Sabtu, 31 Desember 2016

Bathilnya Terjemahan Tiada Tuhan Selain Allah (Pertemuan 57)

Jika kalimat Laailaahaillallaah diterjemahkan dengan "Tiada tuhan selain Allah" maka akan didapati dua kebathilan padanya:
*Kebathilan Pertama: Semua yang dipertuhankan oleh manusia dinamai Allah, ini adalah perkara yang bathil karena tidak boleh diterima kalau orang shalih atau malaikat yang dianggap tuhan oleh sebagian manusia disebut sebagai Allah.
*Kebathilan Kedua: Yang dipertuhankan oleh manusia itu tidak ada kecuali Allah, ini pun adalah perkara yang bathil karena pada kenyataannya sebagian manusia ada yang menuhankan orang shalih atau malaikat.

Terjemahan yang tepat dari kalimat Laailaahaillallaah adalah Laa ma'buuda bihaqqin illal-laah, "Tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah" dengan dua alasan:
*Alasan Pertama: Kaum musyrikin Mekkah pada zaman jahiliyyah mengakui bahwasanya Allah Ta'ala lah yang menciptakan langit dan bumi, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan dan mengabulkan do'a, namun tatkala mereka diajak oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengucapkan kalimat Laailaahaillallaah mereka menolak dengan mengatakan: "Apakah engkau hendak menjadikan ilah-ilah kami ini kepada ilah yang satu, sungguh ini benar-benar suatu yang aneh". Mereka menolak karena mereka orang Arab yang paham betul makna dari Laailaahaillallaah, kalau mereka mengucapkannya berarti mereka harus meninggalkan ilah-ilah lain dan menetapkan Allah Ta'ala sebagai ilah yang haqq. Tuntutan kalimat Laailaahaillallaah membuat mereka agar jangan lagi menjadikan orang shalih atau malaikat sebagai perantara antara diri mereka dengan Allah Ta'ala, jangan lagi mencari berkah dengan cara beri'tikaf di kuburan, jangan lagi menyembelih hewan kurban untuk penunggu pohon, jangan lagi menggantungkan nasib kepada sebongkah batu, jangan lagi melakukan semua peribadatan kecuali kepada Allah Ta'ala semata.
*Alasan kedua: Allah Ta'ala berhak diibadahi karena Dia yang telah menciptakan segala sesuatu, sementara selain-Nya adalah ilah-ilah yang bathil karena mereka tidak dapat menciptakan apapun bahkan mereka sendiri diciptakan.

Di bawah ini beberapa terjemahan yang bathil terhadap kalimat Laailaahaillallaah:
1. Laa ma'buuda illal-laah, tiada yang diibadahi selain Allah, ini adalah terjemahan yang bathil, karena kenyataannya sebagian manusia ada yang beribadah kepada dewa-dewi, penguasa laut, penunggu gunung dan penjaga goa. Terjemahan yang benar adalah memasukkan kata "bihaqqin" sehingga menjadi Laa ma'buuda bihaqqin illal-laah sebagaimana yang telah disebutkan di muka.
2. Laa khaaliqa illal-laah, tiada pencipta selain Allah, ini kalimat yang haqq namun belum bisa mewakili kalimat Laailaahaillallaah, sebagaimana yang telah diceritakan mengenai kaum musyrikin jahiliyyah.
3. Laa haakimiyyata illal-laah, tidak ada hakim selain Allah, ini adalah kalimat yang haqq namun seringkali dimaukan padanya kebathilan, kalimat ini seringkali disimpangkan oleh orang-orang yang berpemahaman khawarij yang dengannya mereka mengafirkan kaum muslimin yang tidak berhukum dengan hukum Allah Ta'ala. Kalimat ini tidak bisa mewakili kalimat Laailaahaillallaah karena itu kaum khawarij membunuhi kaum muslimin yang tidak sepaham dengan mereka namun membiarkan hidup para penyembah berhala.

Ada tiga redaksi di dalam Al-Qur'an bagi orang-orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah Ta'ala:
a). Fa-man lam yahkum bi-maa anzalal-laahu fa-ulaaikahumul-kaafirun, "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan maka mereka itu kafir" Ayat ini sebenarnya berlaku pada orang-orang yang menganggap bahwa hukum Allah Ta'ala itu tidak relevan lagi untuk saat sekarang, menganggap bahwa perundang-undangan buatan manusia itu lebih baik dari hukum Allah Ta'ala, maka dalam hal ini secara sepakat bahwa orang itu telah kafir, dan itupun telah sampai padanya nasehat namun dia tidak memperdulikannya.

b). Fa-man lam yahkum bi-maaa anzalal-laahu fa-ulaaika-humul-faasiquun, "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan maka mereka itu fasiq", fasiq adalah pembuat maksiat dan dia belum tentu kafir, orang ini tidak menganggap hukum buatan manusia itu lebih baik dari hukum Allah, hanya saja dia mengikuti hawa nafsu ketika memutuskan perkara dengan undang-undang manusia.
c). Fa-man lam yahkum bi-maa anzalal-laahu fa-ulaaika-humuzh-zhaalimuun, "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan maka mereka itu zhalim", zhalim pun belum tentu kafir, ini sebagaimana hukum fasiq, disebut zhalim karena tidak adil, meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya.
Sayangnya kaum khawarij hanya mengambil redaksi pertama, lalu menafsirkannya dengan semaunya, sehingga mereka menterjemahkan kalimat tauhidnya menjadi Laa haakimiyyata illal-laah, tiada hakim selain Allah, lalu setelah itu mereka menghalalkan darah kaum muslimin yang tidak sehaluan dengan prinsip mereka, ketika shalih menjadi salah akhirnya jihad menjadi jahat.

4. Laa maujuuda illal-laah, tidak ada yang ada kecuali Allah, ini jelas suatu yang sangat bathil yang mengarah kepada hulul (penitisan) dan wihdatul-wujud (menyatunya Dzat Allah di tubuh tiap makhluk), ini merupakan kesyirikan yang dibuat-buat oleh kaum shufi ghulat seperti Ibnu 'Arabi.
5. Laa akbara illal-laah, tiada yang besar selain Allah, ini pernah penulis dengar dari beberapa tablighi (anggota jama'ah tabligh), kalimat ini tidak dapat mewakili makna Laailaahaillallah, jika tablighi memahami dengan benar kalimat Laailaahaillallah tentu dia tidak bisa berlama-lama di tubuh jama'ah tabligh, karena kelompok ini tidak menitik-beratkan dakwahnya kepada Laa ma'buuda bi-haqqin illal-lah, bahkan mereka menganggap makna yang shahih ini sebagai pemecah-belah persatuan Islam, padahal sesungguhnya mereka lah yang telah membuat aliran baru di dalam Islam sehingga kaum muslimin semakin tercerai-berai menjadi bertambah banyak. Ya, jelas, dengan bertambahnya satu aliran baru di dalam Islam berarti menambah jumlah perpecahan di kalangan kaum muslimin, itulah hizbi/ kelompok/ golongan/ partai. Tiada yang besar selain Allah memiliki makna bahwa apa yang ada pada apapun yang kita lihat, dengar dan rasakan sebagai kebesaran-Nya, sehingga fokus utama seruan mereka kepada kebesaran Allah Ta'ala dan keagungan-Nya, namun mengabaikan makna yang sebenarnya dari kalimat Laailaahaillallah.

Ini bukan soal seseorang yang boleh berpendapat, ini soal ijma' (konsensus para 'ulama'), ini soal ahlul-hadits yang lebih mengerti ayat-ayat Al-Qur'an, ini soal yang apabila Al-Qur'an, Al-Hadits dan Ijmaa'ul-'ulamaa' telah menetapkannya yang setelah itu tiada siapapun boleh untuk berpendapat lain, tidak halal bagi kaum muslimin untuk berpendapat lain apabila dalilnya sudah sangat jelas menetapkannya, sebagaimana ketetapan wajibnya shalat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan, zakat apabila sudah sampai nishabnya dan haji ke baitullahil-haram bagi yang mampu mengadakan perjalanan menujunya.

Rabu, 28 Desember 2016

Al-Qur'an Bukan Teori (Pertemuan 56)

Seorang ustadz yang tidak ingin penulis sebutkan namanya pernah berkata dalam audio ceramahnya: "Kalau Al-Qur'an adalah teori maka Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam adalah prakteknya". Setelah mendengar audio ceramah beliau, penulis pun menyimpan kalimat tersebut sambil betanya-tanya di dalam hati, apakah Al-Qur'an itu teori? Akan tetapi penulis tetap yakin bahwa tidaklah yang dimaksudkan oleh al-ustadz melainkan kebaikan, sebab saat menyebutkan kalimat tadi beliau menggunakan kata "kalau" yang memberi kesan bahwa beliau agak ragu dalam menyatakannya, kita ulangi "Kalau Al-Qur'an adalah teori maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah prakteknya".

Suatu hari penulis mendengar suatu kalimat dari seorang teman: "Al-Qur'an kan teori sedangkan prakteknya adalah Nabi Muhammad (shallallahu 'alaihu wa sallam)", penulis masukkan shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam tanda kurung karena saat itu beliau tidak bershalawat. Penulis pun yakin bahwa beliau ini tidak bermaksud melainkan kebaikan.

Ketika mendengar kalimat "Al-Qur'an kan teori..." tiba-tiba muncul rasa tidak nyaman di dalam hati, ada sentilan kuat yang berdenyut keras semacam kejut pada jantung. "Tidak salahkah pernyataan bahwa 'Al-Qur'an kan teori...'?". Maka berangkat dari perasaan bimbang inilah penulis mulai mengkaji akan benar atau salahnya ungkapan itu?

Kita pernah mendengar ada yang namanya teori bigbang kan? Yaitu teori tentang asal mula alam semesta ini dari satu ledakan besar yang mengembang?. Kita pernah mendengar teori darwin kan? Yaitu teori tentang asal mula manusia dari makhluk yang bernama kera?. Baiklah, lantaran sudah banyak yang tahu maka penulis tidak perlu untuk berpanjang lebar membahas dua teori tersebut. Hanya saja penulis ingin mengajukan dua pertanyaan yang sangat mendasar. Pertama: Kira-kira teori bigbang dan teori darwin itu masih berupa teori atau sudah fakta? Kedua: Perlukah teori bigbang dan teori darwin diuji kebenarannya?

Nah sekarang, apakah kita akan melakukan uji kebenaran dulu terhadap ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana kita menguji kebenaran teori bigbang dan teori darwin, yang setelah diuji maka kita boleh memutuskan untuk percaya atau tidak percaya? Akankah kita akan mendustakan sebagian ayat-ayat Allah Ta'ala apabila kita tidak mendapatinya bersesuaian dengan logika?

Pada kesempatan yang baik ini penulis tidak merasa perlu untuk mencantumkan apa definisi dari kata "teori", penulis cuma ingin mengatakan bahwa apabila pembaca paham betul makna dari kata "teori" maka pembaca tentu tidak rela kalau Al-Qur'an disebut sebagai teori.

Yang lebih penting bagi kita kaum muslimin adalah mengingat kembali definisi daripada Al-Qur'an: Al-Qur'an adalah perkataan Allah Ta'ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang beliau terima melalui wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril alaihis-salam, yang diriwayatkan secara mayoritas para shahabat radhiyallahu 'anhum, membacanya adalah ibadah terhitung pahala dari tiap hurufnya, dan yang ayat-ayatnya tetap terjaga sepanjang masa dari sekecil apapun perubahan sampai hari kiamat.

Jika kita menemukan ada sesuatu yang bersesuaian dengan Al-Qur'an maka kita katakan bahwa hal itu bersesuaian dengan ayat Al-Qur'an seperti cocoknya teori bigbang, jika kita menemukan ada sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur'an maka kita katakan bahwa hal itu bertentangan dengan ayat Al-Qur'an seperti tidak cocoknya teori darwin. Karena itu Al-Qur'an adalah patokan kebenaran bukan teori.

Selasa, 27 Desember 2016

Kupas Tuntas Tentang Niat (Pertemuan 55)

Ada suatu pemahaman yang menyatakan bahwa haji itu tidak mesti di bulan dzul-hijjah, wukuf tidak mesti di tanggal sembilannya dan tidak mesti di padang 'arafah. Model pemahaman semacam ini muncul lantaran berpandangan niat itu yang penting ikhlash, yang penting menunaikan ibadah, adapun soal tata caranya terserah kita.

Apa pendapat kita kalau ada seseorang yang ikhlas untuk mendirikan shalat zhuhur di mesjid, gerakan-gerakan shalat yang hendak dia kerjakan pun sesuai contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, orang tersebut lalu mulai mengambil pengeras suara untuk mengumandangkan adzan akan tetapi jarum jam baru menunjukkan pukul sepuluh nol-nol?

Setelah diteliti ternyata ibadah itu tidak cukup dengan hanya mengikhlashkan niat pada Allah Ta'ala semata. Oleh sebab itu kita akan menjabarkan secara singkat makna dari innamal-a'maalu bin-niyyaat.

Innama (إنما), kalimat ini biasa diterjemahkan dengan "Sesungguhnya" yakni berfungsi sebagai penekanan, padahal kalimat tadi terdiri dari inna (إن) yang berarti "sesungguhnya" dan maa (ما) yang berarti "tidaklah" yang jika digabungkan menjadi innamaa maka artinya "sesungguhnya hanya saja, tidak lain".

Dalam beberapa kasus innamaa ia tidak dimaksudkan sebagai mutlak, seperti innamaa anta mundzir (إنما أنت منذر) "Sesungguhnya engkau hanya pemberi peringatan", pertanyaannya apakah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam hanya sebagai seorang penyampai kabar ancaman, sedangkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga sebagai basyir (بشير) yang berarti "penyampai kabar gembira".

Allah Ta'ala mengatakan: "innamal-hayaatud-dunya illa laibuw wa lahwun..." (...إنما الحياة الدنيا إلا لعب و لهو) "Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah main-main dan senda gurau..." pertanyaannya apakah kehidupan dunia itu hanya main-main dan senda gurau? Sementara dalam kehidupan di dunia ini juga sebagai ladang amal bagi kita untuk persiapan akhirat, maka berdasarkan hal ini kita menyatakan bahwa kalimat innamaa tidak menunjukkan sifat mutlak.
Innamal-a'maalu bin-niyyaat (إنما الأعمال بالنيات) "Sesungguhnya amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niat-niatnya", kalimat innamaa dalam penggalan hadits ini juga tidak bersifat mutlak lantaran masih memerlukan tata cara yang benar sesuai bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Penggalan hadits ini mengajarkan bahwa faktor niat merupakan faktor yang utama dan paling penting saat menjalankan amal ibadah.

Al-A'maal (الأعمال) "'amal-'amal", yakni segala amal ibadah yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebut sebagai ibadah karena memerlukan niat yang benar yang teruntuk hanya kepada Allah Ta'ala semata tanpa yang lain, sedang amalan-amalan yang bersifat mubah seperti makan, minum, tidur dan lain sebagainya tidak diperlukan suatu niat ketika hendak melakukannya. Namun suatu perbuatan yang bersifat mubah jika didahului dengan bacaan dzikir seperti membaca bismillah dan menggunakan tangan kanan ketika hendak makan maka amalan tersebut bisa bernilai ibadah.

Bin-niyyaat (بالنيات) "dengan niat-niat", lafazh bi (ب) yang diterjemahkan "dengan" bermakna syarat, yakni syarat sahnya amal, meskipun ia bisa pula bermakna penyempurna amalan, hanya saja kalau dimaknakan dengan penyempurna amalan maka suatu niat boleh digunakan dan boleh pula ditinggalkan. Untuk amalan yang bersifat mubah maka suatu niat merupakan penyempurna namun untuk amalan yang bersifat ibadah seperti shalat, sedekah, shaum, haji dan lain sebagainya maka suatu niat merupakan syarat sah daripada amalan-amalan tersebut.

An-niyyaat (النيات) "niat-niat", merupakan kata jamak dari niat, disebut niat-niat karena membicarakan amal-amal, sehingga setiap amal harus memiliki niat dan tidak boleh satu amalan ibadah pun tanpa disertai dengan niat, yakni niat ikhlash hanya kepada Allah Ta'ala tidak kepada selain-Nya.

Perkara niat adalah perkara hati, atau ia adalah pekerjaan hati, jadi bukan urusan lisan. Dalam hal ini memang ada ikhtilaf di kalangan ulama fiqih, akan tetapi pendapat yang paling rajih adalah yang tidak bertalaffuzh, yakni tidak melafazhkannya dengan lisan, yakni cukup di dalam hati saja.

Jika setiap ibadah memerlukan niat yang ikhlash dan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, lantas apakah jihad merupakan suatu amal ibadah yang memerlukan dua syarat tadi? Ya, jihad atau al-amru bil-ma'ruuf wan-nahyu 'anil-munkar merupakan ibadah yang mesti mencukupi syarat-syarat yang jika syarat-syarat itu belum cukup maka ia tidak sah untuk dilakukan. Syarat-syarat jihad:
1. Ikhlash
2. Ikut bimbingan Rasul seperti:
-Tidak melakukan mudzlah/ tidak boleh mencacati mayat
-Tidak boleh membunuh perempuan dan anak-anak
-Harus mendapat izin penguasa -Kekuatan seimbang
-Tidak boleh berkhianat kepada kelompok, tidak boleh mengingkari janji dalam gencatan senjata terhadap luar kelompok
Jika larangan-larangan dalam jihad dilanggar maka jihad tadi bukan mendapatkan pahala bahkan bisa berdosa dan dapat memperburuk nama baik Islam serta kaum muslimin.

Ikhlash tidak bisa diartikan dengan "tulus", karena "tulus" terkesan tidak mengharap apa-apa, tidak berharap balasan apa-apa, sedangan ikhlash bermakna hanya berharap balasan dari Allah Ta'ala semata tidak kepada selain-Nya.

Lawan dari ikhlash adalah syirik, dan riya' termasuk daripada syirik, namun riya' tersebut merupakan syirik kecil yang tidak membatalkan Islam seorang muslim. Riya' itu hanya pada urusan ibadah, bukan pada urusan dunia, sehingga riya' tidak bisa diartikan "pamer", lantaran pameran barang-barang bukan tergolong riya'.

Ibadah itu segala sesuatu yang diridhai oleh Allah Ta'ala dan dicintai-Nya yang mencakup amalan zhahir maupun bathin, seperti: do'a, i'tikaf, harap, takut, tawakkal, thawwaf, isti'anah, istighatsah, rukun Islam, rukun Iman dan rukun dan lain-lainnya Islam. Takut pada binatang buas bukan syirik, tapi takut pada musibah yang mampu ditimpakan oleh orang yang sudah meninggal dunia maka itu syirik. Isti'anah adalah memohon pertolongan yang bersifat tidak mendesak, istighatsah adalah memohon pertolongan yang bersifat mendesak

Kesimpulan dari innamal-a'maalu bin-niyyaat adalah: SESUNGGUHNYA SEGALA AMAL IBADAH YANG DIAJARKAN OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM HANYALAH BERGANTUNG PADA NIAT YANG IKHLASH UNTUK ALLAH SEMATA TIDAK UNTUK YANG LAIN.

Senin, 26 Desember 2016

Benih-benih Radikalisme (Pertemuan 54)

Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh orang yang menginginkan perubahan dan pembaharuan di bidang sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.

Sebelumnya perlu untuk dicermati dalam goresan-goresan tinta sejarah tentang aksi-aksi kudeta yang pernah terjadi pada berbagai negara di belahan dunia ini, yang selalunya aksi-aksi kudeta itu berjalan dengan pertumpahan darah bahkan pembunuhan. Ada alasan kuat mengapa paham radikal seringkali berakhir dengan kudeta?, alasannya adalah karena orang-orang yang berpaham radikal berpikir bahwa hanya pemimpin yang tepat saja yang dapat mengubah situasi sosial dan politik di suatu negara. Oleh karenanya orang-orang yang mudah dipengaruhi biasanya dari golongan ekonomi kelas bawah yang mereka itu jauh bimbingan ajaran agama Islam, atau dari golongan ahli ibadah yang jauh dari bimbingan pemahaman yang benar terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Apabila ada pengajar di sebuah lembaga pendidikan mendoktrin anak didiknya untuk membenci secara berlebihan terhadap pemerintah muslim, di mana tercakup di dalamnya bapak presiden muslim, tentara muslim, polisi muslim, gubernur muslim, wali kota muslim, bupati muslim dan kepala desa muslim maka itu adalah radikalisme yang sangat bertentangan dengan syari'at yang diturunkan oleh Allah Ta'ala, bertentangan dengan syari'at yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bertentangan dengan syari'at yang diamalkan oleh generasi terbaik Islam yaitu para shahabat radhiyallahu 'anhum, para tabi'in dan para tabi'it-tabi'in rahimahumullahu ajmain wa man tabi'ahum biihsanin ila yaumid-din.

Apabila terjadi ombrolan sesama teman yang obrolan tersebut mengarah kepada pencercaan secara membabi buta terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah muslim maka itu adalah radikalisme, karena untuk melihat apakah ada atau tidaknya benih-benih radikalisme pada diri seseorang dapat ditemukan lewat cara dia dalam berbicara.

Apabila ada seorang pembicara di suatu acara berkoar-koar membongkar aib pemerintah muslim maka itu adalah radikalisme. Membongkar aib pemerintah muslim secara terang-terangan dapat berakibat buruk pada citra pemerintah muslim tersebut dan ini dapat memicu pemberontakan dalam bentuk tindak anarkis.

Mengapa Berhala Disembah? (Pertemuan 53)

Tidaklak manusia tiba-tiba menggantungkan nasibnya kepada benda kecuali dia memiliki keyakinan bahwa di balik benda itu ada sesuatu yang dapat menghubungkan antara dirinya dengan Yang Maha Kuasa.

Kita langsung kepada tiga berhala Quraisy di masa jahiliyyah yaitu Lata, 'Uzza dan Manah, di mana Lata, 'Uzza dan Manah tersebut sebenarnya adalah nama tiga orang shaleh yang setelah mereka meninggal dunia dijadikan oleh kaum jahiliyyah sebagai perantara untuk menyampaikan hajad mereka kepada Allah Ta'ala.

Lata (لات) adalah nama seorang pembuat roti di zaman jahiliyyah yang rutin membagikan roti-rotinya kepada jama'ah haji setiap tahun, hingga pada suatu tahun mereka tidak menemukan beliau, ini tentu membuat beberapa jama'ah haji yang biasa datang ke Mekkah menjadi bertanya-tanya, di manakah gerangan seseorang yang biasa membagikan roti?, maka dikatakan kepada mereka bahwa Lata telah meninggal dunia, kemudian ditunjukkanlah di mana kuburnya, lalu mereka pun mendatangi kuburan Lata, beri'tikaf di sana, melakukan serangkaian ibadah lainnya seperti berthawwaf, menyembelih qurban, bertabarruk dan menjadikannya perantara dalam do'a kepada Allah Ta'ala.

'Uzza (عزى) adalah nama seorang shalih di masa jahiliyyah yang konon katanya rohnya itu ada di dalam sebuah pohon, maka kaum jahiliyyah pun mendatangi pohon itu dan melakukan serangkaian ibadah di sana sebagaimana beribadahnya mereka di kuburan Lata.

Manah (مناة) adalah nama seorang shalih di masa jahiliyyah yang dikhabarkan bahwa rohnya berada di sebuah batu, maka kaum jahiliyyah pun mendatangi batu itu dan melakukan serangkaian ibadah di sana sebagaimana mereka beribadah di kuburan Lata dan pohon 'Uzza.

Kaum jahiliyyah berkeyakinan bahwasanya ketiga orang shalih ini merupakan wali-wali Allah Ta'ala yang jika berdo'a tentu akan terkabul, sedangkan kaum jahiliyyah merasa diri-diri mereka sendiri itu terlalu banyak dosa sehingga jika berdo'a tentu sulit untuk terkabul. Maka mereka pun membuat sebuah ajaran baru yaitu agar do'a-do'a mereka lekas terkabul, mereka mesti menjadikan salah satu dari ketiga wali itu sebagai perantaranya. Sebuah pemahaman yang tidak pernah diajarkan oleh seluruh nabi dan rasul, bahkan setiap nabi dan rasul diutus sebenarnya adalah untuk mendakwahi kaumnya yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu guna meninggalkannya dan mengikhlaskan segala ibadah khusus pada Allah Ta'ala semata.

Lama kelamaan dan entah itu berapa lama kaum jahiliyyah membuat ajaran baru lagi yaitu menganggap Lata, 'Uzza dan Manah sebagai putri-putri Allah, di mana Al-Lata, Al-'Uzza dan Al-Manah merupakan nama-nama yang berbentuk muannats dari bentuk mudzakkarnya Al-Ilah, Al-'Aziz dan Al-Mannan. Entah dari mana mereka bisa punya gagasan seperti itu dan mendukung serta membelanya kalau bukan bisikan dari syaithan yang bercokol di hati mereka.

Sejarah Keruntuhan Baghdad (Pertemuan 52)

Ini adalah kisah tentang pengkhianatan Ibnu Alqami Ar-Rafidi yang menjadi dalang berakhirnya daulah 'Abbasiyyah yang berpusat di kota Baghdad. Ini adalah kisah tentang bahayanya makar seseorang yang berpemahaman syi'ah rafidhah yang membuka jalan bagi tentara Mongol untuk meluluh lantakkan pemerintahan Al-Musta'shim Billah, dan ini adalah kisah dari berbagai kisah yang penting untuk diceritakan agar kita dapat mengambil pelajaran terkhusus untuk menjaga keutuhan berbangsa dan bernegara.

Telah kita ketahui bagi yang memang mengetahuinya bahwa syi'ah rafidhah satu pemahaman dengan khawarij, yaitu mudah mengafirkan selain kelompoknya dan senantiasa berupaya untuk menggulingkan kekuasaan pemimpin suatu negeri yang menurut anggapan mereka telah keluar dan murtad dari agama Islam serta halal darahnya untuk ditumpahkan.

Telah kita ketahui pula bagi yang memang mengetahuinya bahwa baghdad sebelum di kuasai oleh syi'ah merupakan kota ilmu pengetahuan, kota Ahlus-Sunnah, kota yang penuh berkah dengan banyaknya para ulama yang berada di sana, banyaknya penuntut ilmu yang datang menimba ilmu agama di sana.

Dan telah kita ketahui juga bagi yang memang mengetahui bahwa saat Al-Musta'shim Billah berkuasa keadaan di negeri-negeri memang sedang kacau, terlalu banyaknya pencaplokan daerah-daerah kekuasaan oleh pihak luar sehingga otomatis dapat mengurangi anggaran pendapatan negara, namun pusat pemerintahan daulah 'Abbasiyyah di Baghdad masih kuat sehingga pertahanan tidak dapat dijebol sampai munculnya pengaruh dari seorang syaithan syi'ah rafidhah yang bernama Ibnu Alqami.

Ibnu Alqami, begitulah nama itu dikenal, dicatat dalam sejarah sebagai biang kerok dari runtuhnya daulah 'Abbasiyyah di tangan pasukan Mongol kaum Tartar. Perjuangan syaithan syi'ah rafidhah ini cukup lama, selama bertahun-tahun dia bersembunyi di balik topeng pembela kaum muslimin, di balik menyemarakkan perkembangan ilmu pengetahuan dan di balik memulihkan perekonomian, hingga singkat cerita diangkatlah Alqami ini sebagai perdana menteri yang sekaligus menjadi penasehat raja Al-Musta'shim Billah.

Lalu mulailah Ibnu Alqami ini melancarkan tipu dayanya yakni pada saat posisi sudah sangat menentukan suatu prestasi, maka dia pun membuat kebijakan-kebijakan yang sebenarnya tidak bijak yaitu MENGURANGI JUMLAH TENTARA DAN MENGURANGI GAJI MEREKA dengan alasan sedang memfokuskan dana negara untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan penghematan anggaran lantaran merosotnya perekonomian, seperti masuk akal memang tapi itulah politik, itulah makar, itulah tipu daya, yang kalau bisa dibaca dengan mudah bukan lagi politik namanya, tidak dapat lagi disebut sebagai makar dan tidak bisa diistilahkan dengan tipu daya.

Bagaimana nasib tentara-tentara kaum muslimin yang tadinya berjumlah seratus ribu orang malah tinggal tiga puluh ribu orang? Tentunya yang dipecat sebanyak tujuh puluh ribu orang adalah mereka-mereka yang kuat sedangkan yang tidak dipecat cuma mereka-mereka yang lemah, di mana mereka-mereka yang lemah itu menerima gaji yang rendah sekali, sehingga tidak sedikit di antaranya terpaksa menjadi pengemis di kota Baghdad demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Di balik kesibukan Ibnu Alqami mengurus segala program-program kenegaraan ternyata senyap-senyap dia menghubungi pemimpin kaum Tartar pasukan Mongol yang bernama Hulagu Khan, cucu dari Jenghis Khan agar segera membantai tentara-tentara Baghdad seraya mengabari bahwa kekuatan Baghdad sudah sangat merosot. Ibnu Alqami menyarankan agar pasukan Tartar yang berjumlah ratusan ribu orang yang dipimpin Guo Khan masuk lewat posisi belakang dari tentara-tentara Baghdad, lantaran di hari yang sama tentara-tentara Baghdad sedang sibuk melawan pasukan lain di posisi sayap kiri dan kanan, maka dalam waktu sekejap Baghdad pun takluk di bawah kemenangan kaum Tartar. Melihat kondisi seperti itu Ibnu Alqami menyarankan raja Al-Musta'shim Billah untuk bernegosiasi dengan raja Hulagu Khan, maka berangkatlah beberapa orang yang di antaranya Al-Musta'shim dengan membawa banyak harta berharga sekaligus untuk bernegosiasi, setibanya mereka di tempat yang dituju sebagian orang tidak diperkenankan masuk kecuali yang berkepentingan saja, dengan demikian Al-Musta'shim Billah pun memberanikan diri menemui Hulagu Khan, sementara beberapa orang yang masih berada di luar yang tidak diperkenankan untuk masuk tadi dibantai oleh pasukan Tartar. Begitupun nasib yang dialami oleh Al-Musta'shim Billah, bukannya bernegosiasi tapi malah beliau dianiaya dengan dimasukkan ke dalam gulungan karpet lalu diinjak-injak hingga beliau tewas meninggal dunia.

Ketika Baghdad telah berada di bawah kekuasaan kaum Tartar maka terjadilah pembantaian demi pembantaian terhadap sipil dari kaum muslimin hingga terbunuh mendekati angka sejuta orang, sehingga kota Baghdad bersimbah darah dan penuh dengan mayat-mayat bergelimpangan yang tidak terurus sekian lama, bau-bau bangkai manusia pun begitu menyengat dan menimbulkan wabah penyakit ganas sampai pengaruh wabah itu masuk ke daerah Syam.

Ketika pembantaian yang dilakukan oleh kaum Tartar terhadap kaum muslimin sedang berkecamuk, ketika itu pula perpustakaan-perpustakan Islam diobrak-abrik, kitab-kitab karya para ulama dibuang ke sungai Tigris hingga lunturnya tinta membuat air sungai itu berubah menjadi hitam.

Setelah situasi Baghdad tenang, setelah pembersihan dilakukan secara besar-besaran maka berdirilah kekuasaan Tartar di sana, sedangkan Ibnu Alqami lantaran telah dipandang sangat berjasa, dia pun diberi kedudukan yang cukup tinggi nan istimewa di kerajaan. Dari sini lah kaum syi'ah rafidhah yang tadinya lemah saat berada di bawah kekuasaan amirul-mu'minin Al-Mu'tashim Billah yang setelah kudeta akhirnya kaum syi'ah rafidhah tersebut mulai berkembang sangat pesatnya.

Kisah pengkhiatan Ibnu Alqami ini memberikan gambaran kepada kita akan bahayanya kaum syi'ah rafidhah, di mana mereka lebih berbahaya ketimbang khawarij, meskipun keduanya sama-sama bengis, ini lantaran kaum syi'ah rafidhah punya aqidah taqiyyah yakni menyembunyikan keyakinan asli dan menampakkan yang bukan sebenarnya, ini adalah sifatnya orang-orang munafiq yang diberi gelar oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai "dzul-wajhain" yaitu yang memiliki dua wajah.

Minggu, 25 Desember 2016

Hajar Aswad Akan Diangkat Menjelang Kiamat (Pertemuan 51).

Banyak riwayat yang menceritakan perihal batu hajar aswad yang berada di salah satu sudut ka'bah, dari asal muasalnya, tata cara menggapainya, kembalinya ia ke tempat ia berasal hingga sebagai saksi di hari kiamat kelak. Dan banyak pula pembicaraan yang berkembang mengenai jenis dari batu hajar aswad, apakah ia kuarsa, safir, intan atau bahkan meteorit/ tektit.

Baiklah, untuk membahas hal ini tentunya kita melihat terlebih dahulu arti secara harfiyah dari hajar aswad, hajar (حجر) adalah batu bongkahan sementara batu permata disebut fashsh (فص), adapun aswad (أسود) adalah hitam, sehingga kita artikan batu hitam/ black stone. Kalau ditinjau secara bahasa bahwa batu hitam itu bahasa arabnya adalah hajar aswad, yakni batu apapun yang warnanya hitam. Namun secara istilah syar'i ia adalah batu hitam yang ditaruh di salah satu sudut ka'bah, di mana jama'ah haji mengecupnya sebagai syari'at yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ketika Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Isma'il alaihimas salam bersepakat hendak mendirikan bangunan sebagai baitullah (rumah milik Allah) di tempat yang sekarang disebut Mekkah, maka Nabi Isma'il pun mengumpulkan batu sementara ayahndanya menyusun batu itu, ketika semakin tinggi bangunannya Nabi Ismail pun menaruh batu lunak sebagai tatakan/ pijakan bagi ayahndanya untuk bisa naik lebih tinggi lebih kurang fungsi tangga, saat itu ayahndanya tidak memakai alas kaki sehingga telapak kaki beliau membekas di batu lunak tersebut hingga saat ini, yang sekarang disebut maqam Ibrahim, yakni tempat berdirinya Nabi Ibrahim alaihis salam, di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mensyari'atkan agar maqam tersebut dijadikan sebagai sutrah/ pembatas untuk shalat. Ketika pembangunan hampir selesai ayahndanya menyuruh Nabi Ismail untuk mencari batu yang indah sebagai penghias bangunan tersebut agar menjadi sempurna.

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Ismail melihat ada cahaya yang turun dari langit dan jatuh di suatu tempat lalu beliau mendatanginya yang ternyata itu adalah batu kristal putih, kemudian beliau membawakannya kepada ayahndanya. Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa tatkala Nabi Isma'il mencari batu terakhir dan beliau tidak mendapatinya, maka beliaupun hendak mengabarkan hal itu kepada ayahndanya, setibanya mendatangi ayahndanya ternyata ayahndanya telah menaruh sebuah batu kristal putih sebagai penyempurna tersebut, yang ternyata telah dibawakan oleh malaikat kepadanya.

Dalam hal ini Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa batu itu dari jannah, yang dulunya berwarna putih bersih seperti susu, lantaran dosa kesyirikanlah yang membuat batu itu menjadi hitam dan semakin pekat. Atau sebagaimana persisnya yang beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ucapkan dalam hadits-haditsnya yang shahih.

Dosa kesyrikan ini bermula dari zaman Nabi Nuh 'alaihis-salam, di mana umat beliau telah menjadikan patung-patung sebagai perantara kepada Allah Ta'ala. Patung-patung itu adalah sebagai gambaran dari orang-orang shalih yang telah meninggal dunia yaitu bernama Wadd, Suwa', Yaghuts dan Nasr, keempat wali ini mereka jadikan perantara lantaran dekatnya wali-wali tersebut dengan Allah Ta'ala sehingga kalau berdo'a akan cepat terkabul, tapi perbuatan mereka itu diingkari oleh Nabi Nuh 'alaihis salam dan memfonisnya sebagai perbuatan syirik yang dapat menyebabkan kekalnya di dalam neraka jika tidak segera bertaubat darinya sebelum ajal datang menjelma.

Pada waktu itu hajar aswad masih berada di jannah dan belum diturunkan ke bumi, lantaran Nabi Ibrahim alaihis salam masih belum lahir ke dunia. Setelah Allah Ta'ala menghancurkan kaum Nuh, ternyata muncul pula kesyirikan di zaman Nabi Ibrahim 'alaihis salam, terjadi juga pada kaum nabi-nabi yang lainnya, baik itu Nabi Shalih, Nabi Hud, Nabi Sulaiman,Nabi Musa, Nabi 'Isa hingga Nabi Muhammad shalawatullahi salamuhu 'alaihim ajma'in. Maka tugas utama para utusan Allah Ta'ala adalah memerangi kesyirikan dan menetapkan bahwa hanya Allahlah yang berhak disembah dan diibadahi.

Hajar aswad punya sejarah saat ia dipecahkan hingga berkeping-keping oleh syi'ah qaramithah dan dijarah hingga berpuluh tahun hingga akhirnya dapat ditebus oleh pemerintah kaum muslimin kala itu dengan harga yang sangat mahal. Keberadaan hajar aswad sangat penting yang jika ia tidak berada di sudut ka'bah maka haji pun tidak dapat ditunaikan, meskipun begitu hendaknya tidak para jama'ah haji untuk berebut menggapainya, jika sanggup maka itu lebih baik, jika tidak sanggup maka cukup dengan melambaikan tangan seraya bertakbir "Allahu Akbar".

Hajar aswad akan diangkat oleh Allah Ta'ala menjelang kiamat sebagaimana yang diriwayatkan oleh A'isyah radhiyallahu 'anha, oleh karenanya hendaklah bersegera untuk menunaikan ibadah haji bagi yang sudah memiliki kemampuan untuk mengadakan perjalan ke sana sebelum hajar aswad di bawa kembali ke jannah. Pernah dilakukan pembicaraan tentang apa jenis batu hajar aswad, namun untuk mengetahuinya yang harus terlebih dahulu dilaksanakan adalah mengambil sampel dari hajar aswad tersebut untuk diteliti, akan tetapi hingga saat ini belum ada yang pernah diizinkan untuk mencongkel sekeping batu hajar aswad dari tempatnya. Jadi ini belum terjadi sehingga tidak perlu untuk menebak apa jenisnya, yang penting kita yakin saja dengan penyampaian hadits-hadits shahih yang berkenaan dengan itu.

Seandainya hajar aswad bukan batu dari jannah pun kita tetap memuliakannya lantaran Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memuliakannya, sebagaimana 'Umar bin Al-Khaththab mengatakan bahwa "Engkau (hajar aswad) hanya bongkahan batu, jika aku tidak melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menciummu maka aku pun tidak mau menciummu". Ini.bermakna ta'at pada tuntunan Nabi shallallahu 'alahi wa sallam. Hajar aswad kelak di hari kiamat akan menjadi saksi pembela di hadapan Allah Ta'ala bagi orang-orang yang pernah menciumnya di dunia.

Sejarah Pergantian Daulah Islamiyyah (Pertemuan 50)

Di saat Abu Bakr Ash-Shiddiq menjelang akhir hayatnya, beliau mewashiyatkan kekhalifahan kepada 'Umar bin Al-Khaththab untuk sebagai penggantinya, dan ini merupakan keutaaman Abu Bakr di mana beliau tepat dalam menunjuk pemimpin berikutnya.

Di saat 'Umar menjelang akhir hayatnya, lantaran ditikam oleh Abu Lu'lu'ah Al-Majusi, beliau diminta untuk berwashiyat, maka beliaupun berwashiyat, beliau menunjuk enam orang yang di antaranya 'Utsman, 'Ali dan 'Abdurrahman bin 'Auf, masing-masing calon memberikan haknya kepada 'Utsman dan 'Ali, hingga akhirnya 'Abdurrahman bin 'Auf menentukan antara 'Utsman dan 'Ali, maka beliaupun menetapkan 'Utsman sebagai khalifah berikutnya

Di saat 'Utsman terbunuh oleh pasukan khawarij yang mengepung rumah beliau, beliau sempat berpesan menjelang ajalnya agar para shahabat untuk tidak mengangkat pedang demi menjaga tertumpahnya darah kaum muslimin, akhirnya sempat menyelinap masuk dari orang khawarij karena pintu terbuka maka beliau langsung ditebas hingga darah beliau menumpahi mushhaf yang sedang beliau baca. Setelah beliau syahid dan terzhalimi di tangan muslimin khawarij maka khawarij kebingungan lantaran tidak ada yang dapat memimpin mereka, tidak ada yang bisa dipatuhi, itulah kebodohan khawarij, saat ada pemimpin mau ditumbangkan setelah tumbang bingung. Beberapa hari kemudian lantaran tidak ada pilihan lain bahwa tidak boleh berlama-lama untuk menentukan seorang pemimpin, maka akhirnya 'Ali bin Abi Thalib secara otomatis dibai'at untuk menjadi khalifah berikutnya.

Di saat 'Ali bin Abi Thalib ditikam oleh 'Abdurrahman bin Muljim/ Muljam, seorang qari' yang dulunya pernah diutus oleh khalifah kedua untuk mengajar Al-Qur'an di Mesir, khalifah kedua berpesan agar orang Mesir memperlakukan 'Abdurrahman bin Muljim dengan baik dan mengambil pelajaran darinya, namun tidak dinyana ternyata dia terpengaruh oleh fitnah khawarij, ya khawarij lagi khawarij lagi, akhirnya dia berazam untuk menewaskan 'Ali bin Abi Thalib, maka di subuh hari saat khalifah keempat ini membangunkan para shahabat untuk shalat jama'ah, lalu 'Abdurrahman bin Muljim mengendap-ngendap dan begitu ada kesempatan yang agak gelap dia pun menebas 'Ali bin Abi Thalib dan beliau tewas dalam keadaan syahid, lagi lagi di tangan seorang khawarij. Maka para shahabat yang mendapati kekosongan khalifah akhirnya memutuskan untuk membai'at Hasan bin 'Ali, setelah beliau diangkat menjadi Amirul-Mu'minin beliau memutuskan agar pembunuh ayahndanya diqishash lalu mayatnya dibakar.

Terjadilah kekacauan pemerintahan di masa Hasan bin Ali, ini lantaran kaum khawarij tidak henti-hentinya meneror sana-sini ditambah fitnah syi'ah yang semakin meluas, melihat yang seperti itu maka Hasan bin 'Ali melimpahkan kepemimpinan kepada Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, dan Al-Hamdu lillah keputusan Hasan sangat tepat. Mu'awiyyah mampu mengatasi keadaan yang luar biasa rumit tersebut.

Di saat Mu'awiyyah menjelang akhir hayatnya beliau hendak melimpahkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid bin Mu'awiyyah dan beliau meminta para ulama untuk menanggapi washiyatnya, ya yang bernama washiyat tentu wajib ditunaikan, terlebih lagi memang Yazid sangat layak. Maka Yazid pun resmi ditetapkan sebagai amirul-mu'minin, di masa beliau puak syi'ah semakin menggila dan mulai menjebak Husain bin 'Ali untuk dibai'at sebagai pemimpin, singkat kata terjadilah apa yang terjadi, berakhir pada syahidnya Husain bin 'Ali, padahal tidak ada perintah Yazid untuk agar seperti itu kejadiannya, beliaupun menangisi syahidnya cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut.

Baik itu khawarij, baik itu syi'ah, keduanya adalah teroris sepanjang masa, mereka selalu dan selalu membuat repot pemerintahan kaum muslimin, membuat kekacauan di masa khalifah 'Utsman dan 'Ali serta daulah Mu'awiyyah, 'Abbasiyyah, 'Utsmaniyyah, hingga saat ini Sa'udiyyah.

Berdirinya daulah Sa'udiyyah ialah setelah kekosongan pasca kacaunya daulah 'Utsmaniyyah, jadi bukan atas kudeta/ bukan revolusi. Ia bermula dari bekerjasamanya Ibnu Sa'ud selaku pemerintah Ad-Dir'iyyah (sekarang Arab Saudi) dengan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab untuk mengajarkan tauhid dan sunnah kepada masyarakat hingga Allah Ta'ala menghadiahkan mereka daulah islamiyyah yang besar, penuh rahmat dan keberkahan. Meskipun sempat jatuh bangun namun Al-Hamdu lillah Allah Ta'ala menyelamatkan daulah ini.

Ibnu Sa'ud sempat berwashiyyat agar menjadi pemimpin kelak adalah anak-anaknya, jadi sebelum anak-anaknya meninggal maka tidak diperkenankan siapapun untuk menjadi pemimpin, dalam hal ini jika anak pertama meninggal maka digantikan oleh anak kedua dan begitu seterusnya, namun untuk anak yang paling bungsu dan sebelum bungsu ternyata punya akhlaq yang buruk dan telah didikte oleh pengaruh Amerika, oleh karenanya para ulama menggugurkan hak kepemimpinan untuk kedua anak terakhir Ibnu Saud, dan ditukar dengan calon dari dua cucunya, yang jelas yang telah terbina dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kesimpulannya ia seperti turun temurun padahal sebenarnya ini adalah perihal washiyyat yang wajib ditunaikan, dan ini pun diputuskan oleh para ulama yang meninjau ulang akhlak dari calon pemimpin tersebut.

Sabtu, 24 Desember 2016

Demokrasi di Mata Ahlus-Sunnah (Pertemuan 49)

Secara aqidah maka Ahlus-Sunnah berkeyakinan bahwa demokrasi bukanlah dari ajaran Islam, tidak cuma itu ia juga bahkan sangat bertentangan dengan syari'at yang shahih. Bagaimana tidak, dengan demokrasi sesuatu yang haqq bisa dibikin bathil dan sesuatu yang bathil bisa dibikin haqq, yang penting menurut suara terbanyak. Oleh karenanya seorang Ahlus-Sunnah memisahkan diri dari terlibat dalam urusan demokrasi, karena timbangan yang digunakan hanyalah Al-Qur'an dan As-Sunnah serta pemahaman As-Salafush-Shalih. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat point-point berikut:

1. Seorang Ahlus-Sunnah tidak terlibat dalam partai politik.

Dakwah Ahlus-Sunnah adalah dakwah yang tidak mengharapkan kecuali pahala dari Allah Ta'ala, Ahlus-Sunnah mengajak kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, menyeru untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-Shalih, bukannya kepada sistem demokrasi buatan manusia, sudah begitu sistem tersebut orang kafir lagi yang karang. Dengan demikian Ahlus-Sunnah tidak punya hajat untuk mencari keuntungan secara materi di balik carut-marutnya perpolitikan di suatu negara.

2. Ahlus-Sunnah mengajarkan untuk ta'at kepada penguasa muslim yang sah

Ini merupakan point yang harus benar-benar dicerna dengan baik, sebab boleh jadi ada beberapa hal yang mungkin belum kita ketahui, yakni siapapun pemimpin negeri asal dia muslim maka rakyat mesti ta'at meskipun dia diangkat melalui pemilu maupun kudeta, selama perintahnya bukan kepada bermaksiat terhadap Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sudah maklum di benak kita bahwasanya pemilu adalah bagian dari demokrasi, jika ditinjau secara tata cara kepemilihan pemimpin sebenarnya itu tidak sah menurut Ahlus-Sunnah, kita pertegas tidak sah secara sistem, namun apabila seorang pemimpin tersebut telah dilantik maka pemimpin itu sah secara hukum, untuk menghilangkan keraguan kita lebih pertegas lagi bahwa posisi kepemimpinannya tetap sah secara hukum meski pemilihannya tidak sah secara sistem. Baik, begitupun dengan kudeta, jika ditinjau secara tata cara dalam tindakan maka itu tidak sah menurut syari'at Islam bahkan sangat-sangat dilarang, namun seumpama dia berhasil menduduki tahta dan telah memegang tentara maka tidak ada pilihan lain kecuali harus ta'at pada perintahnya dan bergabung untuk berjihad bersamanya, dengan kata lain posisi kepemimpinannya pun sah.

Lebih baik dipimpin oleh seorang penguasa zhalim selama 40 tahun dan banyak membunuh ribuan orang selama kepemimpinannya daripada 1 hari tanpa pemimpin, karena negeri yang tanpa pemimpin akan memicu perang suku, perang saudara bahkan perang agama yang bisa jadi jutaan orang yang bakal tewas di pertempuran setiap harinya. Itulah prinsip Ahlus-Sunnah wal-Jama'ah.

Seandainya setiap orang merasa boleh untuk menjelek-jelekkan penguasa maka siapapun yang berkuasa nasibnya akan sama yaitu mendapatkan cercaan, makian, hinaan, sumpah serapah dari rakyatnya, sehingga rakyat pun tidak akan pernah mendapatkan penguasa yang baik. Termasuk yang menjelek-jelekkan pun seandainya dia mampu menjadi penguasa maka siap-siap saja dia dijelek-jelekkan juga. Keta'atan pun demikian, seorang pemimpin yang baik adalah rakyat yang ta'at kepada pemimpinnya. Kalau sewaktu dia masih jadi rakyat saja tidak mau ta'at kepada pemimpin maka bagaimana dia akan dita'ati oleh rakyatnya di saat dia sudah jadi pemimpin.

3. Bagaimana jika yang menjadi calon pemimpin ada di antaranya dari orang kafir sementara kita tidak ikut pemilu untuk memenangkan pemimpin muslim?

Supaya kita tidak tergolong orang-orang yang gemar berkhayal sebagaimana kelompok hizbut-tahrir yang membangun kerajaannya dalam khayal. Saat ini sebagaimana biasanya di hari, bulan dan tahun-tahun yang normal, belum ada kasus keterdesakan pengangkatan seorang pemimpin sebagaimana yang dipertanyakan di atas. Artinya tanpa kehadiran Ahlus-Sunnah dalam pemilu pun benar-benar tidak berpengaruh dalam proses pemilihan tersebut, yakni ia tetap berjalan seperti sedia kala dengan cara yang mereka sebut dengan istilah "jurdil" alias jujur dan adil.

Taruhlah pemimpin yang justru menang ialah orang kafir maka itu berarti mayoritas rakyat memang cenderung kepada kekafiran, maksudnya kebanyakan rakyat membela orang kafir dan meninggalkan calon muslim. Karena pemimpin merupakan cermin bagi sebagian besar rakyatnya. Lantas umpamanya Ahlus-Sunnah berada di bawah kekuasaan pemimpin kafir maka tidaklah pantas untuk mekakukan kudeta selama pemimpin kafir itu tidak mempersulit kaum muslimin untuk menjalankan agamanya.

Namun kalau kebanyakan penduduk suatu negeri sudah lurus aqidahnya, sudah benar ibadahnya, sudah mengerti ajaran agamanya maka otomatis Ahlus-Sunnah tersebut akan mengangkat pemimpin dari golongannya, dengan cara apa? Kudeta? Tidak, bukan kudeta, tapi menasehati penguasa agar mengganti sistem demokrasi dengan syari'at Islam dan menghimpun beberapa ahli agama untuk menentukan siapa calon yang tepat sebagai penggantinya, yakni di saat-saat akhir jabatannya. Tentunya rakyat tidak akan protes, kenapa? Karena mereka telah paham betul prosesinya. Kapan itu akan terjadi di Indonesia? Hanya Allah Ta'ala yang mengetahuinya, yang penting tugas kita hanya berdakwah dengan penuh hikmah sembari menjaga citra Islam yang berada di atas pundak kita.

Daulah Islamiyyah adalah hadiah dari Allah Ta'ala atas perjuangan dakwah para pembela-pembela sunnah, jadi itu bukan tujuan utama, sekali lagi itu bukan tujuan utama, karena tujuan utama hanyalah meluruskan aqidah ummat, memahamkan mereka ajaran Islam dan mengajak mereka untuk menjalankan agama ini dengan baik tanpa adanya sikap-sikap yang mengarah kepada radikalisme yang justru membuat lari ummat manusia.

Rabu, 21 Desember 2016

Khawarij Keluar dari Millah (Pertemuan 48)

Disebutkan bahwa khawarij itu keluar dari millah, sementara millah berarti agama, maka apakah khawarij itu telah keluar dari agama? Tidak dapat disembunyikan bahwa ada sebagian kecil daripada ulama yang mengafirkan kelompok ini, namun jumhur/ mayoritas tidak mengafirkannya, sehingga yang dimaksud keluar dari millah yaitu keluar dari ajaran millah, yakni mereka melakukan sesuatu yang tidak diajarkan oleh millah.

Dampak besar kelakuan khawarij benar-benar merugikan Islam dan kaum muslimin, yang di antaranya dapat kita lihat pada point-point di bawah ini:

1. Khawarij/ Neo mengatas-namakan jihad mereka dengan jihad As-Syaikh Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab rahimahumallahu ta'ala.

Lantaran mereka mempelajari aqidah kedua Syaikh ini, padahal sungguh keduanya tidaklah mengajarkan untuk menentang penguasa muslim yang sah, tidaklah mengajarkan untuk menghalalkan darah kaum muslimin kecuali dengan hak, yakni bukan lantaran kasus yang menyebabkan pelakunya harus dihukum mati.

2. Citra Islam jadi rusak karena ulah khawarij.

Berbagai kejadian sepanjang sejarah khawarij, cukup banyak menyusahkan pemerintah-pemerintah kaum muslimin, mereka menganggap thaghut/ kafir para penguasa lantaran tidak berhukum dengan hukum Allah Ta'ala. Dan mereka berkeyakinan bahwa orang kafir harus diperangi, maka mereka pun meneriakkan jihad bahkan sampai melegalkan bom bunuh diri.

Padahal kita dilarang oleh syari'at untuk mengganggu orang-orang kafir yang tidak mengganggu kaum muslimin, apalagi terhadap kaum muslimin sendiri yang para ulama saja tidak berani mengafirkan mereka meskipun mereka telah terang-terangan melakukan kesyirikan, ini karena seseorang yang tidak mengerti/ jahil terhadap suatu hukum maka dia terhalang untuk dihukumi.

3. Memunculkan suatu syubhat bahwa khawarij adalah buatan orang-orang kafir untuk memerangi umat Islam.

Sesungguhnya ideologi khawarij itu benar-benar ada, dan itu lantaran pemahaman mereka yang buruk terhadap dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits. Di mana mereka tidak mengembalikan pemahaman mereka kepada pemahaman As-Salafush-Shalih.
Fokus mereka adalah mendirikan daulah namun tidak peduli dengan kelurusan manhaj/ prinsip dan aqidah. Sehingga pelanggaran yang mereka lakukan semakin banyak dan bertambah-tambah sejalan dengan jauhnya mereka dari jalan ahlus-sunnah.

4. Khawarij dimanfaatkan oleh orang-orang yang benci Islam

Adapun tentang persenjataan yang diambil dari orang-orang kafir maka itu merupakan permasalahan lain, sebab Islam tidak melarang membeli atau menyewa persenjataan-persenjataan yang dibuat oleh orang-orang non muslim tersebut. Hanya saja keberadaan kelompok khawarij ini telah memberikan keuntungan besar bagi pihak-pihak di luar Islam.

Sabtu, 17 Desember 2016

7 Organisasi Teroris Dunia (Pertemuan 47)


Organisasi-organisasi yang dinyatakan sebagai teroris:

1. Gerakan Macan Tamil di Srilanka dengan latar belakang beragama Budha-Hindu

2. Provisional Irish Republican Army (PIRA/ IRA) di Irlandia Utara dengan latar belakang beragama Katolik

3. Nihon Sekigun/ Japanese Red Army di Jepang dengan latar belakang baragama Sintho

4. Di Myanmar gerakan teror yang justru digagas/ didalangi oleh kalangan biksu untuk membantai muslim Rohingya. Disebut teror karena ia berarti sewenang-wenang, kejam, bengis, menimbulkan ketakutan, menimbulkan kengerian baik itu dilakukan oleh perseorangan maupun kelompok.

5. Pengeboman di Mall Alam Sutera di Tangerang yang dilakukan oleh seseorang dengan latar belakang keturunan beragama katolik

6. Gerakan teror yang diusung oleh kelompok yang berpemahaman Khawarij seperti:
-Al-Qaida/ Jabhah An-Nushrah/ Front Pembela
-ISIS/ DAIS
-JI/ Jama'ah Islamiyyah yang kalau dirunut maka akan kembali kepada salah satu penggagasnya yaitu Sekarmadji Kartosoewiryo, ciri-cirinya adalah mudah mengafirkan sesama kaum muslimin yang tidak segaris, yang tidak sejalan, yang tidak sehaluan, yakni di luar kelompoknya, mereka menghalakan darah kaum muslimin serta berani memberontak kepada penguasa yang sah.
-Kelompok Radikal Syi'ah Rafidhah yang sekarang berpusat di Iran, memunculkan kelompok Hizbullah di Lebanon yang sempat dibantu oleh pasukan elit Iran untuk melatih pemuda Bahrain agar menjadi teroris. Memunculkan pula Syi'ah Hautsi/ Houthi di Yaman, Syi'ah Houthi awalnya organisasi kepemudaan yang bernama Syababul-Mu'min karena dibiarkan maka mereka berkembang menjadi partai poltik Hizbul-Haqq, dari partai politik inilah kader-kadernya menyusup menjadi anggota parlemen, menjadi anggota legislatif dan bahkan ada dari anggotanya yang menjadi gubernur. Lalu mereka mengirim anak-anak muda ke Iran untuk dilatih kemiliteran. Pulang dari Iran mereka membuat gerakan militer, yakni sipil yang dipersenjatai, sampai akhirnya membesar dan berusaha untuk menggulingkan penguasa yang sah yang awalnya pusat pemerintahan Yaman berada di kota Shan'a lalu dikuasai oleh Houthi maka pindah ke kota 'Aden.

7. PKI

-1926 pembantaian di Sumatra Barat.

-1927 pembantaian di Serang, merembet ke Betawi Jakarta, merembet ke Priyangan Selatan -Oktober-September 1945 pembantaian di tiga kota yaitu Tegal, Brebes, Pemalang -Januari 1946 dipimpin oleh Mr. Yusuf melakukan pembantaian di kota Cirebon Jawa Barat.
-Muso, Alimin berangkat ke Rusia menemui Stalin, sepulang dari Rusia 1 September 1948 Muso ditetapkan menjadi Ketua Central Komite Partai Komunis Indonesia.

-18 september 1948 melakukan pembantaian di Madiun, sebelum itu terjadi aksi mogok kerja di pabrik gula di Kelaten Jawa Tengah yang dikoordinir oleh SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) organisasi under ground di bawah PKI.

-Penculikan Penembahan Senopati Kolonel Sutarto -Penculikan Dr. Muwardi di Solo.

-Pembunuhan mantan gubernur Jawa Timur RM Suryo.

-Pembantaian Gorang Gareng sebanyak 160 orang menjadi korban, mereka dikurung lalu diberondong secara membabi buta.

-Pemilu 1955 partai terbesar 1 PNI, 2 MASYUMI, 3 NU dan 4 PKI, untuk daerah solo dan sekitarnya, Semarang serta Jogja justru PKI menang telak.

-1965, peristiwa Bandar Betsi Pematang Siantar Sumatra Barat , tiga sayap PKI yaitu BTI, PR, GERWANI menangkap, menyiksa, membantai Peltu Sodjono, seorang Koramil di Simalungun itu di keroyok, kepalanya dicangkul sampai pecah lantaran beliau mengantisipati tanam liar di tanah milik negara.

-Dua sayap PKI yaitu BTI (Barisan Tani Indonesia) yang bergabung dengan PR (Pemuda Rakyat) membantai santri desa Kanigoro serta melecehkan pelajar wanitanya, di mana saat itu juga Al-Qur'an mereka karungkan, dibawa ke luar mesjid lalu dirobek dan diinjak injak.

-Pembantaian di Cemetuk, PKI menyamar dan mengajak GP Anshor untuk mengikuti pengajian, lalu sebanyak 62 orang diracuni, dibantai dan jenazah-jenazahnya dibuang ke Lubang Buaya.

-G30S PKI.

Senin, 05 Desember 2016

Syubhat Yang Mengerti Tafsir Al-Qur'an Hanya Allah dan Rasul-Nya (Pertemuan 46)

Entah apa yang diinginkan oleh orang-orang yang menyatakan bahwa: "Yang mengerti tafsir Al-Qur'an hanya Allah dan Rasulnya" dengan alasan bahwa: "Al-Haqq itu dari Rabb...". Ini terjadi lantaran kaum liberalis tidak memperkenankan siapapun untuk mengklaim suatu kebenaran, dengan alasan: "wallaahu a'lam bish-shawaab", "wallaahu a'lam bimuraadihi" atau: "Allaahu wa Rasuuluhu a'lam". Sungguh pernyataan di atas mengandung syubhat yang sangat besar nan membahayakan manhaj serta 'aqidah.

Kita tidak mengingkari bahwa Allah Ta'ala Maha Mengetahui, yang tentunya paling mengerti makna dari ayat-ayat Al-Qur'an, oleh karenanya Dia Ta'ala memberikan kefahaman itu kepada utusan-Nya 'alaihish-shalaatu was-salaam. Dan karenanya pula beliau shallallaahu 'alaihi was-salaam mengajarkan tafsirnya kepada para shahabat radhiyallaahu 'anhum.

Aisyah radhiyallaahu 'anha menyatakan: "khuluquhul-qur'aan", yakni: "Akhlak beliau 'alaihish-shalaatu was-salaam adalah Al-Qur'an", ini bermakna bahwasanya ucapan, perilaku dan diamnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi was-salaam merupakan penjelasan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dengan kata lain jika Al-Qur'an sebagai suatu teori maka prakteknya adalah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Dengan demikian maka para shahabat radhiyallaahu 'anhum dapat memahami kandungan yang dimaksud dalam ayat-ayat Al-Qur'an, terutama Ibnu 'Abbas radhiyaahu 'anhumaa yang dido'akan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam agar Allah Ta'ala memberikan kefahaman ta'wil Al-Qur'an kepada Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhumaa. Atau Al-Khulafaa'ir-Raasyidiin yang direkomendasikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berpegang teguh dengan sunnah mereka.

Bagi kita yang tidak mengerti makna dari ayat-ayat Al-Qur'an bisa merujuk kepada kitab-kitab tafsir, yang di antaranya Tafsir Ibnu Katsir, di mana metodologinya yaitu menafsirkan suatu ayat dengan ayat yang lain, dengan hadits, dengan perkataan para shahabat, dengan perkataan para tabi'in dan dengan perkataan para tabi'it-tabi'in.

Oleh karenanya kita tidak ragu bahwa setelah Allah Ta'ala yang mengerti makna dari ayat -ayat Al-Qur'an adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian para shahabat yang di antaranya Ibnu 'Abbas dan Al-Khulafaa'ir-Raasyidiin radhiyallahu 'anhum, kemudian para tabi'in, kemudian para tabi'it-tabi'in, yang tercakup di dalamnya para ulama' tafsir serta para imam madzhab rahimahumullahu ajma'in.

Sabtu, 03 Desember 2016

Isu Redup Program Hidup (Pertemuan 45)

Walau isu mulai redup
Tapi program masih hidup
Walau infonya terhenti
Tapi rancangan belum mati
Walau sepi pemberitaan
Tapi agenda masih jalan

Media pernah diramaikan oleh isu SYI'AH, KOMUNIS, KRISTENISASI, ISIS dan LIBERAL, di mana lima kelompok tersebut punya program untuk meruntuhkan NKRI melalui jalan kudeta, yang secara otomatis dapat membahayakan kaum muslimin terutama sunni. Maka mulailah timbul kewaspadaan di kalangan aparatur negara juga masyarakat dan sikap membentengi diri terhadap berbagai pengaruh yang dapat mengacaukan keamanan di negeri ini.

SYI'AH: Jika mereka berkuasa maka terancamlah nyawa-nyawa ahlus-sunnah, karena mereka meyakini bahwa ahlus-sunnah itu kafir yang halal harta dan darahnya yakni untuk dijarah dan ditumpahkan. Sehingga bakal terjadi pembantaian besar-besaran sebagaimana berbagai kejadian keji yang tertulis di dalam sejarah.

KOMUNIS: Jika mereka berkuasa dan berhasil mencengkeram ekonomi negara maka akan terjadi penderitaan secara masif, di mana rakyat hidup dalam kesempitan dan selalu dihantui ketakutan, terlebih lagi agama akan jadi tinggal nama.

KRISTENISASI: Jika mereka berkuasa maka siap-siap saja kaum muslimin tertindas.

ISIS: Jika mereka berkuasa maka kaum bengis ini tidak akan membiarkan selain kelompoknya kecuali disembelih.

LIBERAL: Jika mereka berkuasa maka ajaran Islam yang sejatinya bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadi kian tersudut, lalu diubah kepada kepentingan hawa nafsu melalui metodologi filsafat yang dipaksakan kepada setiap sekolah, sehingga memicu maraknya perpecahan ummat disebabkan munculnya berbagai aliran yang semakin banyak.

Minggu, 25 September 2016

Mengenal Dinul-Muslimin dan Dinul-Kuffar (Pertemuan 44)


Pertanyaan: Bagaimana cara mudah memahami Islam?

Jawaban: Sesungguhnya ajaran Islam itu asal ia tidak dibikin sulit, insya Allah akan sangat mudah untuk dipahami, karena semua tuntunannya sudah lengkap dan segala informasi mengenainya pun gampang didapat, jadi tinggal saja apakah ia mau dipelajari ataukah tidak, terpulang pada pribadinya masing-masing.

DINUL-MUSLIMIN

Sederhananya ajaran Islam ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jibril yang dimuat juga oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Ahadits Al-Arba'un An-Nawawiyyah adalah tercakup dalam tiga rukun, yaitu: Rukun Islam, rukun iman dan rukun ihsan.

Rukun Islam ada lima yaitu:
1. Mengucapkan dua kalimah syahadat yakni: "Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah",
2. Mendirikan shalat,
3. Membayar zakat,
4. Melakukan shaum di bulan Ramadhan dan
5. Menunaikan haji ke baitullah bagi siapa yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.

Rukun iman ada enam yaitu:
1. Beriman kepada Allah,
2. Malaikat-malaikat-Nya,
3. Kitab-kitab-Nya,
4. Rasul rasul-Nya,
5. Hari akhirat dan
6. Beriman pada taqdir baik dan taqdir buruk.

Rukun ihsan ada dua yaitu:
1. "Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,
2. Apabila kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu".

TINJAUAN 1: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU SECARA TERPISAH

Kalau kita mengartikan kalimat Islam, iman dan ihsan secara sendiri-sendiri atau terpisah-pisah maka kita akan mendapati bahwasanya Islam itu mewakili amalan-amalan zhahir atau bersifat jasmaniah, dan iman itu mewakili amalan-amalan bathin atau bersifat rohaniah. Sedangkan upaya untuk lebih membaguskan lagi amalan-amalan yang zhahir maupun yang bathin tadi maka ini diwakili oleh ihsan.

TINJAUAN 2: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU SECARA BERSAMAAN

Tapi kalau kita mengartikan kalimat Islam, iman dan ihsan secara bersamaan maka kita akan mendapati bahwasanya antara makna Islam, iman dan ihsan itu adalah saling mencukupi. Orang yang beragama Islam disebut muslim, orang yang beriman disebut mu'min dan orang yang berbuat ihsan disebut muhsin. Muslim harus mu'min dan mu'min harus muslim, baik muslim maupun mu'min keduanya harus muhsin.

TINJAUAN 3: ISLAM, IMAN DAN IHSAN JIKA DITINJAU DARI TINGKATAN AD-DIN

Tingkatan Ad-Din ( agama) ada tiga:
1. Terbawah yaitu Islam & muslim
2. Pertengahan yaitu iman & mu'min
3. Tertinggi yaitu ihsan & muhsin.
Maka muslim belum tentu mu'min dan mu'min belum tentu muhsin.
Tapi muhsin sudah pasti mu'min dan mu'min sudah pasti muslim.

DINUL-KUFFAR

Allah Ta'ala menyatakan bahwa: "Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab dan kaum musyrikin.."

Dalam ayat ini Allah Ta'ala mengafirkan ahli kitab dan kaum musyrikin. Yang dimaksud dengan ahli kitab adalah Yahudi dan Nashrani yang tidak beriman dengan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam setelah beliau diutus oleh Allah Ta'ala sebagai Nabi dan Rasul. Sedangkan yang dimaksud dengan kaum musyrikin adalah dinul-kuffar (agama orang-orang kafir) selain dari Yahudi dan Nashrani, seperti agama penyembah api, penyembah malaikat, penyembah nabi, penyembah wali, penyembah sapi dan lain-lain di samping menyembah Allah Ta'ala.

Minggu, 18 September 2016

Apabila Logika Dipaksakan untuk Ikut Campur Urusan Islam (Pertemuan 43)

Logika yang dipaksakan tidaklah ia melahirkan kecuali hanya keragua-raguan, oleh karena itu kita akan menjabarkan tujuh alasan penting mengapa sesuatu yang bernama logika tidak perlu untuk ikut campur dalam urusan agama, antara lain:

1. Logika Bersifat Tidak Pasti, Plin-plan dan Cenderung Berubah-ubah.

Kemarin bicara begini, hari ini bicara begitu dan besok entah bicara apa lagi? Ini lantaran logika mudah terpengaruh oleh kondisi kejiwaan seseorang.

Saat cuaca terasa panas, sebagian orang mungkin saja merasa sulit untuk mengontrol temperament, maka pada saat itu posisi logika telah dikuasai oleh kondisi kejiwaannya, sehingga sebagian orang tidak bisa untuk berpikir baik sampai kondisi kejiwaannya tersebut kembali normal.

2. Tiap Orang Punya Cara Sendiri-sendiri dalam Berlogika.

Kena sepuluh orang yang membahas Islam dengan cara berlogika, maka bisa menjadi sepuluh aliran yang bakal tercipta. 

Faktor latar belakang, baik itu pendidikan, pergaulan, usia maupun jenis kelamin dapat menjadi alasan mengapa terjadi perbedaan manusia dalam cara menggunakan logikanya.

3. Logika itu Diatur Agama, Bukan Malah Mengatur Agama

Logika mencakup pemikiran dan keyakinan, oleh karenanya para nabi diutus untuk mengatur logika tersebut, yakni dari pemikiran dan keyakinan terhadap berhala kepada pemikiran dan keyakinan tauhid hanya kepada Allah Ta'ala.

4. Berlogika Ala Filosof dan Sufi, Bukanlah Ajaran yang Islami.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengajarkan tashawwuf, dengan bukti bahwa tashawwuf merupakan modifikasi antara ajaran Islam yang dibawa oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ajaran filsafat, sementara filsafat tersebut berasal dari Yunani, Hindia dan Romawi.

5. Mengembalikan Agama kepada Logika adalah Sumber Perpecahan Umat.

Ajaran filsafat dan tashawwuf adalah salah satu biang kerok dari perpecahan umat. Seperti munculnya sekte yang bernama Murji'ah, Jahmiyyah, Mu'tazilah, Asy'ariyyah dan Thariqah-thariqah Shufiyyah serta Jama'ah Tabligh merupakan pengaruh dari ajaran ini.

Syi'ah Imamiyyah yang konon katanya pecinta Ahlul-Bait ternyata juga menerima ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berakidah.

Sementara Khawarij seperti halnya harakah Al-Ikhwanul-Muslimin pun tidak lepas dari ajaran filsafat dan tashawwuf terutama dalam cara mereka berdakwah.

6. Mengambil Zhahir Ayat dan Hadits tetapi Mengembalikan Pemahamannya kepada Logika dapat Membahayakan Islam dan Kaum Muslimin.

Ketika sebagian kaum muslimin sudah berpaling dari Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-Shalih, maka menjadi rusaklah prinsip manhaj, keyakinan akidah, amalan ibadah serta metode dakwah mereka. 

Ini sebagaimana sekte Khawarij yang berpegang pada zhahir ayat dan hadits namun mengembalikan pemahamannya kepada logikanya yakni meninggalkan pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum, sehingga dengan mudahnya kaum Khawarij itu mangafirkan dan membunuh kaum muslimin yang bahkan hanya gara-gara tidak sejalan dengan madzhab mereka. 

7. Filosof Generasi Awal Hanya Menjadikan Filsafat untuk Mencari Kebenaran dan Tidak Menentang Ajaran Islam.

Dulu filsafat digunakan sekedar untuk mencari kebenaran, sekedar untuk membuktikan bahwa pencipta alam semesta itu ada, sekedar untuk menjelaskan perlunya nabi diutus ke muka bumi dan sekedar untuk menetapkan agama mana yang sesuai dengan naluri manusia.

Ketika mereka telah menemukan kebenaran, telah terbukti bagi mereka bahwa pencipta alam semesta adalah Allah Ta'ala, telah jelas bagi mereka bahwa nabi terakhir adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, telah tetap bagi mereka bahwa agama yang sesuai dengan naluri manusia adalah Islam, maka langkah berikutnya adalah tinggal beriman saja terhadap segala kabar dan tinggal taat saja terhadap segala perintah dari Allah Ta'ala, dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan dari ajaran Islam.

Maka setelah itu filsafat sudah tidak berguna lagi, karena apabila filsafat itu dipaksakan maka dampaknya tidak lain kecuali keraguan belaka, lantaran bukannya langsung beriman dan taat malah segalanya maunya serba dipertanyakan.

Di bawah ini gambar batu mirip telapak kaki, seni alamiah yang bisa juga dikategorikan suiseki.

Bicara tentang telapak kaki, bicara juga tentang siapa yang dianggap menginjak dan siapa yang merasa diinjak, bicara juga tentang apakah seseorang memosisikan logika berada dibawah ataukah malah ia diposisikan di atas agama?

Sabtu, 17 September 2016

Memahami Makna Manhaj, Sunnah, Atsar, Syari'at, Shirath, Thariq, Sabil dan Sirah (Pertemuan 42)


Kalau kita perhatikan kalimat (kata) manhaj, sunnah, atsar, syari'at, shirath, thariq, sabil dan sirah, maka kita mendapati bahwa maknanya adalah sama yaitu "jalan". Jadi apabila salah satu kalimatnya disebut niscaya kalimat yang lainnya akan ikut.

Adapun penjabarannya akan kita uraikan secara singkat di bawah ini insya Allah:

1. Manhaj (Jalan yang terang)

Telah kita maklumi bersama bahwa agama Islam telah terpecah-belah menjadi beberapa golongan, dan setiap golongan pasti merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya, yakni masing-masing tentu membanggakan manhajnya (jalannya, caranya, metodenya, pemahamannya dan prinsipnya).

Untuk mengetahui golongan mana yang diikuti oleh seseorang biasanya dapat dilihat dari manhajnya, yaitu dari sisi bagaimana pemahaman atau prinsipnya dalam menjelaskan maupun berperilaku terhadap urusan akidah, ibadah maupun dakwah.

2. Sunnah (Cara)

Jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan hukum fiqih maka ia adalah kebalikan dari makruh, sehingga sunnah merupakan "sesuatu yang mendapat pahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan".

Namun jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan dalil atau hujjah selain dari Al-Qur'an maka kalimat yang dimaksud adalah "hadits", yakni apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik itu perkataan, perbuatan maupun persetujuan.

Akan tetapi jika kalimat "sunnah" dikaitkan dengan manhaj salaf maka ia bermakna "atsar" yakni mencakup sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah para shahabat radhiyallahu 'anhum.

Kita sering mendengar istilah "ahlus-sunnah", maka kalimat "sunnah" yang dimaksud dalam hal ini adalah syari'at, yakni peraturan, undang-undang maupun hukum yang ada di dalam ajaran Islam, di mana syari'at itu bersumber dari Al-Qur'an, Al-Hadits dan Al-Atsar.

3. Atsar (Jejak)

Atsar artinya adalah jejak, sebagaimana perkataan: "tidak tampak padanya atsarus-safar (bekas-bekas perjalanan jauh), dan sebagaimana perkataan: "min atsaris-sujud" (dari tanda sujud yang membekas di dahi).

Jika dikaitkan dengan manhaj salaf maka "atsar" bermakna "sirah" (peri kehidupan), yakni riwayat tentang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya radhillahu 'anhum.

Dalam perkara mengambil hukum dari suatu dalil, para imam madzhab lebih mengutamakan atsar shahabat ketimbang melakukan qiyash, meskipun qiyash merupakan salah satu sumber dari hukum Islam. Qiyash adalah membandingkan suatu perkara dengan dalil, sebagaimana mengiyash gandum dengan beras dalam urusan zakat fithrah lantaran sama-sama makanan pokok.

4. Syari'at (Peraturan, undang-undang, hukum)

Syari'at adalah qanun, yakni peraturan, undang-undang dan hukum. Jika dikatakan bahwa: "perkara itu telah disyari'atkan" maka ia berarti bahwa perkara itu telah menjadi peraturan, undang-undang dan hukum di dalam Islam.

Dengan diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul, maka otomatis syari'at nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu menjadi terhapus, seperti syari'at bertaubat dengan cara bunuh diri pada zaman Nabi Musa alaihis-salam.

Adapun ibadah haji yang awalnya disyari'atkan pada zaman Nabi Ibrahim 'alaihis-salam, ia tetap dilanjutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga ia menjadi syari'at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam beserta umatnya.

Ini sebagaimana ibadah shaum (puasa) yang juga telah didisyari'atkan kepada umat-umat terdahulu.

5. Shirath (Titian)

Kita senantiasa memohon kepada Allah Ta'ala agar Dia memberikan hidayah (pentunjuk) kepada kita untuk menuju ash-shirathal-mustaqim (jalan yang lurus).

Di antara kisah tentang ash-shirathal-mustaqim ini adalah tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengaris satu garis lurus kemudian membaca: "Haadza sabiilullahi mustaqiiman fat-tabi'uuhu! (Inilah jalan Allah yang lurus maka ikutilah dia!)".

Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menggaris dengan banyak garisan di sisi kanan dan kirinya lalu mengatakan: "Tidaklah pada tiap-tiap garisan yang banyak ini melainkan ada syaithan yang menyeru kepadanya".

Demikianlah keadaan ash-shiratal-mustaqim yang dipenuhi dengan berbagai godaan dalam menjalaninya.

Shirath juga merupakan titian membentang yang berada di atas kobaran nar pada hari akhirat, di mana halusnya seperti rambut yang dibelah tujuh dan tajamnya melebihi mata pedang, semoga kita diselamatkan oleh Allah Ta'ala saat melaluinya.

6. Thariq (Jalan, lorong, gang)

Ketika dikatakan bahwa "Fulan fith-thariq" maka ia juga bisa dikatakan bahwa "Fulan fisy-syari'" atau "Fulan fis-sayr", yakni fulan berada di jalan, lorong atau gang.

Sementara thariqah (thariq+ah) yang memiliki makna syari'at dan sirah serta sunnah, adalah berarti kaifiyyah atau uslub, yakni cara atau metode.

Kalimat "thariqah" juga dijadikan suatu istilah untuk menunjukkan suatu madzhab (aliran).

7. Sabil (Jalan)

Kita sering mendengar perkataan "fi sabilillah (di jalan Allah)", dan perkataan "ibnus-sabil (musafir, anak jalanan atau gelandangan)".

Ketika dikatakan "Laysa laka sabil (Kamu tak punya jalan)", maka kalimat sabil tersebut bermakna hujjah, dalil atau alasan, sehingga perkataan tadi berarti "Laysa laka hujjah (Kamu tak punya hujjah)", "Laysa laka dalil (Kamu tak punya dalil)", atau "Kamu tak punya alasan".

8. Sirah (Perjalanan)

Sirah adalah qishshah aw tarikh aw suluk (kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan), sebagaimana sirah nabawiyyah, yakni kisah atau sejarah atau perilaku/ perjalanan kehidupan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.


Jika bongkahan batu akik terutama jenis jasper dibelah maka biasanya kita akan mendapatkan sisi kembar.

Adapun hubungannya dari apa yang kita bahas adalah bahwa kita akan menemukan sisi kembar dari makna sabil, thariq, sirah, sunnah, syari'at, shirath, atsar dan manhaj.


Kamis, 15 September 2016

Manhaj Salaf yang Jarang Diketahui namun Penting (Pertemuan 41)


Sebelum masuk ke inti pembicaraan, ada baiknya kita dahulukan tentang mengenal Allah Ta'ala, mengenal Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan tiga generasi utama serta mengenal Salaf.

1. MENGENAL ALLAH TA'ALA

Allah Ta'ala adalah Dzat yang memiliki rububiyyah, uluhiyyah, dan asma' wa shifat.

a). Rububiyyah
Rububiyyah adalah sifat dari Ar-Rabb, yaitu pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta. Dengan sifat rububiyyah ini Allah Ta'ala menyiptakan segenap alam raya, menyiapkan jannah bagi kaum yang bertaqwa, menyiapkan nar bagi kaum yang durhaka, melimpahkan rezeki kepada makhluk-makhluk-Nya, mengutus para nabi untuk mengajari manusia, menurunkan kitab sebagai petunjuk dalam beragama.

b). Uluhiyyah
Uluhiyyah adalah sifat dari Al-Ilah, yaitu yang berhak disembah/ di'ibadahi. Dengan sifat uluhiyah ini, maka kita mengkhususkan ibadah hanya pada-Nya, tidak menggantungkan diri kepada selain-Nya, tidak menjadikan antara kita dengan Allah Ta'ala suatu perantara, dan tidak melakukan qurban untuk berhala-berhala.

c). Asma' wa shifat
Asma' wa shifat adalah Nama-nama dan sifat-sifat. Dengan ditetapkannya nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala ini maka kita tidak mengingkari apa-apa yang telah Dia Ta'ala akui, tidak menyerupakan antara Dia Ta'ala dengan makhluk bernyawa maupun benda mati, tidak menyerahkan maupun mena'wil makna-makna yang telah dima'lumi, dan tidak menanyakan hakikat yang tidak mampu untuk makhluk ketahui.

2. MENGENAL NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN TIGA GENERASI UTAMA

a). Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Rasulullah/ Utusan Allah Ta'ala

b). Shahabat radhiyallahu 'anhum adalah murid yang mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang hidup semasa dengan beliau di dalam keadaan tetap beriman.

c). Tabi'in rahimahullah adalah murid yang mengikuti para shahabat radhiyallahu 'anhum, generasi tabi'in rahimahumullah ini hidup semasa dengan para shahabat radhiyallahu 'anhum namun tidak sempat melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

d). Tabi'it-tabi'in rahimahullah adalah murid yang mengikuti tabi'in rahimahumullah, generasi tabi'it-tabi'in rahimahullah ini hidup semasa dengan tabi'in rahimahullah namun tidak sempat melihat shahabat radhiyallahu 'anhum.

3. MENGENAL SALAF

a). Salaf adalah orang-orang terdahulu

b). As-Salafush-Shalih adalah salaf yang shalih, yaitu shahabat radhiyallahu 'anhum, tabi'in rahimahullah, dan tabi'it-tabi'in rahimahullah

c). Salafi adalah pengikut As-Salafush-Shalih

d). Salafiyyun adalah orang-orang Salafi

4. MANHAJ SALAF YANG PENTING NAMUN JARANG DIKETAHUI

a). Tidak membolehkan untuk bekerjasama dalam urusan da'wah dengan syi'ah, tidak dengan asy'ariyyah, tidak dengan khawarij, tidak dengan mu'tazilah, tidak dengan murji'ah, tidak dengan turatsiyyah, tidak pula dengan haddadiyyah.

b). Tidak mengambil ilmu dari orang-orang yang sudah ditahdzir oleh 'ulama al-jarh wat-ta'dil sebelum mereka mengumumkan taubatnya dan kembali ke jalan Salaf. Tahdzir adalah memperingatkan ummat dari penyimpangan seseorang atau kelompok, sedangkan al-jarh wat-ta'dil adalah suatu bidang ilmu yang merinci tentang dicela atau dipujinya seseorang atau kelompok.

c). Tidak dibolehkan untuk membenci seorang atau lebih 'ulama' Salaf. Tidak mencela Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu, tidak merendahkan kedudukan Mu'awiyyah radhiyallahu 'anhu, tidak menghina salah satu dari empat imam madzhab rahimahumullah, tidak menyudutkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, tidak pula menodai kehormatan Asy-Syaikh Rabi' hafizhahullah.

d). Tidak menghadiri majlis-majlis yang mengandung syubhat. Syubhat adalah kerancuan yang biasanya diberi dalil agar kerancuan itu seakan-akan sesuatu yang haqq padahal sesungguhnya ia bathil.

e). Berusaha untuk menjadi arhamun-nas atau sebaik-baik manusia, yakni berdialog dengan cara yang baik, menolak dengan sikap yang santun, patuh pada peraturan pemerintah selama tidak dalam perkara ma'shiyat, menjauhi ujub, serta menjaga harga diri.


Ini gambar batu akik madu jenis kalsedoni, di Kapuas Hulu batu ini dinamai Red Arwana, di Bengkulu dinamai Red Raflesia, di Obi dinamai Bacan Obi. Batu ini juga terdapat di Sungai Keladen dan berbagai tempat di belahan bumi ini.

Satu jenis dengan banyak nama, demikianlah perihal tentang batu permata. Seperti pula pada batu jenis corundum, namanya dibedakan berdasarkan warna, kalau merah disebut ruby, kalau kuning orang bilang yaqut, kalau oren disebut padparadcha, kalau masih daging orang bilang nilam, kalau warna lainnya tetap disebut sapphire.

Sementara di tubuh Islam kita menemukan suatu hakikat yang sama namun memiliki nama yang berbeda atau berubah-ubah.

Kelompok yang bernama Al-Ikhwanul-Muslimun atau biasa dikenal dengan Ikhwanul-Muslimin, begitupun Thaliban, Hamas, Jabhatun-Nushrah, dan Daulah Islamiyyah Iraq wa Syam, pada hakikatnya mereka semua bermanhaj atau berpemikiran khawarij.

Jaringan Islam Liberal, Jaringan Islam Nusantara, Aliran Nusantara, Islam Moderat dan Nahdhatul-'Ulama', pada hakikatnya adalah ahlur-ra'yi yang berpemikiran filsafat.

Jama'ah Tabligh hakikatnya adalah tarekat shufi, dan Ahlul-Bait Indonesia pada hakikatnya adalah Syi'ah Rafidhah.

Halabiyyun, Rodjaiyyun, Ruhailiyyun, Sururiyyun dan Turatsiyyun pada hakikatnya adalah Al-Ikhwanul-Muslimun yang berkedok Salafi

Haddadiyyun dan Hajuriyyun pada hakikatnya adalah sama dalam pemikirannya, mereka ini pun memakai embel-embel Salafi.


Selasa, 13 September 2016

Ternyata Salafi Lebih Masuk Akal (Pertemuan 40)

Catatan ini intinya adalah seruan untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman As-Salafush-shalih, di mana prinsip-prinsipnya lebih masuk akal ketimbang filsafat dan tashawwuf.

Pada kesempatan kali ini kita akan mengangkat tiga perkara yaitu:
1. Kedudukan Para Shahabat Radhiyallahu 'Anhum,
2. Inti Agama Hanyalah Syari'at, dan
3. Menetapkan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah Ta'ala Berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah.

Semoga tiga perkara ini bisa dijadikan suatu qaidah penting untuk lebih memahami prinsip-prinsip Salafi, sebagai petunjuk jalan bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran.

1. KEDUDUKAN PARA SHAHABAT RADHIYALLAHU 'ANHUM

Sangat masuk akal bahwa para shahabat radhillahu 'anhum lebih selamat pemahamannya, lantaran:

a). Allah Ta'ala ridha kepada Al-Muhajirin dan Al-Anshar, dan mereka pun ridha kepada Allah Ta'ala. Allah Ta'ala menjamin mereka masuk jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.

Siapakah Al-Muhajirin dan Al-Anshar itu? Kalau bukan para shahabat radhiyallahu 'anhum, lantas siapa lagi? Oleh karenanya bagi siapapun yang ingin meraih ridha dan jannah Allah Ta'ala maka hendaklah dia mengikuti jejak mereka.

b). Mereka radhiyallahu 'anhum merupakan murid langsung dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka beriman pada kenabian dan kerasulan beliau di tengah ramai manusia mendustakannya, mereka menyintai beliau lebih dari jiwa-raga di tengah ramai manusia membencinya, mereka menemani beliau suka-duka di tengah ramai manusia menjauhinya, dan mereka berjihad bersama beliau dalam menegakkan kalimat tauhid di tengah ramai manusia memeranginya.

Untuk menilai baik-buruknya sifat seseorang dapat dilihat dari bersama siapa dia berkawan. Kalau berkawan dengan penjual minyak wangi maka efeknya akan ikut beraroma harum, tapi kalau berkawan dengan seorang tukang besi maka dampaknya akan ikut bau bakaran. Oleh karenanya para shahabat radhiyallahu 'anhum merupakan orang-orang terbaik dikarenakan mereka adalah teman dari manusia terbaik, yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kalau bukan Allah Ta'ala yang memilihkan teman untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas siapa lagi?

c). Bahasa Arab mereka radhiyallahu 'anhum merupakan bahasa yang terfashih sehingga lebih mudah dalam memahami ayat Al-Qur'an dan matan Al-Hadits. Mereka radhiyallahu 'anhum pun menjadi saksi akan asbanun nuzul (sebab-sebab turunya ayat) dan asbabul-wurud (sebab-sebab keluarnya hadits).

d). Di antara para shahabat ada Al-Khulafa'ur-Rasyidin radhilallahu 'anhum yang direkomendasikan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berpegang teguh dengan Sunnah mereka setelah Sunnah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala berada dalam kondisi perpecahan ummat.

2. INTI AGAMA HANYALAH SYARI'AT

Sangat masuk akal bahwa inti agama Islam adalah syari'at itu sendiri, lantaran:

a). Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam hanya mengajarkan syari'at, dan untuk jannah pun diraih melalui mencari ridha Allah Ta'ala dengan cara menjalankan syari'at-Nya.

b). Syari'at itu adalah apa saja yang terkandung di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, di mana kalau kita berpegang teguh kepada keduanya maka akan dijamin tidak akan tersesat selama-lamanya.

c) Syari'at itu telah disampaikan seluruhnya oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana ia sudah mencakup perkara zhahir sekaligus bathin, sebagai santapan jasmani sekaligus rohani. Oleh karenanya tidak diperlukan lagi filsafat dan tashawwuf untuk ikut campur menambah ajaran spritual baru seperti tarikat, hakikat dan ma'rifat 'ala filosof dan shufi.

3. MENETAPKAN NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH TA'ALA HANYA BERDASARKAN AL-QUR'AN DAN AS-SUNNAH.

Sangat masuk akal bahwa Salafi menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala hanya berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, karena:

a) Yang lebih mengetahui tentang Allah Ta'ala hanyalah Allah Ta'ala sendiri, yang Dia khabarkan melalui kitab-Nya, yang Dia wahyukan kepada utusan-Nya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

b) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitakan perihal nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta'ala kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an kepada mereka berikut penjelasannya, yang kita kenal dengan Al-Hadits.

c). Allah Ta'ala memberitakan di dalam kitab-Nya bahwa Dia menciptakan Adam alaihis-salam langsung dengan kedua tangan-Nya. Berita ini mengandung pengakuan bahwa Dia merupakan Dzat yang memiliki sifat dua tangan. Tidak ada hak bagi orang-orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah untuk mengingkari sifat ini, dan tidak ada hak pula bagi mereka untuk mena'wilnya dengan makna "kekuasaan". Hanya saja sifat-sifat Allah Ta'ala itu tidak boleh diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

d). Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang sifat-sifat Allah Ta'ala kepada para shahabatnya radhiyallahu 'anhum, beliau tidak mena'wilnya dengan perkataan apapun. Demikian pula yang dilakukan oleh para shahabat radhiyallahu 'anhum beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Kalau seandainya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum serta para tabi'in maupun para tabi'it-tabi'n rahimahumullah ada mena'wil sifat-sifat Allah Ta'ala tentulah sampai kepada kita riwayat-riwayatnya.

Dikarenakan tidak ada satupun riwayat yang membuktikan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mena'wil sifat-sifat Allah Ta'ala maka tugas kita dalam perkara ini hanyalah mencukupkan diri pada apa yang telah dicukupkan oleh beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.

TAMBAHAN

Di bawah ini ada gambar permata rock crystal yang dapat menempel di kaca yang lembab lantaran bagian atas dari permata tersebut diasah rata.

Demikian pula cara kerja cuci otak, kalau kepalanya sudah selesai digosok rata maka dia dapat nempel dengan orang yang bisa memengaruhinya.

Istilah "cuci otak" selaras dengan makna "cuci mata", yakni sama-sama berkonotasi negatif, sehingga musuh-musuh Sunnah suka sekali memakai istilah "cuci otak" tersebut untuk mendeskreditkan Salafi.

Tapi sebagai Salafi kita hanya menyampaikan apa adanya dan berusaha untuk lebih bersikap hikmah, hanya saja suatu kebenaran tidak akan sulit diterima bagi siapa saja yang dimudahkan oleh Allah Ta'ala.

Senin, 12 September 2016

Apa itu Syubhat? (Pertemuan 39)


Ada sebagian orang memaknai kata syubhat berdasar pada kebiasaan dalam berbahasa, yakni ketika dua atau lebih orang bekerjasama dalam perkara dosa atau kejahatan, seperti perkataan: "Mereka telah atau sedang bersyubuhat".

Akan tetapi kalau ditinjau dari segi hukum maka syubhat itu adalah suatu perkara yang letaknya di antara halal dan haram, namun ia lebih cenderung/ condong ke arah yang diharamkan.

Dengan demikian maka syubhat pula dapat diartikan dengan kerancuan, keraguan, masih samar, fitnah dan sesuatu yang sepertinya menyerupai kebenaran sehingga karenanya ia memerlukan penjelasan.

1. MENGAPA SALAFI BERPEGANG KEPADA ZHAHIR AYAT ATAU HADITS?

Dari sinilah letak kesungguhan Salafi dalam mencari kebenaran bukan pembenaran. Yaitu mengambil hukum dari zhahir ayat atau hadits bukan malah menghukumi keduanya.
Kita mungkin bersepakat bahwa perkataan tanpa dalil akan tertolak, namun kalau justru mencari dalil untuk mendukung perkataan maka itu sudah lain lagi urusannya.

Artinya, bisa saja segala kerancuan yang disebarkan oleh ahlul-ahwa (orang-orang yang lebih menuruti hawa nafsu) mempunyai sederet dalil, nah maka dalam hal mendalili hawa nafsu itulah yang dikenal juga dengan istilah syubhat.

Jadi, slogan untuk kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah mesti diklarifikasi lagi. Jangan demi membela diri atau kelompok sampai membawa-bawa dalil, kalau begitu jadinya malah mengembalikan Al-Qur'an dan As-Sunnah kepada kepentingan-kepentingan tertentu.

2. KLARIFIKASI BEBERAPA KASUS SYUBHAT

a). Bersuci dari najis menyentuh anjing dengan cara membasuhnya menggunakan tujuh kali siraman air, di mana pada salah satu siraman diselingi tanah. Secara Sunnah memang demikian harusnya, namun bukan berarti melalui alasan tinggal basuh saja dengan mengikuti cara di atas malah dijadikan dalil untuk pembolehan memelihara anjing di rumah.

b). Istighfar merupakan usaha untuk menghapus dosa, namun jangan sampai ini dijadikan dalil untuk semaunya bermaksiat.

c). Sebagian 'ulama' fiqh terutama madzhab Syafi'i menyatakan batal wudhu' kalau menyentuh lawan jenis, namun jangan sampai karena alasan tinggal wudhu' lagi sehingga membolehkan berjabatan tangan dengan lawan jenis tersebut.

d). Anjuran ziarah qubr untuk mengingatkan kepada kematian, jangan sampai dijadikan dalil untuk mengadakan macam-macam ritual di sana.

e). Nabi Sulaiman diberi kuasa oleh Allah Ta'ala untuk memerintah diantaranya kaum jin. Jangan sampai dijadikan dalil untuk membolehkan mohon pertolongan kepada mereka.

3. AHLUS-SUNNAH ADALAH AHLUL-ATSAR

Tidak ada jaminan bahwa berpegang kepada zhahir dalil dapat mengantarkan seseorang kepada kebenaran yang seutuhnya. Ini sebagaimana kerancuan/ syubhat kawarij ketika hanya berpedoman dengan apa yang tersurat namun meninggalkan riwayat ahlul-atsar (qaul/ perkataan para shahabat), sehingga karenanya mereka mengafirkan orang-orang yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala.

4. SIKAP YANG BENAR DALAM MENGHADAPI BERBAGAI SYUBHAT

a). Membantahnya dengan ilmiyyah.
b). Tidak hadir dimajlisnya, menutup telinga rapat-rapat dari mendengarnya.
c). Menjauh dan berhati-hati terhadap orangnya.
d). Mengalihkan ke lain pembicaraan.
e). Mengingatkan ummat dari pengaruhnya.

5. HAL-HAL YANG BISA MENIMBULKAN SYUBHAT

a). Ketidak-pahaman tentang manhaj dan 'aqidah, serta bahasa 'Arab.
b). Pengaruh dari belajar filsafat dan tashawwuf
c). Berteman akrab dengan ahlusy-syubhat
d). Kebiasaan menggunakan bahasa yang bersifat umum
e). Alergi terhadap tahdzir

Di bawah ini gambar serpihan batu obsidian, sebagian orang menyebutkan bahwa obsidian itu merupakan kaca bukan batu dan sebagian lagi menyatakan bahwa obsidian itu batu bukan kaca, maka yang benar adalah ia sesungguhnya batu kaca alami (natural glass stone).

Ini sebagaimana batu green darson, ada yang berpendapat bahwa ia batu jasper dan ada yang bilang ia jenis kalsedoni, maka yang benar adalah ia sesungguhnya batu jasper kalsedoni, kulitnya jasper isinya kasedoni.

Seringkali kekurang-pahaman dapat menimbulkan berbagai syubhat, maka obat dari penyakit itu hanyalah dengan belajar. Senantiasa menambah pengetahuan dan tidak mencukupkan diri dengan ilmu yang dimiliki saat ini.

Minggu, 11 September 2016

Takfiri itu Apa dan Siapa? (Pertemuan 38)

Kafir = non muslim
Kufur = keyakinan, ucapan atau perbuatan yang dapat membatalkan keislaman seseorang sehingga bisa menyebabkan pelakunya menjadi kafir.
Takfir = mengafirkan/ menyatakan fonis kafir
Takfiri= orang yang melakukan takfir (yakni secara berlebihan)

A. TUJUAN UTAMA MENGETAHUI BAB TAKFIR

1. Agar kita dapat menghindarkan diri dari apa-apa yang bisa menjemuskan kepada kekafiran.

2. Tidak seenaknya mengafirkan orang lain

B. SETIAP KELOMPOK MEMILIKI PRINSIP TAKFIR, LANTAS SIAPA YANG BENAR-BENAR TAKFIRI?

1. Salafi menyatakan bahwa kufur besar merupakan pembatal keislaman seseorang. Salafi menakfir keyakinan kufur, ucapan kufur dan perbuatan kufur, namun tidak semudahnya menakfir manusianya. Salafi sangat berhati-hati di dalam urusan takfir, karena apabila salah fonis maka resikonya akan berbalik kepada yang memonis.

Salafi hanya akan menakfir seseorang apabila didapati kekufurannya telah betul-betul jelas. Itupun jika tidak ada padanya penghalang seperti ia belum dinasehati atau kekufurannya dikarenakan sebab ta'wil, sebagaimana mena'wil demokrasi dengan musyawarah.

2. Syi'ah mengafirkan sebagian besar shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terutama khalifah yang pertama bersama putrinya, khalifah yang kedua bersama putrinya dan khalifah yang ketiga radhiyallahu 'anhum.

3. Khawarij mengafirkan pelaku dosa besar, yang di antaranya terhadap penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala.

4. Sebagian asy'ariyyin mengafirkan pemerintah Sau'di.

Kalau kita perhatikan justru point ke 2, 3 dan 4 lah yang berlebihan dalam perkara takfir:

Point ke 2: Mengapa syi'ah mengafirkan para shahabat radhiyallahu 'anhum, sementara Allah Ta'ala sendiri telah menjamin surga atas mereka?

Point ke 3: Mengapa khawarij mengafirkan penguasa yang berhukum dengan selain hukum Allah Ta'ala, sementara para shahabat radhiyallahu 'anhum sepakat menggolongkannya sebagai kufrun duna kufrin (yakni kufur 'amali yang tidak mengakibatkan pelakunya menjadi kafir, ini sebagaimana riya' yang tergolong syirik kecil tapi tidak menjadikan pelakunya sebagai musyrik)?

Point ke 3: Dan mengapa sebagian Asy'ari mengafirkan pemerintah 'Arab Sa'udi, padahal pemerintah 'Arab Sau'di menjalankan undang-undang syari'at Islam, kalau 'Arab Sa'udi saja bisa mereka kafirkan apalagi Indonesia ini, di mana notabebe undang-undangnya berdasarkan demokrasi?

C. KEYAKINAN, UCAPAN DAN PERBUATAN YANG LAYAK DITAKFIR

Lihat betapa masuk akalnya metode Salafi dalam menakfir suatu keyakinan, ucapan dan perbuatan, maka dari itu kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari sikap-sikap berikut ini:

1. Keyakinan yang mengandung kekufuran:
a). Meyakini ada sesembahan selain Allah Ta'ala.
b). Meyakini ada syari'at yang lebih baik daripada syari'at yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
c). Meyakini bahwa Allah Ta'ala melebur ke dalam diri-diri makhluk-Nya.
d). Membenci kemenangan kaum muslimin atas orang-orang kafir dan lebih menyukai kemenangan orang-orang kafir atas kaum muslimin.

2. Ucapan yang mengandung kekufuran:
a). Mendustakan, menyatakan bohong terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
b). Menghina, mencaci maki seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
c). Mengolok-olok, menjadikan candaan terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.
d). Ucapan penolakan terhadap seluruh maupun sebahagian dari ajaran Islam.

3. Perbuatan yang mengandung kekufuran:
a). Menginjak-injak mushhaf Al-Qur'an atau menajisinya dengan sengaja.
b). Ruku' dan sujud dengan sengaja tepat di hadapan patung.
c). Melakukan ritual sihir, termasuk pelet maupun santet.
d). Berperang melawan kaum muslimin untuk membela orang-orang kafir.

Sebagai penekanan sekali lagi bahwa tujuan kita mempelajari bab takfir adalah agar kita dapat menghindarkan diri dari sikap-sikap yang mengandung kekufuran dan tidak semudahnya mengkafirkan orang lain, kecuali terhadap orang-orang yang sudah jelas dan tidak diragukan lagi kekafirannya.

Namun wajib bagi kita untuk mengafirkan orang-orang yang telah dikafirkan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri, seperti Iblis, Fir'aun, anak nabi Nuh 'alaihis-salam yang tenggelam di air bah, Abu Lahab beserta istrinya, Abu Jahal, dan ayah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam yang bernama Azar. Jika kita tidak berani untuk mengafirkan mereka maka berarti kita telah ragu pada pernyataan dari ayat-ayat Allah Ta'ala dan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

D. MAKNA KAFIR SECARA BAHASA

Di bawah ini ada gambar dua buah model tempat untuk menyimpan telur maupun untuk menyembunyikan batu yang berbentuk telur. Demikianlah arti kafir kalau ditinjau dari segi bahasa atau etimologi, ia sebagaimana mengubur benih ke dalam tanah, atau pula mendindingi sesuatu agar tidak kelihatan.

E. MAKNA KAFIR SECARA SYAR'I

Akan tetapi kalimat (kata) dari kafir itu sendiri sudah menjadi suatu istilah yang syar'i (bersifat syari'at), yaitu orang yang berada di luar agama Islam (non muslim). Oleh karenanya Salafi tidak mau bermain-main dalam menyebut seseorang dengan perkataan "kafir".

Selain itu Salafi juga sangat berhati-hati dalam menyebut seseorang dengan perkataan "murtadd", "thaghut", "musyrik" dan "munafik", lantaran kalimat-kalimat (kata-kata) tersebut mengarah kepada makna kafir.

F. TIDAK IFRATH DAN TIDAK TAFRITH

Kalau kita mau mempelajari kaedah-kaedah Salafi dalam hal takfir maka kita akan berkesimpulan bahwa Salafi merupakan orang-orang yang paling tidak mudah untuk melakukannya.

Oleh sebab itu apabila tiba-tiba ada yang memakai embel-embel Salafi namun sangat enteng dalam memonis kafir pada orang lain, maka dapat dipastikan bahwa dia jahil dan bukan Salafi, tapi kemungkinan samaran dari salah satu sekte berikut ini:
a). Haddadiyyah/ Hajuriyyah
b). Al-Ikhwanul-Muslimun/ Harakiyyah/ Teroris/ Khawarij
c). Syi'ah
d). Asy'ariyyah

Konsep yang benar dalam hal apapun kan tidak ifrath dan tidak tafrith, tidak berlebihan dan tidak pula meremehkan. Kalau tadi kita menyinggung soal berlebihan maka ini mengenai peremehan, yakni golongan yang bermudah-mudahan dalam perkara takfir, seperti halnya sekte murji'ah yang diteladani oleh orang-orang yang anti terhadap manhaj tahdzir yaitu turatsiyyah.

Turatsiyyah ini kadang-kadang ifrath dan kadang-kadang tafrith, kadang-kadang bersikap sebagai khawarij dan kadang-kadang bersikap sebagai murji'ah, tapi maunya mereka disebut Salafi, bagaimana bisa? Sedangkan Salafi sendiri prinsipnya jelas, tidak plin-plan seperti mereka.