Minggu, 25 Desember 2016

Sejarah Pergantian Daulah Islamiyyah (Pertemuan 50)

Di saat Abu Bakr Ash-Shiddiq menjelang akhir hayatnya, beliau mewashiyatkan kekhalifahan kepada 'Umar bin Al-Khaththab untuk sebagai penggantinya, dan ini merupakan keutaaman Abu Bakr di mana beliau tepat dalam menunjuk pemimpin berikutnya.

Di saat 'Umar menjelang akhir hayatnya, lantaran ditikam oleh Abu Lu'lu'ah Al-Majusi, beliau diminta untuk berwashiyat, maka beliaupun berwashiyat, beliau menunjuk enam orang yang di antaranya 'Utsman, 'Ali dan 'Abdurrahman bin 'Auf, masing-masing calon memberikan haknya kepada 'Utsman dan 'Ali, hingga akhirnya 'Abdurrahman bin 'Auf menentukan antara 'Utsman dan 'Ali, maka beliaupun menetapkan 'Utsman sebagai khalifah berikutnya

Di saat 'Utsman terbunuh oleh pasukan khawarij yang mengepung rumah beliau, beliau sempat berpesan menjelang ajalnya agar para shahabat untuk tidak mengangkat pedang demi menjaga tertumpahnya darah kaum muslimin, akhirnya sempat menyelinap masuk dari orang khawarij karena pintu terbuka maka beliau langsung ditebas hingga darah beliau menumpahi mushhaf yang sedang beliau baca. Setelah beliau syahid dan terzhalimi di tangan muslimin khawarij maka khawarij kebingungan lantaran tidak ada yang dapat memimpin mereka, tidak ada yang bisa dipatuhi, itulah kebodohan khawarij, saat ada pemimpin mau ditumbangkan setelah tumbang bingung. Beberapa hari kemudian lantaran tidak ada pilihan lain bahwa tidak boleh berlama-lama untuk menentukan seorang pemimpin, maka akhirnya 'Ali bin Abi Thalib secara otomatis dibai'at untuk menjadi khalifah berikutnya.

Di saat 'Ali bin Abi Thalib ditikam oleh 'Abdurrahman bin Muljim/ Muljam, seorang qari' yang dulunya pernah diutus oleh khalifah kedua untuk mengajar Al-Qur'an di Mesir, khalifah kedua berpesan agar orang Mesir memperlakukan 'Abdurrahman bin Muljim dengan baik dan mengambil pelajaran darinya, namun tidak dinyana ternyata dia terpengaruh oleh fitnah khawarij, ya khawarij lagi khawarij lagi, akhirnya dia berazam untuk menewaskan 'Ali bin Abi Thalib, maka di subuh hari saat khalifah keempat ini membangunkan para shahabat untuk shalat jama'ah, lalu 'Abdurrahman bin Muljim mengendap-ngendap dan begitu ada kesempatan yang agak gelap dia pun menebas 'Ali bin Abi Thalib dan beliau tewas dalam keadaan syahid, lagi lagi di tangan seorang khawarij. Maka para shahabat yang mendapati kekosongan khalifah akhirnya memutuskan untuk membai'at Hasan bin 'Ali, setelah beliau diangkat menjadi Amirul-Mu'minin beliau memutuskan agar pembunuh ayahndanya diqishash lalu mayatnya dibakar.

Terjadilah kekacauan pemerintahan di masa Hasan bin Ali, ini lantaran kaum khawarij tidak henti-hentinya meneror sana-sini ditambah fitnah syi'ah yang semakin meluas, melihat yang seperti itu maka Hasan bin 'Ali melimpahkan kepemimpinan kepada Mu'awiyyah bin Abi Sufyan, dan Al-Hamdu lillah keputusan Hasan sangat tepat. Mu'awiyyah mampu mengatasi keadaan yang luar biasa rumit tersebut.

Di saat Mu'awiyyah menjelang akhir hayatnya beliau hendak melimpahkan kepemimpinan kepada anaknya Yazid bin Mu'awiyyah dan beliau meminta para ulama untuk menanggapi washiyatnya, ya yang bernama washiyat tentu wajib ditunaikan, terlebih lagi memang Yazid sangat layak. Maka Yazid pun resmi ditetapkan sebagai amirul-mu'minin, di masa beliau puak syi'ah semakin menggila dan mulai menjebak Husain bin 'Ali untuk dibai'at sebagai pemimpin, singkat kata terjadilah apa yang terjadi, berakhir pada syahidnya Husain bin 'Ali, padahal tidak ada perintah Yazid untuk agar seperti itu kejadiannya, beliaupun menangisi syahidnya cucu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut.

Baik itu khawarij, baik itu syi'ah, keduanya adalah teroris sepanjang masa, mereka selalu dan selalu membuat repot pemerintahan kaum muslimin, membuat kekacauan di masa khalifah 'Utsman dan 'Ali serta daulah Mu'awiyyah, 'Abbasiyyah, 'Utsmaniyyah, hingga saat ini Sa'udiyyah.

Berdirinya daulah Sa'udiyyah ialah setelah kekosongan pasca kacaunya daulah 'Utsmaniyyah, jadi bukan atas kudeta/ bukan revolusi. Ia bermula dari bekerjasamanya Ibnu Sa'ud selaku pemerintah Ad-Dir'iyyah (sekarang Arab Saudi) dengan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul-Wahhab untuk mengajarkan tauhid dan sunnah kepada masyarakat hingga Allah Ta'ala menghadiahkan mereka daulah islamiyyah yang besar, penuh rahmat dan keberkahan. Meskipun sempat jatuh bangun namun Al-Hamdu lillah Allah Ta'ala menyelamatkan daulah ini.

Ibnu Sa'ud sempat berwashiyyat agar menjadi pemimpin kelak adalah anak-anaknya, jadi sebelum anak-anaknya meninggal maka tidak diperkenankan siapapun untuk menjadi pemimpin, dalam hal ini jika anak pertama meninggal maka digantikan oleh anak kedua dan begitu seterusnya, namun untuk anak yang paling bungsu dan sebelum bungsu ternyata punya akhlaq yang buruk dan telah didikte oleh pengaruh Amerika, oleh karenanya para ulama menggugurkan hak kepemimpinan untuk kedua anak terakhir Ibnu Saud, dan ditukar dengan calon dari dua cucunya, yang jelas yang telah terbina dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Kesimpulannya ia seperti turun temurun padahal sebenarnya ini adalah perihal washiyyat yang wajib ditunaikan, dan ini pun diputuskan oleh para ulama yang meninjau ulang akhlak dari calon pemimpin tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar