Selasa, 27 Desember 2016

Kupas Tuntas Tentang Niat (Pertemuan 55)

Ada suatu pemahaman yang menyatakan bahwa haji itu tidak mesti di bulan dzul-hijjah, wukuf tidak mesti di tanggal sembilannya dan tidak mesti di padang 'arafah. Model pemahaman semacam ini muncul lantaran berpandangan niat itu yang penting ikhlash, yang penting menunaikan ibadah, adapun soal tata caranya terserah kita.

Apa pendapat kita kalau ada seseorang yang ikhlas untuk mendirikan shalat zhuhur di mesjid, gerakan-gerakan shalat yang hendak dia kerjakan pun sesuai contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, orang tersebut lalu mulai mengambil pengeras suara untuk mengumandangkan adzan akan tetapi jarum jam baru menunjukkan pukul sepuluh nol-nol?

Setelah diteliti ternyata ibadah itu tidak cukup dengan hanya mengikhlashkan niat pada Allah Ta'ala semata. Oleh sebab itu kita akan menjabarkan secara singkat makna dari innamal-a'maalu bin-niyyaat.

Innama (إنما), kalimat ini biasa diterjemahkan dengan "Sesungguhnya" yakni berfungsi sebagai penekanan, padahal kalimat tadi terdiri dari inna (إن) yang berarti "sesungguhnya" dan maa (ما) yang berarti "tidaklah" yang jika digabungkan menjadi innamaa maka artinya "sesungguhnya hanya saja, tidak lain".

Dalam beberapa kasus innamaa ia tidak dimaksudkan sebagai mutlak, seperti innamaa anta mundzir (إنما أنت منذر) "Sesungguhnya engkau hanya pemberi peringatan", pertanyaannya apakah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam hanya sebagai seorang penyampai kabar ancaman, sedangkan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga sebagai basyir (بشير) yang berarti "penyampai kabar gembira".

Allah Ta'ala mengatakan: "innamal-hayaatud-dunya illa laibuw wa lahwun..." (...إنما الحياة الدنيا إلا لعب و لهو) "Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah main-main dan senda gurau..." pertanyaannya apakah kehidupan dunia itu hanya main-main dan senda gurau? Sementara dalam kehidupan di dunia ini juga sebagai ladang amal bagi kita untuk persiapan akhirat, maka berdasarkan hal ini kita menyatakan bahwa kalimat innamaa tidak menunjukkan sifat mutlak.
Innamal-a'maalu bin-niyyaat (إنما الأعمال بالنيات) "Sesungguhnya amalan-amalan itu hanyalah tergantung pada niat-niatnya", kalimat innamaa dalam penggalan hadits ini juga tidak bersifat mutlak lantaran masih memerlukan tata cara yang benar sesuai bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Penggalan hadits ini mengajarkan bahwa faktor niat merupakan faktor yang utama dan paling penting saat menjalankan amal ibadah.

Al-A'maal (الأعمال) "'amal-'amal", yakni segala amal ibadah yang sesuai dengan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebut sebagai ibadah karena memerlukan niat yang benar yang teruntuk hanya kepada Allah Ta'ala semata tanpa yang lain, sedang amalan-amalan yang bersifat mubah seperti makan, minum, tidur dan lain sebagainya tidak diperlukan suatu niat ketika hendak melakukannya. Namun suatu perbuatan yang bersifat mubah jika didahului dengan bacaan dzikir seperti membaca bismillah dan menggunakan tangan kanan ketika hendak makan maka amalan tersebut bisa bernilai ibadah.

Bin-niyyaat (بالنيات) "dengan niat-niat", lafazh bi (ب) yang diterjemahkan "dengan" bermakna syarat, yakni syarat sahnya amal, meskipun ia bisa pula bermakna penyempurna amalan, hanya saja kalau dimaknakan dengan penyempurna amalan maka suatu niat boleh digunakan dan boleh pula ditinggalkan. Untuk amalan yang bersifat mubah maka suatu niat merupakan penyempurna namun untuk amalan yang bersifat ibadah seperti shalat, sedekah, shaum, haji dan lain sebagainya maka suatu niat merupakan syarat sah daripada amalan-amalan tersebut.

An-niyyaat (النيات) "niat-niat", merupakan kata jamak dari niat, disebut niat-niat karena membicarakan amal-amal, sehingga setiap amal harus memiliki niat dan tidak boleh satu amalan ibadah pun tanpa disertai dengan niat, yakni niat ikhlash hanya kepada Allah Ta'ala tidak kepada selain-Nya.

Perkara niat adalah perkara hati, atau ia adalah pekerjaan hati, jadi bukan urusan lisan. Dalam hal ini memang ada ikhtilaf di kalangan ulama fiqih, akan tetapi pendapat yang paling rajih adalah yang tidak bertalaffuzh, yakni tidak melafazhkannya dengan lisan, yakni cukup di dalam hati saja.

Jika setiap ibadah memerlukan niat yang ikhlash dan bimbingan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, lantas apakah jihad merupakan suatu amal ibadah yang memerlukan dua syarat tadi? Ya, jihad atau al-amru bil-ma'ruuf wan-nahyu 'anil-munkar merupakan ibadah yang mesti mencukupi syarat-syarat yang jika syarat-syarat itu belum cukup maka ia tidak sah untuk dilakukan. Syarat-syarat jihad:
1. Ikhlash
2. Ikut bimbingan Rasul seperti:
-Tidak melakukan mudzlah/ tidak boleh mencacati mayat
-Tidak boleh membunuh perempuan dan anak-anak
-Harus mendapat izin penguasa -Kekuatan seimbang
-Tidak boleh berkhianat kepada kelompok, tidak boleh mengingkari janji dalam gencatan senjata terhadap luar kelompok
Jika larangan-larangan dalam jihad dilanggar maka jihad tadi bukan mendapatkan pahala bahkan bisa berdosa dan dapat memperburuk nama baik Islam serta kaum muslimin.

Ikhlash tidak bisa diartikan dengan "tulus", karena "tulus" terkesan tidak mengharap apa-apa, tidak berharap balasan apa-apa, sedangan ikhlash bermakna hanya berharap balasan dari Allah Ta'ala semata tidak kepada selain-Nya.

Lawan dari ikhlash adalah syirik, dan riya' termasuk daripada syirik, namun riya' tersebut merupakan syirik kecil yang tidak membatalkan Islam seorang muslim. Riya' itu hanya pada urusan ibadah, bukan pada urusan dunia, sehingga riya' tidak bisa diartikan "pamer", lantaran pameran barang-barang bukan tergolong riya'.

Ibadah itu segala sesuatu yang diridhai oleh Allah Ta'ala dan dicintai-Nya yang mencakup amalan zhahir maupun bathin, seperti: do'a, i'tikaf, harap, takut, tawakkal, thawwaf, isti'anah, istighatsah, rukun Islam, rukun Iman dan rukun dan lain-lainnya Islam. Takut pada binatang buas bukan syirik, tapi takut pada musibah yang mampu ditimpakan oleh orang yang sudah meninggal dunia maka itu syirik. Isti'anah adalah memohon pertolongan yang bersifat tidak mendesak, istighatsah adalah memohon pertolongan yang bersifat mendesak

Kesimpulan dari innamal-a'maalu bin-niyyaat adalah: SESUNGGUHNYA SEGALA AMAL IBADAH YANG DIAJARKAN OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM HANYALAH BERGANTUNG PADA NIAT YANG IKHLASH UNTUK ALLAH SEMATA TIDAK UNTUK YANG LAIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar