Selasa, 03 Januari 2017

Antara Kebenaran dan Penistaan Agama (Pertemuan 60)

Kasus penistaan agama di Indonesia akan ditindak secara hukum kalau ada yang melapor dan laporannya ditanggapi serius oleh pihak polisi dan pengadilan. Namun jangan gembira dulu sebelum menyelesaikan bacaan ini.

Sebelumnya kita akan menceritakan secara sangat singkat kisah perjanjian hudaibiyyah yang disarikan dari sirah Ibnu Hisyam rahimahullah, suatu perjanjian damai atau gencatan senjata antara kaum muslimin dengan musyrikin quraisy selama beberapa tahun, dalam perjanjian itu point-pointnya cenderung mengesankan berpihak pada musyrikin quraisy, meskipun begitu dengan sikap mantap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap menyetujui perjanjian tersebut sehingga membuat gelisah di kalangan para shahabat radhiyallahu 'anhum, maka dari kisah inilah nantinya kita akan berkesimpulan bahwa keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang terbimbing oleh wahyu pasti tepat.

Di antara perjanjian hudaibiyyah adalah kaum muslimin tidak diperbolehkan untuk melakukan 'umrah di tahun perjanjian itu dibuat. Padahal di tahun itu rombongan para shahabat radhiyallahu 'anhum yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tiba di Mekkah dengan membawa hewan-hewan qurban sebagai bukti bahwa tujuan untuk melaksanakan 'umrah benar-benar disiapkan, dan sebagai bukti bahwa 'umrah benar-benar yakin dapat dilaksanakan. Namun kaum muslimin diizinkan ber'umrah di tahun-tahun berikutnya. Dan antara perjanjian hudaibiyyah juga bahwa setelah perjanjian itu kalau ada yang masuk Islam ataupun murtadd dari penduduk Mekkah maka akan dikembalikan ke Mekkah.

Perjanjian hudaibiyyah yang tadinya seperti berpihak pada musyrikin quraisy ternyata cukup membuat musyrikin quraisy sendiri menjadi kelabakan, karena perjanjian tersebut telah membuka peluang sebesar-besarnya bagi kaum muslimin untuk menyebar-luaskan dakwah tanpa ada gangguan dari musyrikin quraisy yang selama ini selalu menghalang-halangi, sehingga ini merupakan fath (kemenangan) telak bagi kaum muslimin.

Suatu perjanjian, suatu undang-undang apabila ditetapkan tentu mengandung konsekwensi, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang paling konsekwen dalam perkara memegang janji meskipun awalnya terasa pahit namun ia akan manis pada akhirnya. Sebagai ummat Islam, sebagai ummat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang janji adalah suatu konsekwensi, oleh karenanya apabila pada hari ini kita melaporkan seorang penista Al-Qur'an kepada pihak berwajib, maka suatu hari apabila ada dari pihak kita yang menista kitab dari kitab-kitab suci agama lain lalu dilaporkan kepada pihak yang berwenang maka kita juga hendaknya tidak bersempit hati untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Ditanyakan kepada Asy-Syaikh 'Abdul-Muhsin Al-'Abbad dan Asy-Syaikh 'Abdullah Al-Bukhari hafizhahumallah tentang seorang gubernur Indonesia yang berdomisili di Jakarta yang menghina surat Al-Ma'idah ayat 51, maka jawabannya sama, bahkan kita yakin demikian pula jawaban ulama-ulama lain apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada mereka. Yaitu larangan untuk berdemonstrasi karena termasuk dari rangkaian demokrasi yang bertentangan dengan Kitabullah Ta'ala dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Hendaknya ada utusan yang menemui Bapak Presiden untuk menyampaikan kasus ini secara tertutup agar gubernur tersebut dipecat atau segera diadili, apabila Bapak Presiden menanggapi maka itu yang kita harapkan, tapi apabila Bapak presiden tidak menanggapi maka kita sudah menyampaikan kewajiban.

Jangan kita terjebak pada kelakuan kita yang suka menekan-nekan pemerintah, dan jangan kita menganggap enteng kaum salibis kalau tidak mau nasib Indonesia seperti di Nigeria. Istilah penistaan agama semestinya terpisah dengan menyatakan suatu kebenaran. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan bahwa berhala-berhala yang kalian sembah itu tidak dapat memberikan manfaat dan tidak bisa menimpakan madharat sedikitpun..., apakah pernyataan itu suatu kebenaran ataukah suatu penistaan? Ternyata dianggap suatu penistaan oleh kaum musyrikin quraisy, kaum musyrikin quraisy menyatakan bahwa Muhammad (shallallahu 'alaihi wa sallam) telah menghina tuhan-tuhan kami, telah menjelek-jelekkan tuhan-tuhan nenek moyang kami....

Suatu hari saat ada seorang da'i menyatakan bahwa Nabi Isa itu adalah seorang Nabi, bukan anak Tuhan, maka apakah dai'i tadi menyampaikan suatu kebenaran ataukah melakukan suatu penghinaan? Dan pernyataan-pernyataan semisalnya seperti Taurat dan Injil saat ini sudah tercampur oleh tangan-tangan manusia, kuburan wali itu bukan tempat beri'tikap untuk mencari berkah, Nyi Roro Kidul itu tidak wujud, dan segala kebenaran demi kebenaran.

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan suatu kebenaran bahwa Allah Ta'ala itu memiliki sifat tangan yang tangan-Nya tidak sama dengan makhluq-Nya, tapi beliau rahimahullah dianggap seorang penista sehingga beberapa kali dipenjarakan sampai akhirnya wafat di penjara. Sebelumnya Al-Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan kebenaran bahwa Al-Qur'an itu kalamullah bukan makhluq, yakni Al-Quran yang kita baca dan hafal adalah mengandung perkataan Allah, Al-Qur'an yang kita tulis dan bukukan adalah mengandung perkataan Allah. Namun beliau rahimahullah dianggap sebagai penista dan mendapatkan siksaan dari penguasa waktu itu, diseret ke kampung-kampung lalu dipenjara sampai Allah Ta'ala mewafatkan penguasa tadi dan menggantinya dengan penguasa baru yang membebaskan beliau dari kasus penistaan, Allahu Akbar, meskipun disiksa, dipenjara beliau dan para 'ulama tidak mau untuk menyerukan ummat untuk memberontak lantaran memikirkan washiyyat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mahalnya darah kaum muslimin.

Sejak dahulu kala hingga saat ini kelompok yang tidak senang dengan dakwah kepada tauhid dan sunnah terus menganggap bahwa Syaikhul-Islam Muhammad bin 'Abdul-Wahhab sebagai penista, tapi begitulah, Allah Ta'ala selalu menyediakan musuh bagi para nabi dan semua orang-orang yang mengikuti jejak mereka, jejak Ash-Shirathal-Mustaqim. Hidup tanpa ada kejadian yang berlawanan dengan kebenaran memang tidak asyik, karena kita paham apa itu dingin setelah kita tahu apa itu panas, kita paham apa itu siang setelah kita tahu apa itu malam , kita paham apa itu haqq setelah kita tahu apa itu bathil dan kita paham siapa itu orang baik setelah kita tahu siapa itu orang jahat, wal-hamdulillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar