Kalau ada seorang pencela negara maunya dia dilaporkan ke Polri, tapi kalau ada pencela hadits dia mau dilaporkan ke mana?
Saat ini Indonesia memang dalam keadaan serba krisis, dari krisis ekonomi sampai krisis kecemburuan, yakni kecemburuan terhadap nama baik agama tatkala ia direndahkan. Seakan-akan tidak ada lagi beban perasaan oleh sebagian manusia Indonesia yang menertawakan ajaran Islam tersebut. Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada beberapa sebab hal ini bisa terjadi, yang di antaranya adalah kurangnya mempelajari hadits, mungkin pula lantaran terlalu sibuk dalam belajar ilmu tashawwuf. Sehingga dampak berikutnya yang selalu muncul adalah:
1. Mengubah Bahasa Menjadi Lelucon
Sebuah kalimat dapat mempengaruhi banyak orang, sebagaimana sebuah penelitian tentang terganggunya jiwa manusia tatkala diberitahu bahwa pakaian yang sedang dia kenakan itu ternyata bekas dari pakaian seorang penjahat yang mati terbunuh.
Demikian pula sekiranya suatu bahasa jika ia dijadikan lelucon, maka secara otomatis bagi sebagian manusia bakal tertawa ketika mendengar atau membacanya. Ini dikarenakan jiwa manusia itu sesungguhnya teramat lemah, ia mudah terpengaruh oleh apa saja yang dapat menyentuhnya.
Ketika diberitakan tentang 'Arab Sa'udi melakukan pemajangan terhadap beberapa PRT, maka serentak netizen menjadi heboh, padahal itu hanya permainan bahasa belaka, di mana sebenarnya yang melakukan pemajangan tersebut hanyalah oknum tertentu yaitu dari salah satu agen penyalur PRT yang ada di sana, jadi hal itu bukanlah suatu usulan dari pemerintahnya apalagi dari para 'ulama'nya.
Ketika diberitakan tentang fatwa hukum wajibnya menyusui lelaki dewasa yang bukan muhrim juga sempat menggemparkan dunia maya, padahal tidak begitu bahasa yang seyogyanya dipublikasikan. Karena tidak ada 'ulama' Salafi yang mewajibkannya, melainkan hanya membolehkannya dan itupun dengan cara meminumnya dari gelas yakni berdasarkan beberapa hadits shahih yang berkenaan dengan itu.
Bahasa menunjukkan bangsa, itulah pepatah orang melayu, ini bermakna hendaknya kita menggunakan bahasa yang benar dalam berbicara. Terlebih lagi kala berbicara mengenai ajaran Islam yang mengatas-namakan firman Allah dan sabda Rasul-Nya semestinya lebih bagus lagi dalam membahasakannya.
2. Sedikit-sedikit "Dasar Wahhabi"
Kita menyadari bahwasanya yang mereka maksud dengan Wahhabi adalah Salafi, dari sini kita mendapati ternyata musuh terbesar NU adalah Salafi itu sendiri, asal saja ada yang tidak beres pada Sa'udi dan orang-orang 'Arab, mereka langsung bilang: "Dasar Wahhabi". Ini menunjukkan betapa sempitnya cara mereka berpikir, yakni menilai suatu kelompok dari orang-orangnya, apakah lantaran semua orang NU sudah dapat dipastikan bagus semua akhlaknya? Kalau ada oknum NU yang bermasalah apakah mereka terima kalau kita bilang: "Dasar NU"?
Negara 'Arab Sa'udi itu kan sangat luas dengan penduduk yang beraneka- ragam golongan, ada Syi'ah, ada Khawarij bahkan ramai pula yang ber'aqidah asy'ariyyah, sedangkan Salafi kalau mereka tahu termasuk minoritas saja di sana.
3. Simulasi debat praktis
Mereka juga sibuk memikirkan bagaimana cara praktis untuk berdebat dengan Salafi, membuat seolah-olah untuk mendebat Salafi tidak diperlukan ilmu yang memadai, jadi bahasanya pun dibuat selugu mungkin. Maka, bagaimana kiranya mereka bisa mendebat ahli hadits dengan argumentasi anak jalanan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar