Sabtu, 16 Juli 2016

Layakkah Batu Permata Dijadikan Bisnis? (Pertemuan 6)


Layakkah suatu usaha di bidang batu permata dikatakan sebagai bisnis? Kalau memang layak apa alasannya dan kalau memang tidak layak apa pula alasannya? Haha, pertanyaan semacam ini sepertinya mengharuskan kita untuk melakukan uji kelayakan terlebih dahulu ya, hehe... 

Baiklah, untuk menjawab pertanyaan tersebut tentunya kita memerlukan definisi yang tepat dari istilah "bisnis" itu sendiri, namun pada kesempatan kali ini kita tidak merasa benar sendiri dalam menetapkan apa definisinya, lantaran adanya perbedaan di antara kita, sehingga soal apa definisi dari bisnis itu maka jawabannya kita serahkan kepada prinsip masing-masing saja dech, hehe... 

Sebagaimana yang sudah dimaklumi bersama bahwa batu permata awalnya adalah perkara hobby dan koleksi, sehingga bisa jadi kita mengeluarkan banyak duit hanya karena untuk itu, untuk kepuasan hati, kesenangan pribadi dan kebanggaan diri sendiri. Berangkat dari pemenuhan hasrat inilah jual-beli batu permata mulai terjadi. Kalau begitu keadaannya boleh kita tanya balik: "Tidak layakkah suatu usaha di bidang batu permata dikatakan sebagai bisnis?" 

Usaha jual-beli permata tak ubahnya jual-beli tanah, seorang penjual menerima uang dan mendapatkan keuntungan kalau dia memang jual untung, karena banyak juga terjadi dia jual rugi lantaran dia berada dalam kondisi yang kepepet, adapun pembeli mengeluarkan uang, katakanlah dia menghabiskan uang baik secara kontan maupun secara cicilan, misalnya sebanyak lima juta, atau sepuluh juta, atau dua puluh lima juta, atau berapa saja yang dia mau. Maka dalam hal ini Robert T. Kiyosaki pernah mengatakan bahwa: "Keuntungan itu adalah pada saat kita membeli bukan pada saat kita menjual". Untuk lebih jelasnya silahkan membuka kembali karya tulis beliau yang berjudul Rich Dad Poor Dad. 

Usaha di bidang batu permata tak ubah pula seperti bidang-bidang yang lain, sebagaimana sedikit ilustrasi berikut ini, misalnya kita mempunyai sebuah telaga untuk menampung air yang didapat melalui aliran suatu parit kecil yang dihubungkan dengan sungai, sehingga telaga tersebut sangat bergantung pada pasang-surut air sungai, kalau air sungai sedang pasang maka otomatis isi air di dalam telaga menjadi bertambah, pertanyaannya sekarang bagaimana kalau air sungai itu tidak juga kunjung pasang? Jika ini berlangsung cukup lama maka apa yang akan terjadi pada telaga tersebut, sementara kita terus-menerus memerlukan air untuk keseharian kita? Dalam situasi semacam ini langkah sederhana yang dapat kita ambil mungkin dengan cara mengangkut air dari tempat lain, atau dengan cara apa saja yang penting tidak merugikan orang lain, hehe... 

Semua kita tentu sudah mengerti maksud dari ilustrasi tadi, sehingga tidak perlu lagi bagi kita untuk terlalu berpanjang lebar dalam membahas uraiannya. Bahwa sesuatu yang bernama usaha tidak pernah luput dari pasang-surutnya rezeki. Kita bergembira saat usaha kita mengalami kenaikan namun kita tidak lantas berputus asa saat usaha kita mengalami penurunan, sebagaimana dikatakan bahwa: "Tiap penyakit ada obatnya dan di mana ada kemauan maka di situ ada jalan". 

Kabar baiknya, usaha di bidang batu permata merupakan usaha sampingan sekaligus penyaluran hobby bagi siapa saja yang memang hobby. Sehingga kita tidak perlu untuk memaksakan diri menjadikannya sebagai pondasi ekonomi kita, kecuali bagi mereka yang telah sejak lama berprofesi di bidang ini dan telah hapal betul letak-letak celah mendapatkan penghasilan dari usaha permata tersebut, adapun ini merupakan rahasia masing-masing pemain yang dapat kita temukan sendiri seiring waktu berlalu. 

Baiklah, segini dulu pertemuan kita, selanjutnya akan kita bahas di pertemuan berikutnya, sebuah kesimpulan bahwa: "Usaha di bidang batu permata layak tidaknya dijadikan suatu bisnis, bergantung pada bagaimana cara kita dalam bermain"


Ini foto bersama kawan-kawan saat mengadakan peresmian Asosiasi Batu Permata Sambas yang awalnya hanya berupa komunitas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar