Jumat, 06 Januari 2017

Membantah Pencari Tuhan (Pertemuan 65)

Kisah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam adalah kisah tentang perjuangan seorang nabi dalam mengajarkan ummatnya agar mereka meninggalkan peribadatan kepada patung-patung yang saat itu beliau berada di kota Babil dan agar mereka mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Ta'ala. Suatu dakwah yang merupakan inti dari dakwah semua rasul termasuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Di kota Babil beliau mendapat permusuhan yang keras dari kaumnya bahkan Raja Namruz menitahkan rakyatnya agar beliau dihukum dengan dibakar, namun Allah Ta'ala memerintahkan api tersebut menjadi dingin dan beliaupun selamat karenanya. Seusai menyaksikan kejadian luar biasa itu kaum tersebut bukannya langsung beriman malah tetap memilih kekafiran. Perlakuan tersebut pun beliau dapati dari ayahndanya yang bernama Azar, Ayahndanya menyatakan duhai Ibrahim engkau tidak senang dengan sesembahan-sesembahan kami, kalau engkau tidak senang lebih baik engkau diam, kalau engkau tidak mau berhenti maka benar-benar akan aku rajam engkau, aku akan memanggil penduduk kota Babil untuk melemparmu dengan batu.

Tidak ada di saat itu yang mau beriman kepada Nabi Ibrahim kecuali istrinya Sarah dan saudaranya Luth alaihimus-salam, menyaksikan penolakan demi penolakan maka Allah Ta'ala hendak lebih menguatkan lagi keimanan beliau. Lalu Allah Ta'ala memperlihatkan kerajaan-Nya baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi, seraya menyuruh beliau untuk memotong seekor burung menjadi empat bagian yang masing-masing bagian ditaruh di bukit yang berjauhan. Allah Ta'ala menyuruh beliau untuk memanggil burung tadi dengan sekali panggilan, maka tiap potongan terbang menghampiri beliau kemudian tubuh burung itu kembali bersatu dan hidup lagi.

Ketika dakwah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam ditolak oleh penduduk kota Babil maka beliau hijrah ke kota Harran untuk menyelamatkan akidah beliau dari pengaruh-pengaruh mereka, akan tetapi beliau malah mendapati suatu kaum yang beribadah kepada bintang-bintang, maka beliau pun melakukan suatu pendekatan dakwah dengan mengajak mereka berpikir, beliau menceritakan bahwa aku melihat bintang bercahaya yang ku sangka sebagai sang pencipta, namun begitu bintang itu terbenam aku pun mengatakan bahwa aku tidak suka kalau sang pencipta itu terbenam. Di suatu kesempatan yang lain aku melihat bulan bercahaya lebih terang daripada bintang yang ku sangka inilah sang pencipta, namun begitu bulan itu terbenam aku pun mengatakan bahwa aku tidak suka kalau sang pencipta itu terbenam. Keesokan harinya aku melihat matahari yang nampaknya lebih besar daripada bintang maupun bulan dan aku menyangka kalau matahari itulah sang pencipta lantaran cahayanya lebih terang, namun tatkala matahari itu terbenam maka lagi-lagi aku mengatakan bahwa aku tidak suka kalau sang pencipta itu terbenam. Beliau melanjutkan pembicaraannya kalau tidak karena petunjuk daripada Allah Ta'ala tentu aku termasuk orang-orang yang sesat. Setelah itu beliau menyatakan bahwa aku berlepas diri dari semua yang kalian ibadahi selain Allah Ta'ala dan menetapkan bahwa Allah Ta'ala lah yang berhak untuk diibadahi, karena aku bukanlah golongan orang-orang musyrikin. Tapi penduduk kota Harran malah mendebat beliau dan tidak mau beriman, meskipun begitu tidak sedikitpun beliau merasa gentar karena Allah Ta'ala selalu menolong perjuangan beliau. Untuk lebih jelasnya silahkan merujuk pada Al-Qur'an surat Al-An'am: 75 dan seterusnya.

Kisah di atas dijadikan judul oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab bahwasanya Nabi Ibrahim 'alaihis-salam sebelumnya adalah seorang atheis yang mencari Tuhan, wal-'iyadzu billah. Padahal sudah jelas sebelumnya beliau mengajak penduduk kota Babil untuk meninggalkan peribadatan terhadap patung-patung seraya mengajak beribadah hanya kepada Allah, bahkan beliau sempat masuk ke kuil kerajaan Namruz untuk menghancurkan patung-patung dengan menggunakan kampak (kapak). Beliau pun sebelumnya juga sempat untuk mendakwahi ayahndanya yang berprofesi sebagai produsen berhala supaya tidak menjadikan patung-patung buatannya sebagai sesembahan lalu mengkhususkan Allah sebagai ilah (sesembahan) yang haqq.

Orang-orang yang tidak bertanggung-jawab tersebut pun melakukan pencarian terhadap Tuhan dengan alasan mengikuti jejak langkah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam. Mereka akhirnya terjebak kepada akidah wihdatul-wujud (suatu keyakinan menyatunya Dzat Allah ke dalam tiap makhluk Nya atau disebut hulul yakni penitisan), merupakan akidah yang lebih sesat ketimbang Nashrani yang mengkhususkan hulul terhadap Nabi 'Isa 'alaihis-salam.

Para pencari Tuhan yang mereka tidak bertanggung-jawab itu diadzab oleh Allah Ta'ala menjadi sufi gila yang benar-benar konslet otaknya. Pada saat murid-murid yang mendalami tarekat sufi menjadi orang gila maka tuan guru berkata bahwa menjadi orang gila adalah proses penyembuhan dari penyakit-penyakit hati, sebagaimana reaksi positif kita rasakan setelah kita makan obat. Wal-'iyadzu billah, belum pernah kita dengar dari generasi ke generasi bahwa kalau orang belajar tauhid harus jadi orang gila dulu, tidak ada satu nabi pun yang mengajarkan itu, tidak ada ajaran seperti itu yang dicontohkan oleh para shahabat, tabi'in dan tabi't-tabi'in.

Jika hendak mengenal Allah Ta'ala bukan dengan cara termenung, tapi dengan cara mempelajari ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan hal itu. Allah Ta'ala menegaskan bahwa segala apa yang ada baik di langit maupun di bumi dan di antara keduanya adalah ciptaan-Nya, lantas mana ciptaan sesembahan-sesembahan selain Allah Ta'ala, mana? Allah Ta'ala mengajak manusia untuk berpikir, apakah kalian tiba-tiba ada dengan sendirinya ataukah kalian yang menciptakan diri kalian sendiri? Allah Ta'ala pun menjelaskan apabila ada dua pencipta maka keduanya akan berperang lalu pencipta yang menang sebagai sesembahan dan pencipta yang kalah sebagai hamba-Nya. Tapi tidak ada dua pencipta alam semesta, karena segala keteraturan yang kita saksikan menunjukkan ia di bawah pengaturan pencipta yang satu.

Allah Ta'ala menceritakan saat Fir'aun menanyakan siapa Allah terhadap Nabi Musa 'alaihis-salam maka beliau menjawab bahwa Allah Ta'ala adalah pencipta segala sesuatu dan memperbagus ciptaan-Nya, yakni memberikan tiap organ pada makhluk ciptaan-Nya fungsi-fungsi, ada hewan yang merayap sesuai dengan postur tubuhnya, ada hewan yang terbang pun sesuai dengan postur tubuhnya. Termasuk organ-organ tubuh manusia, di mana ia memiliki fungsi-fungsi, tangan untuk memegang, kaki untuk berjalan, mata untuk melihat, kuping untuk mendengar, otak untuk berpikir dan hati untuk merasa, jika manusia tidak menggunakan indera yang diberikan untuk mengenal Allah Ta'ala maka manusia itu lebih sesat dari binatang ternak. Kita mengenal Allah Ta'ala dari ayat-ayat kauniyyah yaitu adanya alam semesta berikut keteraturannya, dan ayat-ayat qauliyyah yaitu firman-firman-Nya maupun sabda-sabda Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengenal bahwa Allah Ta'ala sebagai satu-satunya pencipta mengandung konsekwensi bahwa Dia lah yang berhak disembah dan ditujukan pada-Nya segala ibadah.

Allah Ta'ala Maha Sempurna, Dia yang menghidupkan, Dia pula yang mematikan, Dia yang menciptakan, Dia pula yang menghancurkan. Jadi tidak perlu dua atau tiga tuhan untuk mengatur alam semesta, karena kalau ada dua atau tiga tuhan berarti tiap tuhan memerlukan tuhan yang lain, tiap tuhan punya sifat yang tidak dimiliki oleh tuhan yang lainnya dan ini tidak menunjukkan kesempurnaan.

Allah Ta'ala memiliki sifat kalam yaitu berbicara sementara patung-patung yang disembah oleh sebagian manusia itu bisu bahkan tuli dan buta, tidak dapat mendatangkan manfa'at, tidak dapat menimpakan mara bahaya.

Allah Ta'ala tidak mungkin turun ke bumi untuk mendakwahi manusia, cukup bagi-Nya mengutus para nabi dan rasul untuk memberitahu manusia akan keberadaan-Nya dan beribadah kepada-Nya semata.

Tambahan sebagai catatan penulis:
Azar selaku panglima dari Raja Namruz dalam keadaan senang dan susah, senang karena istrinya mengandung, susah karena kelak bayinya harus diserahkan kepada Raja Namruz untuk dibunuh sesuai permintaan Raja sewaktu tidak berapa lama dari penobatan Azar sebagai panglima kerajaan. Azar memiliki tiga anak, yaitu Haran, Nahur dan Ibrahim. Sewaktu Ibrahim masih kecil, beliau dipelihara oleh Haran bersamaan memelihara anak lainnya di luar kota Babil yaitu Sarah dan Luth. Yakni dalam rangka untuk menghindari ancaman Raja Namruz yang hendak membunuh bayi laki-laki. Sewaktu Ibrahim masih dalam kandungan, Haran menyarankan agar kelak bayi ibunya diserahkan saja kepada Raja Namruz karena Haran selaku ahli nujum kerajaan tidak menemukan sesuatu yang dapat membahayakan Ibrahim baik oleh pedang maupun oleh perapian berdasarkan penglihatannya terhadap bintang-bintang, namun ibunya memilih saran Nahur yang menyarankan untuk meninggalkan kota Babil. Dengan ditemani bidan maka ibunya melahirkan Ibrahim, kemudian untuk menghilangkan kecurigaan Raja Namruz ibunya meninggalkan Ibrahim di gua, lalu menggantinya dengan anak budak untuk diserahkankan kepada Raja. Ketika berada di gua beliau dipelihara oleh malaikat Jibril, beliau tumbuh sehat di gua, sampai Haran datang menjemputnya dalam keadaan beliau sudah pandai berbicara. Haran pun membawa Ibrahim ke kota Babil untuk mempertemukannya dengan Azar, kedatangan Ibrahim membuat Azar hampir tidak percaya. Azar bertanya kepada Ibrahim siapa yang memberimu makan? Ibrahim menjawab, yang maha memberi rezeki. Siapa yang mengobatimu saat sakit? Beliau menjawab, yang maha menyembuhkan. Siapa yang mengajarimu berbicara? Beliau menjawab, yang maha mengetahui. Maka takjublah Azar, namun dikarenakan kondisi masih belum aman, akhirnya beliau dibawa oleh Haran keluar kota Babil untuk dipelihara olehnya beserta Sarah dan Luth. Begitu beliau tumbuh sebagai seorang pemuda maka beliau kembali ke kota Babil, hidup bersama ayahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar