila Logika Dipaksakan untuk Ikut Campur Urusan Islam (Pertemuan 43)

Logika yang dipaksakan tidaklah ia melahirkan kecuali hanya keragua-raguan, oleh karena itu kita akan menjabarkan tujuh alasan penting mengapa sesuatu yang bernama logika tidak perlu untuk ikut campur dalam urusan agama, antara lain:

1. Logika Bersifat Tidak Pasti, Plin-plan dan Cenderung Berubah-ubah.

Kemarin bicara begini, hari ini bicara begitu dan besok entah bicara apa lagi? Ini lantaran logika mudah terpengaruh oleh kondisi kejiwaan seseorang.

Saat cuaca terasa panas, sebagian orang mungkin saja merasa sulit untuk mengontrol temperament, maka pada saat itu posisi logika telah dikuasai oleh kondisi kejiwaannya, sehingga sebagian orang tidak bisa untuk berpikir baik sampai kondisi kejiwaannya tersebut kembali normal.

2. Tiap Orang Punya Cara Sendiri-sendiri dalam Berlogika.

Kena sepuluh orang yang membahas Islam dengan cara berlogika, maka bisa menjadi sepuluh aliran yang bakal tercipta. 

Faktor latar belakang, baik itu pendidikan, pergaulan, usia maupun jenis kelamin dapat menjadi alasan mengapa terjadi perbedaan manusia dalam cara menggunakan logikanya.

3. Logika itu Diatur Agama, Bukan Malah Mengatur Agama

Logika mencakup pemikiran dan keyakinan, oleh karenanya para nabi diutus untuk mengatur logika tersebut, yakni dari pemikiran dan keyakinan terhadap berhala kepada pemikiran dan keyakinan tauhid hanya kepada Allah Ta'ala.

4. Berlogika Ala Filosof dan Sufi, Bukanlah Ajaran yang Islami.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkan tashawwuf, dengan bukti bahwa tashawwuf merupakan modifikasi antara ajaran Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ajaran filsafat, sementara filsafat tersebut berasal dari Yunani, Hindia dan Romawi.

5. Mengembalikan Agama kepada Logika adalah Sumber Perpecahan Umat.

Ajaran filsafat dan tashawwuf adalah salah satu biang kerok dari perpecahan umat. Seperti munculnya sekte yang bernama Murji'ah, Jahmiyyah, Mu'tazilah, Asy'ariyyah dan Thariqah-thariqah Shufiyyah serta Jama'ah Tabligh merupakan pengaruh dari ajaran ini.

Syi'ah Imamiyyah yang konon katanya pecinta Ahlul-Bait ternyata juga menerima ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berakidah.

Sementara Khawarij seperti halnya harakah Al-Ikhwanul-Muslimin pun tidak lepas dari ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berdakwah.

6. Mengambil Zhahir Ayat dan Hadits tetapi Mengembalikan Pemahamannya kepada Logika dapat Membahayakan Islam dan Kaum Muslimin.

Ketika sebagian kaum muslimin sudah berpaling dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-Shalih, maka menjadi rusaklah prinsip manhaj, keyakinan akidah, amalan ibadah serta metode dakwah mereka. 

Ini sebagaimana sekte Khawarij yang berpegang pada zhahir ayat dan hadits namun mengembalikan pemahamannya kepada logikanya yakni meninggalkan pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum, sehingga dengan mudahnya kaum Khawarij itu mangafirkan dan membunuh kaum muslimin yang bahkan hanya gara-gara tidak sejalan dengan madzhab mereka. 

7. Filosof Generasi Awal Hanya Menjadikan Filsafat untuk Mencari Kebenaran dan Tidak Menentang Ajaran Islam.

Dulu filsafat digunakan sekedar untuk mencari kebenaran, sekedar untuk membuktikan bahwa pencipta alam semesta itu ada, sekedar untuk menjelaskan perlunya nabi diutus ke muka bumi dan sekedar untuk menetapkan agama mana yang sesuai dengan naluri manusia.

Ketika mereka telah menemukan kebenaran, telah terbukti bagi mereka bahwa pencipta alam semesta adalah Allah Ta'ala, telah jelas bagi mereka bahwa nabi terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, telah tetap bagi mereka bahwa agama yang sesuai dengan naluri manusia adalah Islam, maka langkah berikutnya adalah tinggal beriman saja terhadap segala kabar dan tinggal taat saja terhadap segala perintah dari Allah Ta'ala, dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari ajaran Islam.

Maka setelah itu filsafat sudah tidak berguna lagi, karena apabila filsafat itu dipaksakan maka dampaknya tidak lain kecuali keraguan belaka, lantaran bukannya langsung beriman dan taat malah segalanya maunya serba dipertanyakan.

Di bawah ini gambar batu mirip telapak kaki, seni alamiah yang bisa juga dikategorikan suiseki.

Bicara tentang telapak kaki, bicara juga tentang siapa yang dianggap menginjak dan siapa yang merasa diinjak, bicara juga tentang apakah seseorang memosisikan logika berada dibawah ataukah malah ia diposisikan di atas agama?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar