Rabu, 10 Agustus 2016

Membantah Muhammad Haidar Si Anak Jalanan (Pertemuan 26)


Pada pertemuan yang ke 25 kita telah menyinggung tentang istilah Sawabi atau Wahhabi, di mana kedua nama itu merupakan pemberian dari musuh-musuh Sunnah, oleh karenanya kita tidak menggunakan gelar tersebut, jadi pada kesempatan kali ini kita hanya menggunakan sebutan yang syar'i saja yaitu Salafi.

Di pertemuan 26 ini sebenarnya kita lebih cenderung untuk mengenalkan beberapa prinsip dari Salafi sekaligus sebagai koreksi dan membantah Muhammad Haidar Si Anak Jalanan itu:

1. Ibadah adalah tauqifiyyah atau kesepakatan, maknanya harus berdasarkan dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jika tidak ada dasar dalilnya dari keduanya itu maka kita tidak sepakat untuk menyebutnya sebagai suatu amalan ibadah.

2. Tertolaknya suatu amalan muhdats yang bukan dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, itu bukan semata-mata ucapan Salafi, melainkan adalah ucapan beliau sendiri dalam hadits shahih dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha yang dimuat di dalam kitab Al-Ahadits Al-Arba'in An-Nawawiyyah.

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

من أحدث في أمرنا هذا فهو رد

3. Telah sempurnanya ajaran Islam itu juga bukan semata-mata ucapan Salafi, itu adalah ucapan Allah Ta'ala sendiri dalam ayatnya: "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian din kalian..."

اليوم أكملت لكم دينكم 

4. Larangan meninggikan kuburan melebihi sejengkal juga bukan semata-mata Salafi yang larang, itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri yang larang.

5. Salam kepada ahli qubr memang ada hadits shahih yang mengajarkannya, yaitu: "assalamu 'alaikum ya ahlad-diyar...". Jadi Salafi menjadikan salam tersebut sebagai sunnah.

6. Tashawwuf memang ajaran baru, seorang sufi juga memang alergi terhadap hadits karena dia lebih mementingkan pengalaman spritual ketimbang dalil syar'i, itu adalah fakta yang banyak terkandung dalam kitab-kitabnya, yang di antaranya menjadikan syari'at sebagai kulit.

7. Ulama' memang tidak ma'shum, jadi kalau fatwanya menyalahi Sunnah maka fatwa tersebut wajib ditinggalkan, ini sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i sendiri: "In shahhal-hadits fahuwa madzhabi".

8. Maulud Nabi memang bid'ah, dalam hal ini Salafi memang sepakat. Kondisi kebid'ahan maulud bukan hanya pada peringatannya tapi juga mencakup bermacam kepercayaan dan ritual yang ada dalam acara peringatan itu.

9. Salafi sepakat bahwa Indonesia adalah negara Islam, dikarenakan pemimpinnya muslim dan rakyatnya juga mayoritas muslim. Kalau ada yang mengkafirkan negara Indonesia maka dia bukan Salafi, tapi teroris Khawarij. Jadi pemimpin Indonesia bukan thaghut sebab istilah thaghut mengarah kepada takfiriyyah.

10. Asy'ariyyah memang sesat, lantaran aqidahnya bertentangan dengan Salafi. Adapun Al-'Allamah Ibnu Hajar Al-Ashqalani bukan seorang asya'irah, beliau hanya terpengaruh fitnah asya'irah dalam bab asma' wa shifat. Jadi beliau tetaplah Salafi, barangsiapa yang menuduh beliau bukan Salafi maka itu adalah pengaruh dari paham Haddadiyyah.

11. Al-Imam Asy-Syafi'i memang tidak ma'shum, karena beliau bukan nabi, kalau ada pendapatnya yang sesuai Sunnah maka kita terima, tapi kalau ada pendapatnya yang menyelisihi Sunnah maka kita buang. Demikianlah pesan beliau sendiri dalam banyak ucapannya.

Untuk menilai apakah sebuah permata yang bernama intan itu asli atau palsu, tidak cukup dengan menggunakan diamond selector, sebab itu merupakan langkah awal saja dan belum finish. Masih ada beberapa pengetesan lagi untuk memastikannya di laboratorium yaitu tingkat kerasnya, indek biasnya, berat jenisnya dan unsur kimiawinya.

Demikian pula dalam menilai suatu kelompok yang ada di dalam Islam, tidak cukup dengan hanya sekilas pandang tanpa penelitian yang serius, salah-salah jadi fitnah nantinya.

Di bawah ini merupakan salinan dari apa yang telah dikoreksi, memang ada beberapa hal yang bertepatan dengan prinsip Salafi, dan itu tidak perlu dibantah, hanya saja bahasanya yang belum bisa diterima. Adapun hal-hal yang tidak bersesuaian atau tidak ada dalam prinsip Salafi itulah yang mesti dibantah.


Perhatikan bahasanya, mestinya dia mengatakan:
1. "Jangan melakukan suatu ibadah yang tidak ada ajarannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". Karena sesuatu yang dicontohkan sudah pasti ia diajarkan tapi sesuatu yang diajarkan belum tentu ia dicontohkan.

2. "Semua amalan itu tertolak kalau tidak ada ajarannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam". Kalau amal ibadah bukan dari ajaran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mau pakai ajaran siapa lagi? Sementara beliau merupakan utusan Allah Ta'ala yang menerima wahyu dariNya, tentu beliaulah yang mengetahui bagaimana cara beribadah kepada Allah Ta'ala tersebut.

3. "Islam itu sudah sempurna tidak perlu ditambah-tambah lagi". Kalimat ini bisa kita terima, hanya saja bahasanya terkesan kasar


4. "Kubah kuburan wali harus dirubuhkan, karena banyak terjadi kesyirikan di sana". Kita hanya menjalankan Sunnah, yakni tidak membuat bangunan apapun di atas kuburan.

5. "Disunnahkan memberi salam kepada penghuni kuburan" Siapa bilang tidak sampai?

6. "Tashawwuf itu ajaran baru karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkannya" Karena beliau hanya mengajarkan syari'at.



7. "Jangan fanatik kepada 'ulama', 'ulama' itu tidak ma'shum, dan yang ma'shum hanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam" Siapa bilang jangan percaya 'ulama'?

8. "Maulid itu bid'ah, tidak boleh dilakukan" Kalimat ini betul

9. "Indonesia ini negara muslim" Siapa bilang thaghut?

10. "'Aqidah Asy'ariyyah itu sesat" Kalimat ini benar

11. "Imam Syafi'i itu tidak ma'shum" Kalimat ini juga benar.


:-)

Muhammad Haidar ini belum baca shirah kali ya tentang ditebangnya pohon 'Uzza? Mengapa dia marah kalau kubah kuburan wali dirubuhkan? Apa dia belum baca hadits tentang tidak bolehnya membuat bangunan di atas kuburan?


Muhammad Haidar ini mengaku-ngaku saja bermadzhab Syafi'i, tapi seolah-olah belum baca hadits-hadits Al-Bukhari dan Muslim serta kitab-kitab hadits susunan ulama' syafi'iyyah rahimahumullah?

Satu hal lagi mengenai tabdi', memang Salafi langsung mentabdi' orangnya, namun soal takfir, hanya mentakfir perbuatannya, kecuali telah benar-benar jelas kekufurannya. Adapun soal darah halal itu kewajiban penguasa, tidak boleh Salafi main hakim sendiri, dan itupun untuk orang yang murtad, pemberontak, qishash dan zina muhshan serta liwath.

Muhammad Haidar ini seolah sedang mengikuti kuis tebak-tebakan, yang namanya tebak-tebakan dalam hal apapun ada kalanya benar dan ada kalanya salah. Begitupun dalam hal prediksi, di mana ia tidak boleh untuk dipastikan. Sesuatu yang diprediksi memang merupakan hasil dari pengamatan, namun bukan berarti kita melupakan untuk mengkaji ulang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar