Minggu, 01 Januari 2017

Iman Tak Berlaku Pada yang Dapat Diindera (Pertemuan 58)

Seseorang berkata: "Mengapa tidak ada manusia yang pernah ke surga atau neraka lalu kembali ke bumi memberitahu kita tentangnya?", seseorang yang lain berkata: "Saya tidak tahu apakah orang-orang di surga itu telanjang atau berpakaian karena saya belum pernah masuk surga", dan seseorang yang lainnya lagi berkata: "Kita tidak tahu keadaan surga dan neraka karena orang-orang yang telah meninggal hingga saat ini tidak pernah kembali lagi ke bumi untuk selanjutnya mengabarkan kepada kita perihalnya".

Penulis menduga mungkin yang dimaksud olehnya adalah manusia selain Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sudah maklum bagi kita tentang peristiwa isra' dan mi'raj, di mana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam ditemani oleh Malaikat Jibril 'alaihis-salam yang di antara perjalanannya melihat jannah dan nar. Sepulang dari isra' dan mi'raj, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan peristiwa itu kepada ummatnya, lalu terjadilah kegemparan di tengah-tengah mereka, yang kafir musyrik menjadi semakin parah pengejekannya dan sebagian yang telah masuk Islam goyah hingga tidak sedikit yang murtad. Sampailah berita itu kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, orang bertanya apa pendapatnya? Kemudian dijawab: "Kalau benar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengatakan maka bahkan lebih dari itu pun aku percaya...". Untuk kisah lengkapnya silakan merujuk pada kitab Sirah An-Nabawiyyah yang disusun oleh Ibnu Hisyam dan kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah yang disusun oleh Ibnu Katsir rahimahumallah.

Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang telah diperlihatkan oleh Allah Ta'ala jannah dan nar bisa serta-merta dipercaya oleh seluruh kalangan manusia, meskipun dia dikenal sebagai orang jujur nan tidak pernah diketahui sekali-kali berdusta, meskipun dia dikenal sebagai orang yang amanah nan tidak pernah diketahui sekali-kali berkhianat, meskipun dia dikenal sebagai orang yang senantiasa menepati janji nan tidak pernah diketahui sekali-kali mengingkarinya. Contohnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika selama hidup beliau tidak pernah diketahui berdusta pada manusia maka bagaimana mungkin tiba-tiba beliau berani berdusta atas nama Rabb-nya, atas nama pencipta, pemilik, penguasa dan pengatur alam semesta? Satu kata: mustahil.

Iman itu meyakini dengan hati, membenarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota badan. Dengan beriman terhadap hari akhir maka seseorang akan mengikhlaskan segala ibadahnya kepada Allah Ta'ala semata, menggantungkan nasib hanya pada-Nya dan bersabar terhadap ujian hidup baik itu musibah maupun godaan untuk berbuat dosa. Maka diapun akan menjaga lisannya dari perkara yang sia-sia seraya membasahinya dengan dzikir beserta do'a. Maka diapun akan melakukan amal ibadah yang disyari'atkan sampai pada menyingkirkan gangguan yang ada di jalan.

Iman itu memiliki fungsi, dan fungsinya akan hilang apabila seseorang sudah diperlihatkan padanya sesuatu yang ghaib. Dengan kata lain kalau sesuatu yang diimani itu bukan perkara ghaib maka bukan lagi iman namanya, seperti percaya akan adanya makhluk bernama matahari dan bulan di mana keduanya terlihat jelas sehari-hari bahkan listrik yang dapat dirasakan sengatannya.

Iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kemaksiatan. Iman itu dapat bertambah seiring dengan bertambahnya rasa takut kepada Allah Ta'ala, dan bertambahnya rasa takut seiring dengan bertambah kenalnya seseorang pada Rabbnya, oleh karenanya orang yang paling takut kepada Allah Ta'ala adalah para ulama', karena para ulama' lebih mengetahui tentang Rabb mereka. Dengan demikian apabila ada seseorang yang ingin mengenal lebih dalam tentang Allah Ta'ala namun menjauhi penjelasan-penjelasan para ulama' lantaran terlalu asyik dengan pembahasan filsafat, maka siap-siap saja imannya akan semakin berkurang. Tidak sedikit generasi muda yang menjadi atheis dikarenakan mempelajari filsafat dalam mempelajari perihal tentang eksistensi tuhan, yang otomatis akan mengingkari pula terhadap adanya jannah dan nar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar